Stormswept - Tersapu Badai
Penulis : Helen Dunmore
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 9789792299564
Tebal : 304 Halaman
Rating Pribadi : 3,6 Stars
Blurb :
Morveren tinggal bersama orangtua dan saudari kembarnya, Jenna, di sebuah pulau dekat pantai Cornwall—pulau yang di masa lalu pernah luluh lantak oleh gelombang pasang yang dahsyat, menenggelamkan aula-aula dan para penghuninya. Namun ada beberapa orang yang tidak mati, meski ditelan samudra.
Suatu ketika Morveren menemukan seorang remaja pria di kolam berbatu karang, setelah badai reda. Dia terkejut karena remaja itu bukan manusia, melainkan remaja Mer. Karena Jenna tak mau menerima kenyataan ini, Morveren mesti menghadapinya seorang diri. Sebab banyak konsekuensi berbahaya yang akan muncul bila dunia manusia dan dunia Mer bertemu.
Kenapa buku ini menjadi salah satu pilihan, padahal sampulnya bukan tipeku banget? Satu, ini cerita fantasi. Dua, ini buku terjemahan. Tiga, ini nggak berseri (dan ternyata berseri, tapi ini kayak spin-off. Doeng!). Keempat, tebal dan murah. Well, semua juga murah, cuma ini yang paling real deal. Lantas pulanglah aku dengan bahagia luar biasa.
Sampai suatu hari, seperti kebiasaan kolektor buku lainnya. Beli doang, dibaca kagak! Buku ini teronggok menyedihkan di rak, sampai suatu hari aku menemukannya saat beres-beres rak buku. Yah, aku merasa sangat bersalah, makanya langsung saja membacanya dan membuat reviewnya sebagai penebusan dosyah.
Morveren dan Jenna adalah salah satu yang menganggap legenda itu omong kosong, sampai suatu hari legenda itu sendiri yang menghampiri mereka tanpa diundang. Seorang atau lebih cocok disebut Seekor bangsa Mer yang berwujud separuh ikan dan separuh manusia, terjebak di pantai, dan Morveren yang menemukannya. Morveren merasa dirinya yang bertanggung jawab menyelamatkan Mer itu.
Sayangnya kaum Mer dan manusia tidak saling menyukai, bahkan saling membenci karena alasan tertentu. Morveren dan Mer yang bernama Malin itu pun seolah menjadi perwakilan Mer dan Manusia untuk saling mengenal. Kisah ini lebih membuatku berpikir daripada berpetualang, karena isinya memang sederhana, bahkan setting tempat hanya di sekitar pulau.
Aku juga merasakan Peter Pan vibe di sini, tapi tidak sesedih Peter Pan karena kisah ini memang tidak fokus kepada romansa, lebih ke filsafat mungkin. Membuat kita berpikir ini-berpikir itu. Sering-sering bilang "Oh, iya iya!" gitu deh. Aku sendiri bingung menjelaskannya. Kaum Mer di sini tidak dijelaskan seperti utri duyung. Ekor dan bentuk kulitnya lebih mirip ikan paus, rambutnya panjang dan gimbal, serta matanya berkilat-kilat.
Mungkin karena cerita ini Spin-off, ada beberapa bagian yang memberi hint ke buku-buku sebelumnya, dan aku jadi planga-plongo, gak paham itu maksudnya gimana. Ending kisah ini pun nggak terlalu berbekas. Ya, lewat aja gitu. Mungkin karena aku udah lebih dulu baca Peter Pan juga. Tidak akan ada buku lain yang bisa membuatku begitu ToT.
Oh, ini kemunculanku lagi setelah sekian lama hiatus. Sebenarnya aku membaca banyak buku selama menghilang, hanya saja aku membaca buku-buku wattpad yang seringnya membuatku dongkol, dan kalau aku paksa bikin reviewnya, blog ini akan berubah menjadi Lmabe Turah.
Sekain dulu dariku. Sampai jumpa di review berikutnya ^o^/
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 9789792299564
Tebal : 304 Halaman
Rating Pribadi : 3,6 Stars
Blurb :
Morveren tinggal bersama orangtua dan saudari kembarnya, Jenna, di sebuah pulau dekat pantai Cornwall—pulau yang di masa lalu pernah luluh lantak oleh gelombang pasang yang dahsyat, menenggelamkan aula-aula dan para penghuninya. Namun ada beberapa orang yang tidak mati, meski ditelan samudra.
Suatu ketika Morveren menemukan seorang remaja pria di kolam berbatu karang, setelah badai reda. Dia terkejut karena remaja itu bukan manusia, melainkan remaja Mer. Karena Jenna tak mau menerima kenyataan ini, Morveren mesti menghadapinya seorang diri. Sebab banyak konsekuensi berbahaya yang akan muncul bila dunia manusia dan dunia Mer bertemu.
MENGANDUNG SPOILER!!!
