Icylandar #2 (The Journey)


Judul : Icylandar #1 (The Journey)

Penulis : Dionvy

Penerbit : Pustaka Redemptor

ISBN : 9786029708714

Tebal : 803 Halaman

Blurb :

"Sampai selamanya, kerajaan elf
tidak akan pernah dipimpin oleh api"

Sebaris ramalan kuno yang membuat jantung Padris hampir berhenti berdetak. Ramalan ini serasa mematahkan ramalan sebelumnya yang menyatakan bahwa ia ditakdirkan untuk menyatukan seluruh kerajaan elf. Ramalan yang salah ataukah kematian yang akan dihadapinya?

Namun, Padris tidak memiliki waktu untuk meratapi nasibnya. Jendral Antolin dan Jendral Rafael mengajaknya berkelana melihat dunia luar. Mengunjungi pertambangan emas megah milik Kerajaan Icylandar, terperangkap di dalam gua bawah tanah, menemukan kerangka yang masih berpakaian lengkap, berjuang melawan ganasnya badai di antara tebing-tebing pegunungan, melarikan diri dari kepungan pasukan rahasia Kerajaan Deyreudolf yang sangat menginginkan kematiannya, dan pada akhirnya bertatap muka dengan orang tua kandungnya.

Ternyata masih ada kisah masa lalu yang ditutup-tutupi oleh semua pihak. Kisah yang begitu memilukan. Sebuah kisah yang tidak ingin dialami oleh siapapun.
MENGANDUNG SPOILER!!!

A. I Started a Joke ....

Aku sudah siap secara fisik dan mental untuk melanjutkan Icylandar 2 meskipun di buku pertama aku tidak bisa mengingat apa pun selain Elf dibagi menjadi enam klan dan semuanya musuhan. Ramalan bilang Padris yang akan mempersatukan semua klan dan jadi raja mahadahsyat. Tapi sebelum itu ... silakan pelototin kegiatan latihan dan ngaso-ngaso para Elf tamvan dan cantiks yang sangat mem-boring-kan ini.

Di akhir novel pertama pun kita bisa menyimpulkan ... Padris jadi pangeran mahkota ... Louie juga (tapi pangeran biasa aja eaaa) ... dan mereka pun hidup seperti biasa lagi sembari latihan plus ngaso-ngaso nunggu perang seperti sebelumnya. Bisa dibilang buku pertama itu MEMBOSANKAN, tapi rasanya aku bisa memaafkan semua hal janggal serta monoton dalam novel tersebut karena sampulnya yang cantik.

Namun, apakah aku akan sebaik itu pada novel kedua? Sebab harus kuwa-kuwi (kuakui) sampul novel kedua tidak sebagus novel pertama. Mungkin karena aku sudah terbiasa dengan kebagusan sampul novel pertama, makanya sampul novel kedua tidak memberikan hype serupa? Entahlah, sampul novel kedua terkesan nge-bland, tidak jelas ada apa saja di situ kalau tidak benar-benar diperhatikan.

Heloowww ... di sampul novel pertama ada Pegasus dan Istana! Literally dunia Elf dengan segala tetek-bengeknya yang menakjubkan. Di novel kedua kok kesannya gelap dan ogah-ogahan gitu, sich! (Bilang begitu seolah dirinya ngerti desain sampul!)

Sudah!!! Mari kita lihat bagaimana kelanjutan para Elf ini ngaso-ngaso sambil nunggu perang seperti biasanya.

B. Plot

Aku harus mulai dari mana, ya ... Icylandar 2 ini berjumlah 803 halaman, paling tebal kedua setelah novel keempatnya yang berjumlah 818 Halaman. TEBAL BUANGET KAN? Tapi di sisi lain, novel ini juga terasa begitu kosong. Setelah aku menutup buku, hal yang kupikirkan pertama kali adalah, “Gue abis baca apa barusan ....”

Saking bingungnya, aku sampai harus melihat Blurb untuk tahu apa sebenarnya inti dari keseluruhan novel ini. Itu jelas mengurangi poin, karena menurutku novel yang baik adalah ketika pembaca mengerti isi novel tanpa harus melihat Blurb. Untuk kasus Icylandar, Blurb akan menjadi sahabat para pambaca, sebab tanpa Blurb mungkin tidak ada yang tahu apa kesimpulan novel ini secara keseluruhan.

