Tips Menulis ala Pacc Fredrik Backman (Part 2)

Cihuy, Pacc Backman Lagi!

Postingan ini memakan waktu lebih lama dari seharusnya, h3h3 ....

PART 2 dari tips barokah Pacc Backman yang kita ... Ekhem, AKU tunggu-tunggu. Sebab aku tidak tahu kalian menunggu-nunggunya atau tidak, xixixi. Sekali lagi, tips ini diambil dari Instagram Pacc Backman yang bisa kalian temukan di sini.

Pacc Backman juga mewanti-wanti kalau tips ini diambil dari pengalaman pribadinya, dan mungkin tidak akan cocok untuk semua orang. Ini adalah tips yang berguna untuk dirinya sendiri, tapi dia juga mau berbagi kepada penulis lain, siapa tahu  di luar sana ada yang merasa cocok. Oh, what a great writer he is.

Nah, tidak perlu berlama-lama lagi. Mari kita tengok.

8. Don't Start (Jangan Memulai)

Pertama, jangan pernah bilang pada siapa pun kalau kita sedang mulai menulis buku, sebab orang-orang pasti akan terus bertanya kapan kita menyelesaikannya. Semua itu hanya akan menjadi tekanan baru untuk kita, selain segala tekanan yang sudah kita dapat dari menulis.

Bahkan, kita tidak perlu memulai tulisan sama sekali. Sebab memulai artinya membuat pembukaan, dan terkadang ide tidak serta-merta datang secara urut. Terkadang kita membayangkan sebuah adegan menarik di pertengahan, atau kita membayangkan dialog-dialog indah antar dua tokoh, atau malah bagian akhir yang pertama muncul.

Apa pun yang pertama muncul di kepala kita, segeralah tulis ide-ide tanpa harus berpikir berjam-jam untuk memulai dari pembukaan. Yang paling penting saat menulis adalah bermain-main dengan ide, menjadi kreatif. Tidak perlu memikirkan runtut adegan, tidak perlu memikirkan kelogisan.

Tulis dulu segala hal yang ada di kepala kita untuk kisah tersebut. Percayalah suatu hari kreatifitas yang tidak berurutan itu akan menemukan tempatnya sendiri. Suatu hari ide untuk adegan pembukaan akhirnya muncul, kita benar-benar siap menulis kisah ini. Di sisi lain kita sudah punya banyak adegan-adegan yang tinggal disusun atau dimodifikasi.

9. Don't Ask for Feedback (Tidak Perlu Meminta Masukan)

Penulis selalu diharapkan untuk "kebal" dalam menghadapi kritik. Nyatanya, sangat sulit menjadi kebal di saat penulis justru sensitif serta emosional ketika berkreatifitas lewat tulisan, dan sangat sedikit orang yang bisa mengontrol hal tersebut. Sebagian besar penulis pasti sedih ketika mendapatkan kritik.

Itulah yang membuat masukan berbeda, sebab masukan diminta ketika naskah sedang dalam tahap pengerjaan, bukan setelahnya. Lain dari Kritik yang tidak perlu mencantumkan saran. Masukan memang bertujuan untuk membantu penulis. Masukan harus mengetahui apa sisi baik dari sebuah tulisan, untuk kemudian dikembangkan menjadi lebih baik lagi.

Itulah alasan kenapa sebagai penulis kita sebaiknya hindari meminta masukan, sebab manusia cenderung kritis saat dimintai masukan sehingga yang kita dapatkan mungkin tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Alih-alih masukan, cobalah menanyakan hal yang lebih spesifik seperti, "Apa yang kamu sukai dari tulisanku?"

Jawaban yang diberikan pasti positif, dan kita bisa fokus pada sisi positif tersebut untuk mengaguminya bahkan memperbaiki agar lebih sempurna lagi. Barulah setelah itu kita bisa mempersiapkan diri dan melanjutkan, "Nah, sekarang aku siap mengetahui apa yang tidak kamu sukai dari ceritaku."

Apa pun jawaban yang diberikan mungkin masih menyakiti hati kita, tapi setidaknya kita sudah mendapatkan tameng dari sisi positif cerita kita di pertanyaan sebelumnya. Kita tidak akan terlalu terpukul, bahkan mungkin malah lebih memahami cerita kita, lantas mengimbangi sisi positif dan negatif tersebut hingga menjadi satu kisah yang padu.

10. Be a Dissapointment (Jadilah Kekecewaan)

Tekanan akan selalu ada dalam setiap hobi, terutama dalam dunia kepenulisan. Kita merasa tertekan saat tulisan belum rampung, tekanan yang datang dari luar atau diri sendiri. Namun, tekanan tersebut akan berkali-kali lipat setelah kita menyelesaikan tulisan. Lebih besar lagi jika tulisan kita sudah dikenal oleh khalayak ramai.

