Reincarnation Without a Goal


Judul : Reincarnation Without a Goal

Penulis : Kiprang Novel

Penerbit : Benito Group

ISBN : 9786235593951

Tebal : 107 Halaman

Blurb :

Sang Kematian yang mengatur jiwa. Dia yang berhak menentukan siapa yang layak untuk mendapat kesempatan kedua hidup kembali di dunia.

Namun, ada hal yang membuatnya penasaran. Bagaimana rasanya hidup di dunia? Mengapa jiwa-jiwa ingin sekali kembali menjalani hidup di sana? Mengapa mereka tidak tampak mendambakan surga yang dijanjikan?

Karena itulah dia mengutus kedua ciptaannya untuk menjalani hidup di dunia. Bagaimana kisahnya?
MENGANDUNG SPOILER!!!

A. Review Istimewa Pasca OMNJ (One Month No Julid)

Hellow Pembaca Budiman di mana pun kalian rebahan. Sebelumnya izinkanlah Impy mengucapkan Minalaidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin. Seperti yang kalian tahu selama puasa dan lebaran Review Impy tidak begitu aktif, tentu saja karena Ramadhan merupakan bulan suci yang mana julid sebaiknya dihindarkan.

Boong, deng!

Selama bulan puasa, raga ini bawaannya lemah-lemes-lesu-lunglai-loyo sehingga hasrat julid pun tidak tersisa sama sekali. Tapi sekarang tidak lagi, Emilio! Pagi-pagi tadi aku sudah minum es kopi guddey, sudah makan siang lima piring, serta nyemil kapur barus. Tenagaku untuk membuat konten blog pun pulih seutuhnya.

Review kali ini lagi-lagi spesial, karena aku kembali membahas karya ciptaan teman pesbuk lope-lope. Mari berkenalan dengan Kiprang Novel, bersama anak ciptaannya yang berjudul Reincarnation Without a Goal (prok-prok-prok!)

Entah kenapa setiap membaca nama Kiprang, otak ini langsung membayangkan kue biji ketapang buatan Enyak. Biji ketapang terenak di dunia. Ekhem ... Suatu hari, Sodari Kiprang dengan rendah hati meminta pendapatku tentang karya ciptaannya. Sodari Kiprang bilang dia membaca banyak review-ku, menurutnya pendapatku cukup objektif dan bermanfaat. Aw, Thanks ❤️

Tentu saja aku senang bukan kepalang. Mengapresiasi karya teman seperjuangan yang berdedikasi tinggi? Yes, Please!

Lagi pula, karya Sodari Kiprang sudah memenuhi satu-satunya kriteria di Review Impy, yaitu TERBIT. Maka aku pun memesan satu biji RWG (itu singkatan judulnya, ea!). Dan kesan pertama saat bukunya sampai adalah, "Ey, tipisnye!" Ternyata eh ternyata, ini memang jenis novelet. Well, well, well ... aku memang gak terlalu memperhatikan, h3h3 ... BUT IT'S OKHAY!

Dari segi sampul ... Um, terlalu gelap tapi aku suka aksen pinggirannya, juga pemilihan font yang terkesan simple. Lagi pula sampul novel ini memang cocok dengan vibe sepanjang cerita. Nah, bagaimana isi buku ini sendiri?

Mari kita tengok!

B. Plot

Premis cerita novelet ini bisa dijabarkan sebagai berikut. "Keingintahuan Sang Kematian pada kehidupan fana". Demi mendapatkan jawaban atau pengertian tentang kehidupan fana, Sang Kematian pun meminta dua jiwa kepada Sang Pencipta untuk menjadi utusan yang akan dikirim ke dunia dan menjalani kehidupan dalam pengawasan Sang Kematian sendiri.

Reincarnation Without a Goal. Itu judul yang menggambarkan isi ceritanya, sebab dua jiwa utusan Sang Kematian ini memang tidak harus menyongsong tujuan apa pun di dunia. Sang Kematian cuma ingin mereka hidup, mencari makna kehidupan, yang nantinya mungkin bisa masuk akal serta menjawab segala pertanyaan Sang Kematian.