Akan kujelaskan lebih lanjoet ... di dalam alur ada yang disebut komponen. Komponen itu mencangkup; Pembukaan, Masalah Memuncak, Klimaks, Masalah Menurun, dan Penyelesaian. Nah, di novel ini tidak ada fase ‘Klimaks’ itu. Tidak ada Puncak Konflik yang seharusnya menjadi bagian paling seru dalam sebuah kisah.

Lagi-lagi kita harus bandingkan Icylandar dengan novel fantasi lain. Kali ini novel fantasi segala umat, yaitu Harry Potter ....

Buku satu Batu Bertuah, adegan klimaksnya Harry bertemu Voldemort untuk pertama kali.

Buku dua Kamar Rahasia, Harry DKK melawan ular raksasa demi menyelamatkan Ginnie.

Buku Tiga Tahanan Azkaban, Diketahui ternyata Tikus Ron adalah pengkhianat.

Buku Empat Piala Api, Melawan Voldemort saat Turnamen Triwizard.

Kalian mengerti maksudku? Di setiap novel pasti ada momen puncak di mana kejadian-kejadian di sepanjang novel menjadi masuk akal, lantas diselesaikan sampai akhirnya menjadi kesimpulan saat penyelesaian.

Di novel Icylandar tidak ada hal seperti itu. Alurnya datar-datar-datar-datar sampai akhirnya habis tanpa ada kesimpulan sama sekali. Coba kita lihat tujuan utama novel ini dengan bantuan Blurb.

1. Ternyata Padris belum tentu jadi Raja Maha Dahsyat, karena ada ramalan lain yang melarangnya.

2. Padris bertemu dengan orang tua kandungnya setelah dipisahkan secara paksa sejak bayi.

3. Ternyata masih ada rahasia masa lalu yang ditutup-tutupi, sebuah kisah yang tidak ingin dialami siapa pun.

Okhay, janji manis yang memancing sekali. Meskipun masih tidak ada satu tujuan konkret yang buku ini usung, tapi tetap membuat penasaran untukku pribadi sebagai pembaca. Nah, coba sekarang kita bedah satu per satu bagaimana eksekusinya.

1. Padris belum tentu jadi raja, gegara ada ramalan yang menentangnya.

Dikisahkan ada ramalan yang berbunyi, “Sampai selamanya, Kerajaan Elf tidak akan dipimpin oleh api”. Tentu saja itu bertentangan dengan ramalan selama ini yang mengatakan kalau Padris akan menjadi Raja Maha Dahsyat, sebab Padris memiliki Jaroz, alias Api dalam tubuhnya.

Oke, itu menarik. Tapi untuk selanjutnya, apa tanggapan serta solusi para Elf untuk ramalan yang saling bertentangan itu? GAK ADA! Alih-alih fokus ke masalah ramalan bertentangan itu, para Elf di sini malah ngaso-ngaso dan latihan perang seperti biasa.

Aku akan lebih senang kalau Padris DKK ngaso-ngaso dan latihan, tapi sambil mencari informasi lebih lanjut tentang ramalan itu. Pergi ke perpustakaan, atau ke tempat para sesepuh, memecahkan misteri kenapa ramalan itu bisa bertentangan, dan bagaimana solusinya. Yah, seperti novel Middle Grade tema Detektif pada umumnya.

INI TIDAK! Penulis lebih senang menceritakan perang papan yang entah apa tujuannya, ditambah latar belakang dan ‘sejarah’ Icylandar yang bahkan gak memiliki dampak ke cerita. Lebih memilih menceritakan adegan pertambangan yang juga bikin ngantuk, dan tidak memberithau informasi apa pun selain, “Kedudukan Elf lebih tinggi dari Manusia. Tapi kadang Elf juga bisa jahat, looh.”

Sumpah ya, adegan di pertambangan itu seperti aku menonton acara Laptop si Unyil dalam versi tulisan. Nyaris molor beberapa kali dan harus skip-skip-skip penjelasan bertele-tele yang panjangnya aduhai seperti jalan kenangan.