Tulisan yang tidak dipublikasi hanya dinikmati oleh diri sendiri, tapi ketika tulisan sudah dipublikasi mau tidak mau kita harus (atau setidaknya berusaha) memuaskan orang lain juga. Saat tulisan pertama kita dicintai, tulisan kedua, ketiga, keempat, juga harus dicintai. Dan orang-orang pasti akan protes jika tulisan kita "menurun".

Belum lagi, seiring tingginya popularitas, semakin tinggi ekspektasi pembaca, media, dan lain-lain. Rekan-rekan penulis meminta saran, kritikus memberi kritik, media menawarkan promosi. Sebagai penulis kita akan berusaha keras untuk tidak mengecewakan mereka, tapi dari situlah tekanan paling besar datang.

Kita bisa saja menolak, atau menghindari segala perhatian dan permintaan tersebut. Namun, terkadang menolak tawaran bisa menyakiti hati seseorang, dan bahkan hati kita juga. Cara terbaik untuk mengatasi itu adalah untuk memikirkan diri kita terlebih dahulu, jadilah egois, jadilah mengecewakan. Terkadang itu yang terbaik.

11. End Things (Akhiri!!!)

Fredrik Backman sangat mencintai penulis cerita anak, dan kebanyakan tulisan beliau pun mengambil struktur cerita anak ataupun dongeng-dongeng. Misalnya, beliau biasa membuat cerita-cerita pendek yang fokus pada kalimat pembuka, serta kalimat penutup sebelum tidur. Kebiasaan tersebut membuatnya mampu menulis novel pertamanya.

Kebiasaan tersebut juga beliau juluki metode "Akhiri", lantaran beliau akan membuat beberapa chapter dengan jumlah kata yang sama, sekitar dua ribu atau tiga ribu kata, atau sekitar tiga sampai empat halaman Ms. Word. Kenapa? Menurut Fredrik Backman, sebuah novel akan lebih enak dibaca ketika setiap chapternya mempunyai kesimpulan, alias akhir.

Dengan begitu pembaca tidak akan berhenti sebelum mencapai akhir chapter, pembaca jadi punya target sampai chapter mana mereka akan berhenti membaca. Metode itu dibuat, sebab penulis ingin pembaca juga merasakan apa yang penulis rasakan, emosi yang disampaikan dalam setiap chapternya alih-alih dibuat menggantung dan malah terlupakan.

Fokus pada setiap chapter, jadikan sebuah cerita padu masing-masing. Mulai dan akhiri. Ulangi di hari berikutnya. Itu juga bisa membuat penulis merasa puas, karena telah menyelesaikan satu hal, daripada tertekan karena satu novelnya tidak kunjung selesai.

12. Don't Write for Them (Jangan Menulis untuk Mereka)

Musuh bebuyutan, tapi juga sahabat terbaik penulis mungkin adalah kritik. Sebagian orang bilang pahami kritik tersebut saat diberikan, sebagian lain bilang tidak usah didengarkan sama sekali. Yang jelas kalimat buruk tidak pernah termasuk ke dalam kritik, dan siapa pun yang membuat kalimat buruk dan menyebutnya kritik, adalah kumpulan pembenci.

Mungkin, hal terbaik yang bisa penulis lakukan dalam menghadapi mereka adalah, "JANGAN".

Jangan menulis untuk mereka, jangan selalu berusaha membuat mereka puas, sebab mereka tidak akan pernah puas. Jangan berusaha membuktikan apa pun, karena sesungguhnya mereka tidak benar-benar peduli. Tidak peduli seberapa keras kita berusaha, seberapa baik pencapaian kita, akan ada orang yang menganggap semua itu belum benar.

Kita mustahil cocok pada selera semua orang di dunia. Apapun pendapat atau "kritik" orang pada tulisan kita, mereka mungkin tidak sepenuhnya salah, tapi mereka bukan benar dalam segalanya juga. Pasti ada orang di luar sana yang mengaggumi tulisan kita, menjadikan kita inspirasi, menjadikan kita panutan.

Menulislah untuk orang-orang itu, bertahanlah untuk mereka, dan jadilah yang terbaik demi mereka. Jangan takut salah mengambil jalan, setidaknya kita tengah menempuh perjalanan. Kita mungkin tidak menemukan apa yang kita cari, tapi para pembenci tidak akan pernah menemukannya sama sekali.

13. Give Up (Menyerahlah)

Bagi beberapa penulis, menulis adalah hal mudah, menyenangkan, menenangkan. Namun, beberapa penulis justru merasa kepercayaan dirinya runtuh saat menulis. Bukan karena mereka membenci kegiatan tersebut, hanya saja ... terkadang hal tidak berjalan sesuai rencana. Saat jalan terasa buntu, para penulis ini akan mencoba berbagai hal.

Mendengar musik, meditasi, baca beberapa buku sebagai inspirasi, download aplikasi plotting novel, dan sebagainya. Namun, pernahkah kita berpikir semua sudah dilakukan, tapi tidak berhasil. Mungkinkah kita harus ... menyerah?