Itu premis yang superb. Tapi sebenarnya ada banyak kejanggal dari eksekusi premis itu ... Rasanya aku paham apa yang ingin disampaikan penulis, tapi di sisi lain tidak menangkapnya sama sekali akibat eksekusi yang tidak sesuai.

Pertama, Sang Kematian bertanya-tanya kenapa jiwa-jiwa manusia ingin bereinkarnasi, alias kembali ke bumi daripada pergi ke surga yang indah. Itu sebabnya dia mengutus Zilla dan Deimos ke bumi. Supaya mendapatkan jawban tersebut.

Tadinya aku pikir kita akan diajak berpetualang bersama Zilla dan Deimos. Melihat susah dan senangnya mereka menghadapi kehidupan, sampai akhirnya mereka mati, karena tragedi, atau usia tua, atau apa pun itu.

Nah, nantinya Sang Kematian pun melihat orang-orang yang ditinggalkan Zilla dan Deimos sedih berlebihan, atau mereka meninggalkan orang yang paling dicintai, atau tempat tinggal mereka jadi kacau balau semenjak kepergian mereka. Kemudian ada adegan Zilla dan Deimos memohon kepada Sang Kematian untuk kembali bereinkarnasi ke bumi. Padahal ceritanya mereka mati dalam keadaan tragis.

Itu sangat masuk akal, 'kan? Sang Kematian pun mendapatkan jawaban dari pertanyaannya. "Oh, ini alasan orang-orang ingin bereinkarnasi. Karena seberapa pahitnya kehidupan, selalu ada hal yang patut diperjuangkan kembali atau diperbaiki, itu sebabnya jiwa-jiwa menginginkan kesempatan kedua." Itulah kesimpulan yang aku harapkan dari kisah ini.

TERNYATA TIDAK DEMIKIAN!

Zilla dan Deimos (utusan Sang Kematian) mintak pulang literally satu halaman setelah diturunkan ke bumi. Dan alasannya benar-benar sepele. Cuma karena ketakutan ditagih utang ame preman!

Ya, ya, ya ... aku paham mereka masih kecil, orang tua mereka terbunuh di depan mata, tapi bukannya itu rencana Sang Kematian mengirim Zilla dan Deimos sejak awal? MENJALANI KEHIDUPAN SESUKANYA. Masa baru dapet cobaan begitu aja langsung dibawa pulang lagi! Dari mana makna hidup yang bisa diambil dong?

Sang Kematian bahkan membiarkan Si Kembar menenangkan diri sebelum kembali bereinkarnasi ke bumi, karena mereka begitu syok atas kehidupan terdahulu mereka. Loooh ... itu malah jadi kontradiksi dari pertanyaan Sang Kematian di blurb! Boro-boro minta reinkarnasi, mereka malah kapok gitu dikirim ke bumi!

Kalian mengerti maksud kejanggalan ini?

Itu kehidupan Zilla dan Deimos yang pertama. Kehidupan kedua mereka bahkan lebih parah janggalnya! Sang Kematian mengirim Si Kembar ke keluarga mapan kali ini. Mereka pun hidup selama 14 tahun bersama keluarga Pemburu Iblis. Suatu hari Si Kembar mengajak Sang Kematian untuk ikut serta ke bumi, menyamar sebagai pelatih.

Sang Kematian setuju, lalu menyamar menjadi manusia 'normal'. Nah, sebelum itu Zilla dan Deimos meminta Sang Kematian untuk menghilangkan aura utusan mereka, sebab iblis tidak mau menyerang mereka karena iblis tahu mereka utusan Sang Kematian. Si Kembar bilang, proses pemburuan iblis menjadi terlalu mudah. Maka Sang Kematian pun menghilangkan aura mereka.

Kalian sudah menemukan kejanggalan di sini?

Benar ... Zilla dan Deimos ingin menghilangkan aura Sang Kematian dari tubuh mereka supaya iblis mau menyerang mereka tanpa takut, tapi mereka mintak Sang Kematian tinggal bersama mereka. YA SAMA AJA BOONG DOOONG!!!