2. Padris bertemu kedua orang tua kandungnya.

Demi Ratu Neftili, demi Raja Icylandar! Aku berharap besar pada bagian ini, motifasiku untuk membaca Icylandar dua memang karena ingin melihat pertemuan Padris dan orang tuanya. Aku sudah membayangkan adegan ihiks-ihiks seperti di novel SGE saat Tedros bertemu dengan Ibunya setelah sekian lama berpisah (Itu adegan favoritku di novel SGE btw)

Apakah aku dapat apa yang kuharapkan? TIDAK!

Pertemuan Padris dan kedua orang tuanya hambar parah, tidak ada emosi sama sekali di situ. Mereka ketemu, pelukan, udah. Ditambah lagi ayah kandung Padris (Aidan) yang sifatnya benar-benar membuatku benci setengah mati. Dia A-hole, narsis, kasar, belagu, dan hal-hal negatif lainnya. Dia secara terang-terangan menyuruh Padris menghancurkan hubungan orang supaya bisa dapetin cewek. Karena Padris tamvan, jadi itu gak masalah.

Parahnya, setiap kali Aidan berkelakuan BGSD dia bakal ngeles begini, “Namanya juga Pangeran Kematian, wajar kalo jahat duoongg!” Begitu juga orang-orang yang diperlakukan BGSD sama Aidan, mereka bakal legowo sambil bilang, “Kita harus maklum lah, Pangeran Kematian kan memang jahat, xixixixi.”

Gini nih, Om Aidan, Buk Penulis ... Menjadi baik atau jahat adalah sebuah PILIHAN! Aidan bisa saja berubah dari jahat menjadi baik demi istrinya, demi anaknya, demi statusnya yang sekarang menjadi ayah, atau mungkin sesederhana faktor kedewasaan mental. But noooo! Dia malah terus bertingkah BGSD dan berkali-kali ngeles kalau dia jahat ya memang dari brojol udah jahat, soalnya kan dia Pangeran Kematian, cyyn! (muntaber)

Okelah kalau dia memang diniatkan menjadi “Antagonis”, mungkin dia sudah berusaha jadi baik, tapi tidak bisa (meskipun tidak pernah dijelaskan begitu). Tapi eh, tetapi! Si penulis maksa banget pembaca untuk menyukai Aidan dengan berkali-kali menyebutnya Tamvan, sangat Tamvan, paling Tamvan, terlalu Tamvan. STOOOPPP!!! I will never ever like that A-hole! Tidak peduli seberapa keras dikau coba meyakinkan kalau dia super tamvan! Tamvan tapi sikap kayak e’ek juga buat apa?

3. Rahasia masa lalu yang ditutup-tutupi. Kisah yang tidak ingin dialami siapa pun.

Escusme ... YANG MANA???

Percayalah, di Icylandar banyak sekali “Kisah Masa Lalu”, saking banyaknya sampai aku bingung mana yang sebenarnya Blurb ini maksud. Masa iya semuanya, kan kagak mungkin!

Ada kisah masa lalu cinta segitiga, masa lalu ketiga jendral tamvan, masa lalu perang Dermot, masa lalu kelahiran Padris, masa lalu perkawinan orang tua Padris, masa lalu leluhur Icylandar, dan masih banyak lagi. Terlalu banyak “Kisah Masa Lalu”, esensi nostalgianya malah hilang. 

Selain tiga poin di atas, aku juga mau mengomentari hal yang tadinya tidak mau aku komentari di buku pertama. Akan tetapi, hal tersebut semakin parah saja di buku kedua, yaitu pemilihan nama-nama para Elf. Penamaan setiap tokoh Elf di sini benar-benar ngasal, tidak berkonsep atau berciri khas.

Masalah ini mungkin terlihat sepele, padahal tidak. Pemilihan nama tokoh sangat berpengaruh ke dalam World Building, karena sejatinya setiap dunia memiliki ciri khas masing-masing, terutama dalam hal nama. Ciri khas tersebut biasanya dipengaruhi oleh bahasa, budaya, dan latar belakang dunia tersebut.

Aku masih terima nama seperti Keila, Odilia, Padris, Louie, dan Naya. Nama-nama itu “cocok” untuk bangsa Elf Icylandar dilihat dari penjabaran Icylandar sepanjang buku. Tapi kalau tiba-tiba digabung sama nama seperti Wildan, Aidan, Arlan, Stanley, Rafael, Rodrigo, Farell. Kesannya jadi kayak campur aduk gitu, sangat asal-asalan, membuat nuansa Icylandarnya kosong. Apa lagi si penulis getol membuat perbedaan antara Elf dan Manusia di sepanjang Bab Pertambangan.