Coba bayangkan berapa banyak karya yang telah kita ciptakan. Itu menakjubkan. Tapi coba bayangkan berapa banyak karya yang kita tinggalkan, karena kita sudah angkat tangan? Saat itu kita mungkin menggali terlalu dalam, sampai lupa apa yang sebenarnya sedang kita cari. Kalau sudah begitu, keputusan terbaik adalah menyerah.

Putar dulu haluan kita. Itu memang menyedihkan, memang memalukan, tapi percayalah itu tidak masalah. Terkadang cerita berhenti di tempat, Tokoh tidak menemukan tujuan, rencana tidak berjalan sesuai keinginan. Sebab tidak ada lagi yang bisa kita lakukan untuk kisah itu, dan memaksa hanya menjadikannya lebih buruk.

Menyerahlah, tapi jangan pernah melupakan. Suatu hari nanti percayalah kita akan menemukan jawaban dari kisah-kisah yang tidak pernah terjawab. Dengan pengetahuan baru, dengan semangat baru, hal yang kita tinggalkan akan menjadi harta karun terbesar untuk kita juga.

14. Do it Wrong (Lakukan dengan Salah)

Menulis tokoh dan penokohan mungkin menjadi hal paling menyusahkan penulis. Tak jarang tokoh-tokoh dalam cerita kita terasa dangkal, stereotipikal, bahkan tidak masuk akal. Itu terjadi karena tokoh yang kita tulis biasanya berbanding terbalik dengan diri kita sehingga tokoh tersebut malah terasa seperti karikatur daripada tokoh yang utuh.

Fredrik Backman punya satu metode ketika membuat tokoh maupun penokohan, yaitu lakukan dengan salah. Atau lebih spesifik lagi, lakukan kebalikannya. Maka jika kalian hendak menulis tokoh anak-anak, tulislah dia seperti orang berusia 80 tahun, jika kalian kesulitan menulis tokoh laki-laki, tulislah seperti kita menulis tokoh perempuan.

Cara itu membuat kita sebagai penulis menyadari stereotipikal serta tanggapan kita terhadap kaum tertentu, lantas mengatasinya, dan memodifikasi hal tersebut ke arah yang lebih kompleks. Metode itu juga bisa kalian lakukan pada hal-hal lain. Jika kita hendak membuat tokoh musuh, buatlah dia seperti tokoh pahlawan, jika kita mendeskripsikan benda, buatlah seolah benda itu punya perasaan.

Metode itu mungkin tidak akan menyelesaikan masalah kita saat itu juga. Namun, jika rasanya tulisan kita diam di tempat, metode ini bisa menjadi sedikit latihan untuk melancarkan peredaran kreatifitas di otak kita.

Bersambung

Wow, tujuh lagi tips menulis barokah ala Pacc Backman. Hmm ... jujurlly, dalam tips ini aku agak heran dengan nomor 14, sambil menulis tips, biasanya aku membayangkan diriku melakukan tips tersebut di dunia nyata. Sayangnya, aku masih belum mengerti konsep membuat kebalikan dari tokoh yang kita buat.

Ralat, sebenarnya aku mengerti kalau menulis kebalikan dari tokoh yang kita buat bisa jadi berguna dalam hal memotong stereotipikal. Misalnya cewek = suka pink, cowok = biru. Cewek = suka belanja, cowok = suka perang. Ya, ya, ya ... rasanya aku paham, tapi aku belum pernah melakukan itu sama sekali dalam ceritaku. itu bisa jadi penokohan yang menarique.

Nah, bagaimana menurut kalian? Apakah kali ini Pacc Backma SLAAYYY seperti sebelum-sebelumnya? Kalau bagiku sih dia selalu SLAAYY!!!

Masih ada satu part lagi perihal Tips barokah dari Pacc Fredrik Backman, dan aku tidak sabar untuk menulisnya. Semua ilmu ini, meskipun berdasarkan pengalaman pribadi, tapi sangat bisa kita terapkan pada diri sendiri juga.

Sampai jumpa di lain waktu ^o^/

Comments

Impy's all-time-fav book montage

The School for Good and Evil
A World Without Princes
The Last Ever After
Quests for Glory
House of Secrets
Battle of the Beasts
Clash of the Worlds
Peter Pan
A Man Called Ove
My Grandmother Asked Me to Tell You She's Sorry
The Book of Lost Things
The Fairy-Tale Detectives
The Unusual Suspects
The Problem Child
Once Upon a Crime
Tales From the Hood
The Everafter War
The Inside Story
The Council of Mirrors
And Every Morning the Way Home Gets Longer and Longer


Impy Island's favorite books »

Baca Review Lainnya!

Ily

Laut Bercerita

Matahari Minor

Aku Menyerah pada Serial Omen-nya Lexie Xu

Novel-novel Terkutuk (Mostly Watpat)

Mbah Rick Riordan Melanggar Semua Pakem dalam menulis POV1 (dan Tetap Bagus)

Peter Pan