Hantu-hantu Masa Lalu (The Bookaholic Club #2)


Judul : The Bookaholic 2 : Hantu-hantu Masa Lalu

Penulis : Poppy D. Chusfani

Penerbit : Granedia Pustaka Utama

ISBN : 9789792257229

Tebal : 264 Halaman

Blurb :

Des, Tori, Chira, dan Erin menyangka mereka akan menikmati libur sekolah dengan tenang. The Bookaholic Club, klub baca yang mereka dirikan, bakal mengadakan kompetisi membaca cerita pendek. Untuk itu mereka butuh juri dari kalangan selebriti. Zara, aktris muda yang sedang naik daun, setuju untuk membantu mereka dalam acara amal ini. Namun, kedatangan Zara menimbulkan banyak masalah.

Chira yang sedang mempersiapkan diri menghadapi ujian untuk mendapatkan beasiswa ke universitas pilihannya ternyata harus menghadapi masalah lain, yang tanpa sengaja dibawa Zara. Sedangkan Des lagi-lagi mendapatkan perintah dari Katrina, nenek moyangnya yang meninggalkan buku sihir untuknya. Erin tertimpa sial harus mengurus Zara selama aktris tersebut menginap di rumahnya. Dan Tori hanya bisa membantu teman-temannya dengan membaca rune dari buku sihir Des, demi mempersiapkan mereka untuk menghadapi bahaya lagi.

Liburan yang mereka tunggu-tunggu pun menjadi berantakan. Lagi-lagi mereka harus menghadapi ancaman yang tidak mereka kenal, dan ada hantu yang mengikuti mereka ke mana-mana, serta kemunculan kembali kenangan menakutkan yang mereka kira telah mereka musnahkan selamanya.
MENGANDUNG SPOILER!!!

A. Sequel yang Bukan Sequel

Hellow, Pembaca Review yang kusayangi, bagaimana puasa kalian? Aku harap lancar dan terhindar dari godaan review julid. (Bisik-bisik manja) Tapi kalau ada review julid pun bisa dibaca setelah berbuka, yekan? (digampar)

Setelah membaca The Bookaholic Club yang bisa dibilang menarik, aku pun capcus membaca sequelnya. Kedua novel ini tersedia di Gramedia Digital kalau kalian penisirin. Sekaligus dua dari entahlah ... seribu mungkin antrian novel yang aku download dari Gramedia Digital tanpa benar-benar dibaca. Marilah kita jangan bahas lebih lanjut pasal antiran baca.

Di novel pertama, jelas aku punya beberapa keluhan dan pujian sehingga harapanku di novel kedua ini tentunya kemajuan dari keluhan-keluhan novel pertama. Namun, ada satu hal dari novel Hantu-hantu Masa Lalu yang mengganjal qolbu. Jadi begini, Aku punya ritual membaca halaman terakhir novel sebelum membaca isi keseluruhan. I love me some spoiler!

Nah, dari halaman terakhir novel Hantu-hantu Masa Lalu kita bisa mencium aroma-aroma novel ketiga. Tetapi oh tetapi, buktinya sampai sekarang tidak pernah ada novel ketiga dari seri ini, makanya aku jadi sedikit pesimistik. Novel yang tidak dilanjut setelah memberi harapan serta tanda-tanda bakal lanjut biasanya mengecewakan.

Sampul novel ini serasi dengan pendahulunya, itu jelas nilai plus. Sayangnya keserasian itu nyaris tidak ada perbedaan sampai aku salah masukin sampul Hantu-hantu Masa Lalu di postingan The Bookaholic Club pas review kemarin. But lets be honest, hal-hal seperti itu terjadi akibat kapasitas otak brekele di kepalaku.

Nah, tanpa berlama-lama mari kita tengok The Bookaholic Club : Hantu-hantu Masa Lalu!

B. Plot

Empat sahabat kita sedang sibuk belakangan ini. Mereka mengadakan lomba baca cerpen di sekolah, padahal seharusnya menikmati libur panjang. Aku agak lupa apa tujuan mereka bikin acara ini ... Oh, no I'm screwed! Kayaknya sih menyangkut amal untuk toko buku antik milik Kakek Lim atau semacamnya. Pokoknya untuk amal!!!