Ibaratnya aku bawa papan bertulis JANGAN MACEM-MACEM, BAPAK SAYA TENTARA. Nah, suatu hari aku buang papan itu, tapi aku jalan gandengan ama bapakku yang tentara, kalian paham maksudku???

Ya, bapakku mungkin tidak memakai baju loreng, tapi siapa pun yang tahu bapakku tentara pasti tidak berani macem-macem padaku. Begitu juga Sang Kematian, meskipun dia sudah menyamar menjadi manusia normal, para iblis TAHU siapa Sang Kematian itu meski sudah menyamar.

(Elus-elus jidat) Udah aura Si Kembar dihilangkan, Sang Kematian balik ke istananya sehingga dia tidak ada bersama mereka saat serangan Iblis terjadi (bruuh). Di sini aku paham kenapa penulis memutuskan untuk menghilangkan aura Zilla dan Deimos, supaya ada tragedi ini saat mereka tidak dalam perlindungan Sang Kematian.

Yang bikin aku heran, kenapa penulis memutuskan Sang Kematian setuju untuk ikut bersama Si Kembar sehingga aku protes di atas tadi. Kenapa tidak membuat Si kembar HANYA meminta auranya dihilangkan. Dengan begitu Sang Kematian bisa tetap di istananya, dan tetap bisa ada adegan dia kelewatan tragedi serangan iblis.

Protesku belum selesai sampai situ!

Zilla dan Deimos yang selama 14 tahun dibesarkan oleh keluarga Pemburu Iblis, pada akhirnya menangis sambil berpelukan, merengek pada Sang Kematian untuk dipulangkan lagi saat ada serangan iblis! WHAT! CEMEN BANGET LUH!!!

Maksudku nih ... buatlah sebentar adegan mereka berjuang melawan iblis-iblis. Jabarkan saat mereka awalnya senang melawan para iblis tanpa aura Sang Kematian, mereka akhirnya mendapatkan tantangan sesungguhnya. Kemudian mulai menyesal karena ternyata para iblis terlalu kuat, bahkan memutus salah satu tangan Zilla.

Nah, dengan begitu kan Si Kembar jadi punya justifikasi untuk merengek minta pulang, kita sebagai pembaca pun bersimpati alih-alih ngatain mereka cemen. Inilah yang aku bilang, sebenarnya aku tahu apa yang ingin disampaikan penulis, tapi eksekusinya kenapa aneh begini!

Setelah huru-hara tersebut pun akhirnya Sang Kematian membawa Si Kembar pulang sambil menghukum Iblis yang membunuh mereka di tempat Dewa Matahari. Sang Kematian dan Dewa Matahari pun ngerumpi sejenak, sebelum akhirnya Sang Kematian menyimpulkan bahwa ....

"Barang kali aku memang tidak harus tahu arti kehidupan. Yang lalu biarlah berlalu. Jalankan saja takdir hidup yang sekarang sebaik mungkin."

Mohon maaf nih, Pacc ... ITU BUKAN KESIMPULAN YANG DIKAU TANYAKAN DI AWAL!!!

Pada akhirnya semua jadi kontradiksi lagi. Kenapa orang-orang mau bereinkarnasi? Eh, ternyata lebih baik gak usah reinkarnasi, jalani saja takdir yang sekarang. Looohh ... pertanyaan ke mana jawaban ke mana jadinya, yakan?

Harus aku katakan premis cerita ini sangat-sangat-sangat menarik, tapi mungkin karena cuma berbentuk novelet pengembangan ceritanya jadi kurang. Tidak cukup waktu untuk menjelaskan sebab-akibat atau World Building konkret. Rasanya penulis ingin menyampaikan lebih banyak konflik dan sub-plot, tapi lapaknya tidak memadai. Pada akhirnya malah jadi dangkal dan kontradiksi begini.

Sebenarnya kesimpulan Sang Kemtian di akhir itu cocok kalau melihat konteks keingintahuan Sang Kematian pada masa lalunya sendiri. Jadi ... Sepanjang cerita Sang Kematian bertanya-tanya hidup di masa lalu seperti apa, sebelum jadi Dewa dia itu apa, apakah dia bahagia atau sengsara. Plot semacam ini mengingatkanku pada Film Raise of the Guardians btw.