A. Buku yang Terlupakan
Sekitar dua tahun lalu aku pergi ke bazar cuci gudang Gramedia. Harga-harga buku yang menggiurkan serta kualitas bagus-bagus membuatku betah berlama-lama di situ. Mungkin sampai lima jam aku ngendon di Gramedia saking fokusnya memilih buku. Kebetulan aku membawa uang yang lumayan banyak dan niatnya mau aku hambur-hamburkan.HUAHAHA.Kenapa buku ini menjadi salah satu pilihan, padahal sampulnya bukan tipeku banget? Satu, ini cerita fantasi. Dua, ini buku terjemahan. Tiga, ini nggak berseri (dan ternyata berseri, tapi ini kayak spin-off. Doeng!). Keempat, tebal dan murah. Well, semua juga murah, cuma ini yang paling real deal. Lantas pulanglah aku dengan bahagia luar biasa.
Sampai suatu hari, seperti kebiasaan kolektor buku lainnya. Beli doang, dibaca kagak! Buku ini teronggok menyedihkan di rak, sampai suatu hari aku menemukannya saat beres-beres rak buku. Yah, aku merasa sangat bersalah, makanya langsung saja membacanya dan membuat reviewnya sebagai penebusan dosyah.
B. Ngomongin Anu
Bercerita tentang gadis pulau bernama Morveren dan kembarannya Jenna. Mereka tinggal bersama ayah, ibu, serta adik kecil bernama Digory (Nilai lebih karena aku suka nama-nama tokoh di buku ini h3h3). Karena berada di tengah laut, pulau tempat tinggal Morveren dipenuhi legenda misterius. Orang-orang pulau mempercayai kisah-kisah itu sepenuh hati, sebagian menganggapnya hanya omong kosong.Morveren dan Jenna adalah salah satu yang menganggap legenda itu omong kosong, sampai suatu hari legenda itu sendiri yang menghampiri mereka tanpa diundang. Seorang atau lebih cocok disebut Seekor bangsa Mer yang berwujud separuh ikan dan separuh manusia, terjebak di pantai, dan Morveren yang menemukannya. Morveren merasa dirinya yang bertanggung jawab menyelamatkan Mer itu.
Sayangnya kaum Mer dan manusia tidak saling menyukai, bahkan saling membenci karena alasan tertentu. Morveren dan Mer yang bernama Malin itu pun seolah menjadi perwakilan Mer dan Manusia untuk saling mengenal. Kisah ini lebih membuatku berpikir daripada berpetualang, karena isinya memang sederhana, bahkan setting tempat hanya di sekitar pulau.
Aku juga merasakan Peter Pan vibe di sini, tapi tidak sesedih Peter Pan karena kisah ini memang tidak fokus kepada romansa, lebih ke filsafat mungkin. Membuat kita berpikir ini-berpikir itu. Sering-sering bilang "Oh, iya iya!" gitu deh. Aku sendiri bingung menjelaskannya. Kaum Mer di sini tidak dijelaskan seperti utri duyung. Ekor dan bentuk kulitnya lebih mirip ikan paus, rambutnya panjang dan gimbal, serta matanya berkilat-kilat.
Mungkin karena cerita ini Spin-off, ada beberapa bagian yang memberi hint ke buku-buku sebelumnya, dan aku jadi planga-plongo, gak paham itu maksudnya gimana. Ending kisah ini pun nggak terlalu berbekas. Ya, lewat aja gitu. Mungkin karena aku udah lebih dulu baca Peter Pan juga. Tidak akan ada buku lain yang bisa membuatku begitu ToT.
C. Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan Stormswept- Kisah yang manis dan ringan
- Nama-nama tokoh dan penokohannya yang menarik
- Aku bisa membaca dalam sekali duduk saja . (Eh, ini kelebihan kan?)
- Cerita yang terkesan numpang lewat aja.
- Bonding antar karakter yang tidak sesuai ekspetasiku T_T
- Beberapa hal yang mungkin akan jadi bagus kalau sudah membaca seri sebelumnya. Tapi karena aku belum baca, malah jadi pusying!
D. Penutup
Buku ini ringan, sederhana, tapi memiliki isi yang padat. Seri sebelumnya berjudul INGO. Mungkin kalau aku sudah baca seri itu, buku ini bisa lebih menarik lagi. Sayangnya itu belum aku lakukan. Buku ini jelas bagus, tidak sia-sia aku membelinya, tapi juga tidak terlalu menyesal karena lupa membacanya. Dan sekarang aku jadi kepingin beli seri INGO!!!Oh, ini kemunculanku lagi setelah sekian lama hiatus. Sebenarnya aku membaca banyak buku selama menghilang, hanya saja aku membaca buku-buku wattpad yang seringnya membuatku dongkol, dan kalau aku paksa bikin reviewnya, blog ini akan berubah menjadi Lmabe Turah.
Sekain dulu dariku. Sampai jumpa di review berikutnya ^o^/
Comments
Post a Comment