Demi meramaikan acara tersebut, Erin mengundang artis muda yang tengah naik daun bernama Zara sebagai juri. Namun, kedatangan Zara malah menjadi pemicu masalah lain yang lebih besar katanya sih. Dari awal kita diwanti-wanti kalau Zara pasti bersifat manja dan banyak mau seperti tipikal artis-artis sok cantik lain (Des yang bilang begitu) sehingga dia bakal merepotkan Empat Sekawan setengah mati.

Namun, masalah sebenarnya adalah Zara datang bersama Mella, alias kakak Chira yang kawin lari dan tidak pulang bertahun-tahun. Aku ingin bilang tokoh Mella ini ujug-ujug, sebab di buku pertama tidak pernah ada omongan atau adegan yang menyerempet kalau Chira punya kakak. Intinya tidak ada foreshadowing.

Yah ... mungkin itu untuk efek kejutan, dan tentu saja supaya masing-masing tokoh punya konfik internal. Seperti Erin yang takut kerepotan mengurus Zara padahal dia sendiri bilang kalau Zara bisa ditangani oleh pelayan-pelayan bayaran. Lagi pula ibu Erin lebih senang dan sukarela menemani Zara ke mana-mana, Zara pun senang ditemani Ibu Erin. Kenapa Erin harus kalang kabut?

Des lagi-lagi berurusan dengan Katrina dan segala masalahnya bersama Si Bayangan. Di sisi lain, Tori mungkin menjadi tokoh paling unproblematic, lantaran konflik internalnya tidak sepenting tokoh lain. Maksudku, di novel pertama pun konflik Tori cuma gagap dan tidak punya teman. Sekarang dia gagap, tapi punya teman secara teknis masalahnya kelar. Dia terkesan kayak tim hore doang di sini.

Mungkin itu masalah utamaku dengan novel ini. Konflik-konflik di dalamnya kalau bukan mengulang novel pertama, ya di ada-adain aja. Hal paling sepele sengaja diperbesar supaya merembet ke mana-mana. Biar kuberi contoh konkret ....

Konflik paling pertama novel ini adalah Des salah menerima paket milik Desti (karena nama mereka mirip). Empat sekawan pun kebakaran jenggot memikirkan bagaimana cara mengembalikan paket milik Desti yang ternyata berisi Buku Diet. Kalau kalian lupa, Desti itu salah satu kroco Luana si Mean Girl, maka dari itu dia juga seorang Mean Girl yang pasti marah-marah kalau Buku Diet-nya dilihat orang.

Lantas bagaimana cara Empat Sekawan mengatasi masalah tersebut? Ternyata mereka tidak kepikiran cara apa pun selain mengembalikan novel itu ke Desti secara langsung, tapi sambil MENGHIPNOTISNYA. (Makan kamper)

Gini nih ... aku bukan penyihir, tidak bisa melihat hantu, tidak cantik dan populer, apa lagi membaca bahasa Rune kuno, tapi aku punya cara yang jauh lebih sederhana untuk mengatasi masalah tersebut. Misalnya membungkus ulang paket, lalu kembalikan ke Deria (penjaga perpustakaan) lantas melupakan hal itu pernah terjadi.

Itu masuk akal dan jelas lebih simple, ‘kan? Tapi TIDAK SATU PUN dari Empat Sekawan kepikiran melakukan itu. Bagi mereka, satu-satunya cara adalah Des menghipnotis Desti, padahal mereka tahu Des belum mahir menghipnotis manusia dan berpotensi mencelakainya!

Ya, Desti mungkin ngeselin dan Mean Girl, tapi bukan berarti dia layak dicelakai, 'kan? Sumpah Empat Sekawan ini tidak memiliki simpati dan empati sama sekali pada orang lain. Terutama Des, yang akn kubahas spesifik di segmen Penokohan.

Tapi hey ... kalau tidak begitu kemampuan Penyihir Des jadi tidak ada gunanya, yekan? Lagi pula, kita harus tahu betapa ngeselin Desti dari caranya memaki-maki Deria setelah kejadian itu. Kalau tidak, kita tidak bisa dipaksa mencurigainya jadi Hantu Penyihir (bruuh).

Membicarakan Hantu Penyihir, di novel pertama aku mengeluh kalau kemampuan Chira melihat hantu tidak berguna lantaran dia tidak pernah berurusan dengan hantu mana pun sehingga kemampuannya berujung useless. Aku pikir novel ini akan menebus kesalahan itu dengan memunculkan hantu yang sangat mirip Des dan cuma Chira yang bisa melihatnya. Berkali-kali juga sosok itu digambarkan tidak mempunyai aura, menandakan dia bukan manusia.