Namun, sekali lagi ... bukan itu pertanyaan Sang Kematian di awal (juga di blurb). Bukan itu tujuannya mengirim Zilla dan Deimos ke bumi. Itulah sebabnya cerita ini akan lebih barokah kalau dibuat lebih tebal, perdalam sisi-sisi yang terkesan dangkal, perdalam World Building dan hukum sebab-akibat sepanjang cerita.

Novel ini sudah punya pondasi yang kokoh, tinggal dikembangkan menjadi lebih barokah lagi.

C. Penokohan

Sang Kematian (Paman Kema). Wait a minit ... apakah Kema diambil dari KEMAtian? Xixixi, what a punny name, Darling! Good job. Aku suka vibe Kema sebagai Dewa Kematian (bedakan dengan Dewa Pencabut Nyawa). Dia misterius, terkesan bijak, rada-rada gelap juga dalam menilai seseorang.

Meskipun aku rada bingung, kalau Kema bisa menyamar dan turun ke bumi, kenapa bukan dia sendiri yang turun merasakan kehidupan dan cari jawaban sendiri. Seperti Dewa Wisnu yang bereinkarnasi jadi Krisna, juga Ramayana. Kenapa harus pakai utusan? Apa takut tugasnya tidak ada yang jaga? Helooow ... sebagai Dewa affah iyah kamu tidak punya pesuruh?

Oh, aku juga mau membahas betapa narsisnya si Kema. Jadi dia diceritakan bisa mengubah wujud berbagai bentuk, tapi saat menyamar jadi manusia dia memutuskan untuk tetap jadi lebih tinggi dari manusia lain supaya bisa dipuji "Wah, tinggi sekali." Sama si ibu pemilik rumah (muter bola mata). Sure, Kema! EAT THAT PRAISE!

Zilla & Deimos. Si Kembar utusan Sang Kematian. Aku selalu suka tokoh kembar terutama cowok-cewek, jadi ini mungkin agak subjektif. I love them ... TAPI! Aku benci setengah mati dengan betapa cemennya mereka, terutama di kehidupan kedua. JUSTICE FOR ZILLA AND DEIMOS!!!

Mentari (Dewa Matahari). He is Apollo! You can't tell me otherwise! Sifat dan sikapnya pun supel dan bersahabat persis gambaran stereotipikal Apollo di novel-novel khalayak ramai. Jadi aku suka dia, mesem-mesem setiap dia muncul dalam cerita.

Ada lagi gak, sih? Kayaknya segitu aja tokoh yang penting, h3h3 ....

D. Dialog

Porsi dialog dalam novel ini lebih sedikit dari narasi, dan setiap ada dialog aku tidak pernah keberatan. Dialognya enak dibaca, terutama Sang mentari (tentu saja ini bias). Namun, aku kurang suka dialog Zilla dan Deimos yang kesannya selalu jadi anak kecil padahal di satu kesempatan mereka sudah 14 tahun.

Sekali lagi ... peran mereka secra keseluruhan kurang oke di sini karena jumlah lembarnya yang tipis. ARGH!!! Aku mau novel ini setebal Icylandar!!!

E. Gaya Bahasa

Cerita ini mengambil sudut pandang orang pertama lewat Sang Kematian sendiri, dan aku berharap lebih banyak dialog batin haqiqi dari belio. Daripada cuma pertanyaan-pertanyaan tentang masa lalunya. Misalnya dia lebih mengobservasi kehidupan Si Kembar dari jauh sambil menyimpulkan sesuatu dari kehidupan mereka.

Usut punya usut, novelet ini dikembangkan dari cerpen, dan itu membuatku semakin penasaran. Kalau segini aja terlalu tipis apa lagi saat jadi cerpen. Atau mungkin ceritanya bisa lebih masuk akal dan tidak kontradiksi kalau berbentuk cerpen? Ekhem, Sodari Kiprang, boleh kasih liat saat naskah ini berbentuk cerpen?