Kenyataannya sifat para Elf pun tidak berbeda dari manusia, masa pemilihan nama juga sama kayak manusia? Jadi apa gunanya membuat ras Elf sejak awal? Toh, sifat dan sikap, bahkan nama para Elf ini sama aja seperti manusia, cuma punya kekuatan doang.

Belum lagi adegan-adegan yang sama sekali tidak penting, bahkan tidak akan mengubah apa pun kalau dihilangkan. Misalnya saat adegan para Elf membuat pesta perayaan ulang tahun sesepuh Icylandar (Taliana). Keseluruhan adegan ini mengambil TIGA BAB, RATUSAN HALAMAN, dan apa kesimpulan yang bisa kita dapat dari adegan pesta ulang tahun nenek? Serta apa pengaruhnya bagi konflik dunia Elf? TIDAK ADA!!!

Aku benar-benar kesal sekarang! Aku bahkan tidak bisa menyelipkan joke brekele dan UwU! Aku ingin, sangat ingin, ingin banget menyukai novel ini! Tapi novel ini seolah tidak mau aku menyukainya!

Buku ini benar-benar contoh bagus dari kalimat Konsep Menarik, Eksekusi Brekele.

Mungkin bukan brekele, tapi penulis membuat banyak sekali Filler dan Info Dump yang sejatinya malah jadi sampah (secara harfiah). Buku ini bahkan mengulang adegan Padris berjudi dua kali! DUA Bab panjang berisi hal yang sama “Padris nakal banget nich! Dia berjudi lhoooo.”

Bedanya yang satu gak ketahuan, yang satu lagi ketahuan sama para jendral tamvan. Pertanyaanku cuma satu. Kenapa harus dibahas dalam dua bab yang berbeda? Padahal itu SANGAT BISA disingkat menjadi satu Bab yang lebih 'padat'.

Ya gusti! Aku baru sadar kalau aku belum membahas sesuatu yang “bagus” dari novel ini! Setidaknya aku juga harus memasukan satu kelebihan dari buku ini supaya reviewnya kredibel. Sebentar aku pikir dulu ....

Sampul masih menarik dan cantik (Duh!)

Rafael masih jadi tokoh favorit. Best of the Worst ....

....

....

Literally nothing else ToT

Mungkin aku terlalu fokus pada kekurangan buku ini, karena memang hanya itu yang terlihat sepanjang cerita! Di buku Icylandar pertama, aku suka permainan perang papan, itu konsep yang sangat unik. Namun, sekali lagi, di buku ini adegan permainan papan itu SANGAT BANYAK sebagai filler sampai membuatku gumoh. Ditambah lagi, setiap adegan papan permainan perang selalu menjadi ajang untuk menunjukan betapa perfect-nya Calon Raja Maha Dahsyat kita, Padris.

Oh ... aku sangat tidak sabar ingin membahas penokohan di buku kedua ini. Jadi langsung saja kita ganti segmen. Karena aku sudah tidak sanggup lagi!

Catatan terakhir!

Ada satu adegan yang benar-benar Filler, dan aku tidak tahu apa sebenarnya maksud penulis memasukkan kisah itu. Sebab itu benar-benar membuat penokohan dalam novel ini semakin brekele. Yaitu adegan Naya membuat ramuan pemikat laki-laki. What? Buat apa dia bikin itu? Dia udah punya suami, udah punya anak, dan bukannya dia sangat menyayangi keluarganya di buku pertama?

Sumpah, satu adegan ini membuat alisku bertaut sampai beberapa menit ke depan. Aku membuat catatan kalau-kalau ketemu apa tujuan adegan itu. Nyatanya, sampai akhir gak ada berpengaruh ke mana-mana. Jadi ... si penulis cuma mau menistakan penokohanNaya doang, 'kah? (Lempar lembing)

Bukan cuma mempertanyakan motif penulis membuat adegan itu, tapi adegan itu secara keseluruhan. Reaksi tokoh-tokoh lain tentang ramuan itu. Boro-boro Elf, tingkah para tokoh di sini malah seperti anak TK. I hate this scene A LOT!