Tapi ujung-ujungnya ada Plot Twist kalau ternyata hantu itu bukan hantu sama sekali, melainkan memang nenek Des yang mempunyai ilmu abadi, dan ingin mengambil tubuh baru supaya bisa menjalani kehidupan baru. Sebelum itu, Nenek Des harus menumbalkan jiwa ke Si Bayangan. Itu terdengar seperti Twist masuk akal, tapi lagi-lagi kemampuan Chira melihat hantu tetap useless karena SEMUA ORANG bisa melihat sosok itu.

Novel ini mungkin contoh nyata dari Plot Twist yang malah menjadi bumerang bagi keseluruhan cerita, sebab penulis memutuskan untuk kembali memakai formula Twist Villain. Tumbal Twist Villain kali ini adalah pelayan Zara yang secara harfiah tidak memiliki peran apa pun.

Pelayan itu cuma muncul sekali, dituduh menguping, dan ternyata dia melakukan semacam ritual pemanggilan sayton di dalam kamar sehingga Empat Sekawan kebakaran jenggot lagi mengira dialah dalang dari semuanya.

SIAPA YANG PERCAYA?

Mohon maaf, aku yakin tidak satu pembaca pun di Galaksi Bima Sakti mengira si Pelayanlah biang keladinya, sebab dia bukan siapa-siapa! Itu bukan cara tepat untuk mengecoh pembaca ke jalan twist! Bahkan ketika adegan Pelayan itu muncul dan diberi nama (aku bahkan lupa siapa namanya) aku sudah punya firasat buruk kalau si penulis bakal memakai kembali formula Twist Villain ujug-ujug.

Ternyata firasatku terbukti benar.

Tapi eh tetpi, seperti yang kubilang Si Pelayan hanyalah Twist Villain, maka siapakah Villain sebenarnya?

Oh, ternyata Mella!!!

Eh, ternyata bukan lagi ....

Ternyata Zara!!!

TRIPLE TWIST VILLAIN!!!

(Tarik napas pendek)

Seperti yang kukatakan, akhir novel ini dibuat seolah akan ada buku ketiga, tapi seperti yang kita lihat novel ketiga tidak pernah muncul sampai sekarang. Namun, aku punya prediksi akan seperti apa plot dan alur di novel ketiga nanti.

Di novel ketiga, penulis jelas akan memperkenalkan tokoh baru yang tentu saja bakal menjadi Villain utama. Sebelum itu, penulis akan membuat tumbal Twist Villain dari tokoh-tokoh figuran, mungkin tukang kebun atau satpam sekolah. Kemudian barulah terjadi Twist Villain terjadi berturut-turut, tapi kali ini ....

QUATRO TWIST VILLAIN!!!

Keluhan tambahan, penulis memperkenalkan tokoh baru di novel ini bernama Bobby, alias cucu Kakek Lim si penjaga toko buku antik. Namun, Bobby tidak pernah kelihatan batang hidungnya sampai 20 halaman terakhir, itu pun tidak berperan apa-apa, padahal ada adegan panjang lebar yang mengatakan kalau Bobby akan menjadi pelindung Des.

Anehnya, bukan cuma aku sebagai pembaca yang kebingungan, penulis pun mengakui dan menyadari lewat narasi kalau Bobby ternyata tidak terlalu berguna dalam petualangan mereka ...

TERUS KENAPA DIBUAT TOKOHNYA!!!

Yang aku pikirkan, penulis berencana membuat sisipan romance UwU antara Bobby dan Empat Sekawan, sebab apalah arti Teenlit tanpa love interest. Tapi kemudian penulis malah lupa meletakkan sisipan tersebut akibat terlalu fokus ke cerita utama. Alih-alih menghilangkan tokoh Bobby atau menambahkan beberapa adegan masuk akal, belio malah membuat segmen Epilog yang berbunyi ....

“Maafkan aku,” katanya, menunduk tidak mampu menatap mata orang yang duduk di hadapannya. “Aku bersumpah bahwa aku, Bobby Lim, takkan gagal lagi.”

GAGAL APAAN??? LU DIAJAK MAEN AJA KAGAK, UDAH GAGAL-GAGAL AJE!!!