Sebenarnya terlihat jelas kalau novelet ini tadinya cerpen dari bridging terlalu panjang di awal. Bridging adalah kalimat jembatan menuju sebuah pesan yang ingin disampaikan nantinya. Nah, di awal penulis membuat filosfi tentang Jiwa dan Raga yang nyaris memakan tiga lembar, padahal seharusnya tidak perlulah sepanjang itu, Zeyenk. Sebab menurutku pesan filosofi itu sudah mantap sejak di halaman pertama.

Oh, satu lagi ... ini sebenarnya kritik untuk layouter dan proofreader. Kalian harus lebih teliti dalam proses pengecekan tata letak di akhir, sebab tata letak novel ini bisa dibilang brekele. Terutama dalam pemotongan kata yang letaknya tidak tepat. Bahkan di satu kesempatan ada ilustrasi bab yang menghilang.

So ... diperbaiki lagi kualitasnya, maksudku ini bukan naskah yang terlalu tebal, dan penerbit Benito sudah bukan penerbit ecek-ecek sepenglihatanku. Kalian bisa lebih baik dari ini. (Setelah kulihat, Proofreader dan Layouter-nya satu orang yang sama. Kalau capek istirahat dulu ya, Zeyenk, h3h3 ....)

Gambar Bab-nya mana?


Kayak gini terjadi di sepanjang buku

Selain hal-hal di atas, aku enjoy membaca buku ini. Bahkan, aku membacanya dalam waktu dua jam sahaja.

F. Penilaian

Cover : 3

Plot : 2

Penokohan : 2

Dialog : 2

Gaya Bahasa : 3

Total : 2,5 Bintang

G. Penutup

Jujurlly, ini pertama kali aku membaca novel bertema reinkarnasi, dan bisa dibilang novelet Sodari Kiprang membuatku ingin membacanya lebih banyak. Ya, cerita ini tidak sesuai ekspektasiku, ya cerita ini terlalu tipis, tapi sebenarnya memiliki pondasi kuat. Barang kali Sodari Kiprang ada rencana mengembangkan novelet ini menjadi novel konkret, dan menerbitkan ulang? Aku akan sangat menantikannya.

Masih banyak hal yang ingin aku tahu dari cerita ini. Tentang apa kriteria jiwa yang bisa bereinkarnasi, apa mantra untuk bisa menemui Kema, dari mana mantra itu bisa didapat, seperti apa prosesnya, dan kalau sudah berhasil menemui Kema pun, apa yang harus dilakukan supaya permohonan reinkarnasi di-acc.

Intinya I WANT MOAR!!!

Mungkin segitu dulu review dariku. Aku berusaha seeobjektif mungkin, tapi selera jelas mempengaruhi. Lagi pula, bisa jadi apa yang hendak disampaikan Sodari Kiprang berbeda dengan apa yang ditangkap otak 100KB milikku ini. Mohon maaf jika ada salah kata, dan jangan sungkan untuk membantah review-ku ini, Sodari Kiprang! AYO BANTAH!!!

Aku tunggu karya-karya lainnya darimu, terutama aku tinggu pengembangan novelet ini menjdi novel beneran, xixixi ....

Sampai jumpa di review berikutnya ^o^/

Comments

  1. Nilai IPK-nya 2,5.🤐

    Julidnya sopan banget😏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau berurusan ama T baru no sopan sopan xixixix

      (Bercanda loooh)

      Delete

Post a Comment

Impy's all-time-fav book montage

The School for Good and Evil
A World Without Princes
The Last Ever After
Quests for Glory
House of Secrets
Battle of the Beasts
Clash of the Worlds
Peter Pan
A Man Called Ove
My Grandmother Asked Me to Tell You She's Sorry
The Book of Lost Things
The Fairy-Tale Detectives
The Unusual Suspects
The Problem Child
Once Upon a Crime
Tales From the Hood
The Everafter War
The Inside Story
The Council of Mirrors
And Every Morning the Way Home Gets Longer and Longer


Impy Island's favorite books »

Baca Review Lainnya!

Ily

Laut Bercerita

Matahari Minor

Aku Menyerah pada Serial Omen-nya Lexie Xu

Novel-novel Terkutuk (Mostly Watpat)

Mbah Rick Riordan Melanggar Semua Pakem dalam menulis POV1 (dan Tetap Bagus)

Peter Pan