C. Penokohan

Sepertinya di review kemarin aku membahas tingkah kekanak-kanakkan para Elf dewasa di novel ini. Nah, di buku kedua hal itu BERTAMBAH PARAH! Aku tidak bisa lagi membedakan mana yang bocil, mana yang tua, mana yang jendral, mana yang guru, mana yang panglima. Semuanya bertingkah seperti Anak TK yang lagi main-main di lapangan. Dari tingkah, dialog, keputusan yang diambil semuanya jauh dari kata "Elf yang berusia ratusan tahun"

HEY! Di mana-mana makhluk yang sudah hidup RATUSAN TAHUN seharusnya bertingkah seperti RATUSAN TAHUN. Memang dikatakan usia Elf berbeda dengan manusia, tapi waktu kan tetap berjalan normal. Kalian menghadapi matahari yang sama dengan manusia, kejadian yang sama dengan manusia, siang dan malam yang sama. Masa iya perkembangan otak kagak sama ama manusia! Rasanya penulis benar-benar menistakan ras Elf di buku ini.

Whatever! Aku akan menelan jambu biji bulat-bulat sekarang juga!

Padris. Di novel pertama, Padris memang selalu digambarkan maha sempurna. Baik, teladan, serba bisa, paling jago, dan digadang-gadang menjadi kesatria terhebat. Segala sifat Gary Stu, tapi aku tidak begitu membencinya karena dia masih suka berbuat salah, dan mendapatkan konsekuensi dari kesalahan tersebut.

How evah ... di sini Padris benar-benar Gary Stu dan tidak ada yang bisa menyelamatkannya.

Semua orang menghormatinya dan memujinya karena dia Calon Raja Maha Dahsyat, padahal kelakuannya tidak demikian. Dia sering bertingkah sok bijak, dan semua orang memujinya sebagai raja hebat, bersahaja, gono-gini. Padahal, kalau diperhatikan baik-baik itu bukan sikap bijak, tapi bar-bar, tidak sopan, tidak pantas!

But, what do I know? Tingkah para Elf ini memang sering banget bar-bar, padahal penulis maksa banget mereka jadi anggun, rapi, tamvan dan cantik, macem-macem. Cuih!

Louie. Di novel pertama, aku menyatukan Padris dan Louie karena aku suka interaksi mereka yang saling menyayangi dan menghormati sebagai saudara. Namun, di sini Louie berubah total perannya jadi bayangan Padris. Tidak peduli apa yang Louie lakukan, pada akhirnya semua akan dibandingkan dengan Padris. Aku mulai berpikir si penulis sebenarnya benci sama Louie, karena kebalikan dari Padris yang selalu di puji, Louie selalu dihina.

Naya. Lagi-lagi, di novel sebelumnya aku bilang kalau aku suka Naya. Dia ibu yang baik, adil pada anak-anaknya, bertutur kata halus dan penyabar. Eh, di novel kedua ini semua sifat itu hilang. Naya jadi manja, kekanakkan, tukang mengeluh, pokoknya persis banget bocah TK. Alih-alih berkembang kok penokohannya jadi brekele gini? Belum lagi, dia berusaha menarik perhatian lelaki lain menggunakan ramuan pemikat!

WHO ARE YOU WOMAN??? NAYA DI BUKU PERTAMA COULD NEVER DO THIS!

Ditambah lagi perannya jadi ibu yang baik menghilang total. Dia jadi kelihatan membenci Louie di sini, selalu berkata jelek tentang Louie dan bilang hal-hal bagus cuma ke Padris seolah Padris gak pernah punya kesalahan. Bahkan terang-terangan bilang kalau Padris anak baik, sementara Louie manja dan bawel. Heloooow! HE IS YOUR SON! Sumpah aku pengen tabok kepala orang saat ini juga! Siapa pun! Serahkan kepala kalian supaya kutabok!

Aidan. Bapak kandung Padris. Should I say more? Aku sudah menjelek-jelekkan dia di sesi plot tadi, tapi aku akan menambahkan. I HATE THIS MAN! Or Elf, whatever ....

Keila. Ibu kandung Padris. Bucin dan gak tau diuntung mungkin kata yang tepat untuk Keila. Dia benar-benar bilang kalau nikah sama Aidan yang sejatinya musuh Icylandar cuma gegara dia sangat tamvan. Dia bahkan meninggalkan Rafael yang sampoerna luar-dalem demi orang brekele macam Aidan.