Batang hidungnya tidak pernah muncul sepanjang cerita, dan tiba-tiba dia sok penting, sok misterius, sok membimbing pembaca menuju novel selanjutnya. Kita tidak peduli padamu, Boo-boo!

Kesimpulan Hantu-hantu Masa Lalu mungkin ... tidak berkesan, tidak memberi angin segar, sebab segala hal yang terjadi di sini juga terjadi di novel pertama. Apa lagi novel ini membuat segala hal sepele menjadi ribet cuma supaya plotnya berjalan.

Aku ingin mengakhiri segmen ini dengan catatan bagus jadi aku akan bilng adegan melawan Nenek Des dan Si Bayangan di akhir cukup seru dan menegangkan.

C. Penokohan

Des. Satu-satunya tokoh yang memiliki konflik berhubungan dengan kemampuannya. Ayolah, kalau tidak ada Des novel ini akan menjadi Teenlit Drama biasa. Namun, personality Des semakin menyebalkan saja di novel ini. Dia sering mengeluh, tidak mau berpartisipasi, sok emo-edgy not like other gorl yang membenci cewek cantik.

Des tidak bersimpati pada Desti yang mengidap Eating Disorder akibat ditindas Luana, dia tetap membicarakan hal-hal jelek dan menyumpah-nyumpahi Desti karena menjadi kroco Mean Girl. Des tidak peduli orang tua Zara meninggal sehingga membuat kepribadiannya manja, Des hanya peduli Zara pasti ngeselin dari orok karena dia artis cantik. Des bahkan tidak peduli akan kematian Zara.

Sifat apatis dan non-empatik Des ini sebenarnya sudah terjadi sejak novel pertama. Lebih parah lagi, di novel pertama Des mengejek teman sekelasnya yang merindukan sang ibu yang sudah meninggal, padahal anak itu terlihat bongsor, kuat, dan jagoan (Des membaca isi pikiran anak itu).

Maksud loh, orang yang kelihatan jagoan gak boleh kangen ibunya gitu? BIG YIKES!

Mungkin akibat darah penyihir mengalir dalam tubuhnya jadi dia otomatis menjadi Psikopat dan Sosiopat. Toh, Des juga menyadari dirinya penuh kebencian. Mungkin penulis memang berencana membuat pembaca kesal pada Des. Oh, dia jelas berhasil! Meskipun aku tetap mengharapkan perkembangan karakternya menjadi lebih baik.

Chira. Kebagian konflik drama keluarga dengan kedatangan Mella. Aku suka konflik Chira dan keluarganya, dan cara mereka menyelesaikan masalah juga masuk akal. Namun, sekali lagi kemampuan Chira tidak digali lebih dalam di sini. Melihat Hantu, tetap menjadi kemampuan Chira yang digembar-gemborkan, tapi juga paling useless.

Erin dan Tori. Tim Hore. Serius, peran mereka di novel ini sama saja seperti novel pertama. Mereka tidak kebagian konflik berfaedah, bahkan tidak banyak ikut andil menyelesaikan konflik berfaedah.

Zara & Mella. Tokoh baru untuk jadi bahan Twist Villain.

Bobby. LO TUH GAK DIAJAK!

Kakek Lim. Masih setia menjadi Shi-fu, tapi dia udah mau pensiun.

D. Dialog.

Seaduhai apa pun plot dan konflik novel ini, rasanya aku tidak punya keluhan dalam segi dialog. Mungkin beberapa kali dialog Des yang minim empati dan tukang nge-judge bikin aku kesal, tapi itu bukan kekurangan sebab memang sesuai kepribadian Des. Lagi pula, tokoh seperti Erin dan Tori yang wholesome dan UwU bisa menutupi hal tersebut. I love them.

Aku juga suka dialog Luana yang tetap menindas kroco-kroconya padahal sedang sakit gigi. Lucu, tidak berlebihan, jadi tidak menjadikannya cringe atau dipaksain. Mungkin aku mengharapkan mantra-mantra sihir dari Des sebagai penyihir. Dia lebih sering membuat ramuan daripada merapal mantra. Dia bahkan tidak pernah mau belajar bahasa Rune kuno dan malah selalu mengandalkan Tori!

Satu lagi alasan untuk tidak menyukai Des, h3h3 ....