Memang, memang, dikatakan Keila hanya menuruti perintah Raja Rowland yang bilang penerus tahkta bakal lahir dengan darah mush. Tapi, Bruv ... bisa kale kalean berunding dulu kek, apa dulu kek, omongin ke leluhur kek. CARI SOLUSI. Ini teh main bunting aje tiba-tiba!

Tiga Jendral (Rafael, Antolin, Rodrigo). Aku gak terlalu paham apa peran mereka di sini selain “Tiga Jendral Besar Icylandar yang keren dan tamvan dan dihormati dan hebat dan jago dan aduhai” Jadi ... sifat belagu masih ada, aura Kim Jong Unch masih terasa tiap kali mereka bicara. Sekali lagi, kecuali Rafael yang digambarkan paling baik hati. Entahlah, penokohan Elf-elf di sini kok terkesan satu jalur, ye? (Elu aja kali yang sensi!)

Tiga Panglima dan/atau Guru. Peran mereka berkurang di sini, tapi setiap kali mereka latihan, interaksi para guru ini gak ada bedanya sama anak kecil. Seperti yang kubilang di awal, kadang aku tidak bisa membedakan mana yang guru, mana yang murid. Mereka semua sama kekanak-kanakkannya.

Tokoh-tokoh lain yang muncul cuma buat mendongeng. Benarrr ... selain banyak “Kisah Masa Lalu”, semua kisah itu juga diceritakan dengan cara paling membosankan dari seluruh cara di dunia kepenulisan. DONGENG TIMEEE!

Pegasus-pegasus. Entah apa sebenarnya niat penulis di sini. Dia juga gemar memberi label “tamvan” pada para pegasus. Secara harfiah pula. Mungkin tujuan si penulis adalah memberi tahu kalau di dunia Elf ini gak ada yang gak Tamvan. Coba dah kalo lagi jalan-jalan ke Icylandar, kalian pelototin muke laler pake kaca pembesar, kali aje mirip Johnny Depp tahun 90an.

D. Dialog.

Tidak ada perubahan dialog dari novel pertama. Mungkin cuma yang tadi itu ... Dialog semua Elf di sini baik tua atau muda tidak ada perbedaan. Semuanya seperti anak kecil sehingga sangat sulit membayangkan para Jendral dan Panglima dalam wujud dewasa kalau dialognya seperti itu.

Mungkin seharusnya aku memberi contoh supaya kalian tahu maksudku, tapi karena aku sangat tidak tahan, akhirnya banyak yang aku skip agar setidaknya bisa segera pindah topik. Mungkin kalau ada waktu untuk baca ulang (sepertinya gak akan ada) aku akan memberikan foto dari dialog yang aku maksud.

Satu lagi, masih berhubungan dengan banyaknya “Kisah Masa Lalu” yang diceritakan secara dongeng, tak jarang dialog para tokoh di sini cuma sekadar Tanya-jawab.

Misalnya Padris bertanya, “Memang bagaimana kisah Ki Joko Bodo menjadi Dukun, Nek?”

Dan si nenek bakal jawab panjang lebar sampe belasan halaman, bahkan satu Bab penuh.

Begitu selesai menjelaskan pun, Padris bakal nanya lagi. “Loh, kalau dia dukun terhebat di seluruh semesta, terus nasib Limbad gimana, Nek?”

Dan si nenek pun bakal menjawab lagi dengan dongeng sampai sepuluh halaman. Ditambah layout-nya yang pelit 'Enter'. Ya, jadi begitulah gambaran sederhana supaya kalian bisa ikut membayangkan bagaimana penderitaanku disajikan hal seperti itu selama 800 HALAMAN!!!

E. Gaya Bahasa

Karena sudah kepalang tidak ada hal bagus yang bisa kubicarakan tentang novel ini, maka sekalian saja aku langsung ke inti.

Gaya bahasa novel ini memang tidak menerapkan sisi efektif sejak novel pertama. Banyak penjelasan tidak perlu, banyak memasukkan adegan Filler, serta penjabaran bertele-tele yang bikin mengantuk. Nah, apakah hal itu bisa lebih parah di novel kedua? O-ho-ho ... kalian jangan pernah meragukan penulis Icylandar untuk urusan gaya bahasa bertele-tele.

Novel ini sering kali melakukan pengulangan, entah dalam wujud dialog maupun narasi. Misalnya begini, dialog sudah menjelaskan sebuah kejadian, penulis akan mengulangi informasi serupa dalam bentuk narasi. Begitu juga sebaliknya, narasi sudah menjelaskan sebuah informasi, lantas penulis ulang lagi informasi tersebut lewat dialog para tokoh.

Contohnya di adegan pertambangan. Padris memberi hukuman kepada Elf yang berlaku semena-mena pada manusia. Dari adegan itu saja kita sudah tahu kalau Padris tidak pandang bulu dalam menegakkan kebenaran. Benar ‘kan?

Eh, tetiba ada dialog orang tambang yang bilang. “Lihat itu, Padris menghukum para Elf padahal dia juga Elf. Dia benar-benar tidak pandang bulu dalam menegakkan kebenaran.”

YES, WE KNOW DARLING!!! Tidak perlu lah diulang-ulang terus amanatnye!

F. Penilaian

Cover : 4

Plot : 2(?)

Penokohan : 1 (aku sentimen ame Aidan brekele!)

Dialog : 1,5

Gaya Bahasa : 1,5

Total : 2 Bintang

G. Penutup

Wow, rasanya review ini cuma berisi aku yang misuh-misuh. Aku bahkan tidak bisa menyebut ini review julid, karena aku beanr-benar kesal! Aku mau menyukai buku ini, aku mau menjadikan ini seri favorit! Tapi kenapa yang aku dapatkan malah begini? Setiap aku berusaha mencari sisi baik dari novel ini, selalu sisi buruknya yang timbul ke permukaan. Apa yang salah?

Aku cinta fantasi, cinta Elf, cinta kerajaan, cinta petualangan, cinta World Building Epic, cinta sampul buku ini. Kenapa aku cinta unsur-unsurnya, tapi aku tidak bisa cinta keseluruhan novelnya? Rasanya aku mau berendam kembang tujuh rupa, bersemedi di Goa Hantu. Aku tidak mau membenci novel ini, tapi sayangnya malah itu yang terjadi ToT

Mungkin review ini tidak bisa dibilang kredibel karena aku memang tidak menyebutkan keunggulan novel ini sama sekali, tapi ... itulah yang kulihat.

Sejatinya novel ini punya ide yang superb, tapi sekali lagi dan akan terus aku ulang kalau perlu, eksekusinya benar-benar brekele. Terlalu banyak filler, terlalu bertele-tele, tokoh tidak ada yang likeable, konflik melebar kemana-mana tanpa tujuan jelas.

Wahai pembaca dan Fans Icylandar di mana pun kalian berada. Bisakah kalian komen apakah aku berlebihan? Bisakah kalian mengubah pendapatku tentang novel ini? Kalau kalian tidak setuju dengan review buatanku di atas, bisakah kalian berikan argumen yang berfaedah supaya aku bisa berkata. "Oh iye ye ... dipikir-pikir, novel ini ternyata barokah juga ...."

Huft, aku lelah lahir-batin membuat review ini. Dan masih harus melalui dua buku lagi ... Bisakah aku melalui ini?

Sampai jumpa di review selanjutnya ToT/

Comments

Impy's all-time-fav book montage

The School for Good and Evil
A World Without Princes
The Last Ever After
Quests for Glory
House of Secrets
Battle of the Beasts
Clash of the Worlds
Peter Pan
A Man Called Ove
My Grandmother Asked Me to Tell You She's Sorry
The Book of Lost Things
The Fairy-Tale Detectives
The Unusual Suspects
The Problem Child
Once Upon a Crime
Tales From the Hood
The Everafter War
The Inside Story
The Council of Mirrors
And Every Morning the Way Home Gets Longer and Longer


Impy Island's favorite books »

Baca Review Lainnya!

Ily

Laut Bercerita

Aku Menyerah pada Serial Omen-nya Lexie Xu

Novel-novel Terkutuk (Mostly Watpat)

Matahari Minor

Mbah Rick Riordan Melanggar Semua Pakem dalam menulis POV1 (dan Tetap Bagus)

Peter Pan