E. Gaya Bahasa

Konsep POV1 berpindah-pindah antara Empat Sekawan masih digunakan, dan untungnya kali ini lebih baik dari novel pertama. Setidaknya setiap BAB di sini padu, bukan cuma satu paragraf tok demi menunjukkan reaksi tokoh pada sesuatu. Kepribadian masing-masing tokoh juga menonjol di setiap bab.

Namun, akibat minimnya konflik Erin dan Tori, setiap POV berpindah ke mereka jatuhnya tidak ada urgensi sama sekali. Penulis terlalu memaksakan perpindahan POV antar masing-masing protagonis, tapi belio gagal memberi setiap protagonisnya konflik yang setara. Cuma Chira dan Des yang memiliki konflik konkret.

Satu lagi keluhan sepele, tapi  nyaris membuatku stress tiap kali menemukannya. Aku juga pernah mengeluh pasal ini di novel lain.

MATA BERPUTAR-PUTAR.

Aku tahu maksudnya rolling eyes, tapi kenapa harus berputar-putar? Tahookah penulis dan editor bahwa pengulangan kata berarti dilakukan lebih dari sekali?

Orang bangsa mana yang memutar bola mata lebih dari sekali? Akibatnya, yang aku bayangkan setiap kali membaca mata berputar-putar adalah mata muter-muter puyeng ala Tom and Jerry, dan itu jelas menghilangkan esensi serius dari novel ini!

F. Penilaian

Cover : 3

Plot : 2

Penokohan : 2,5

Dialog : 3

Gaya Bahasa : 3

Total : 2,5 Bintang


G. Penutup

Setelah The Bookaholic Club, ekspektasiku saat mulai membaca Hantu-hantu Masa Lalu sangat tinggi. Namun, aku malah disuguhi konsep, plot, serta konflik dan penyelesaian yang sebagian besar sama seperti novel sebelumnya. Lebih parah, aku bahkan disuruh peduli pada tokoh baru yang benar-benar tidak memiliki peran konkret sepanjang cerita!

Novel ini menjanjikan trilogi, tapi belum ada kabar beritanya sampai sekarang, menurutku itu bendera merah dalam sebuah novel. Artinya penulis belum siap mengakhiri novel ciptaannya, tapi juga tidak menemukan alasan bagus untuk tetap melanjutkan.

Aku mengatakan ini berkali-kali. Enough is enough! Cerita yang bagus dan dicintai dan sudah tamat. Biarkan tetap tamat. Jangan malah dipanjang-panjangin tapi berujung maksa (lirik seseorang).

Aku bersyukur Buk Poppy tidak melakukan hal ini ke Mirror, Mirror on the Wall... sebab aku tidak akan sebegini besar mencintai novel tersebut kalau ada sequel, trilogi, tetralogi, sampai logi-logi lainnya yang malah maksa sekaligus bikin esensi bagusnya hilang. Sekali lagi pentingnya kerangka cerita dalam membuat novel jangka panjang.

Bahkan perusahaan semodel Disnep sedang terperosok dalam jurang ini. Membuat sequel dari film-film yang dicintai semua orang, tapi tidak tahu bagaimana cara mengeksplor cerita lebih jauh sehingga malah membuat pemirsa kecewa, berbalik membenci. Ekhem ... marilah kita tidak membahas Disnep lebih jauh.

Sekian dulu review kali ini, kita akan bertemu lagi di ... entahlah di novel apa. TUNGGU SAJA! Sampai jumpa di pertemuan berikutnya ^o^/

Comments

Post a Comment

Impy's all-time-fav book montage

The School for Good and Evil
A World Without Princes
The Last Ever After
Quests for Glory
House of Secrets
Battle of the Beasts
Clash of the Worlds
Peter Pan
A Man Called Ove
My Grandmother Asked Me to Tell You She's Sorry
The Book of Lost Things
The Fairy-Tale Detectives
The Unusual Suspects
The Problem Child
Once Upon a Crime
Tales From the Hood
The Everafter War
The Inside Story
The Council of Mirrors
And Every Morning the Way Home Gets Longer and Longer


Impy Island's favorite books »

Baca Review Lainnya!

Ily

Laut Bercerita

Matahari Minor

Aku Menyerah pada Serial Omen-nya Lexie Xu

Novel-novel Terkutuk (Mostly Watpat)

Mbah Rick Riordan Melanggar Semua Pakem dalam menulis POV1 (dan Tetap Bagus)

Peter Pan