Lulus Story : Shadiq


Judul : Lulus Story : Shadiq

Penulis : Ripa AJP Feat. Fenti Novela

Penerbit : Romancious

ISBN : 9786237211334

Tahun : 2019

Tebal : 240 Halaman

Blurb :

Shadiq dan keempat temannya yang lain, harus menghadapi permasalahan yang berbeda-beda. Mulai dari orangtua yang begitu menuntut, dianggap remeh oleh orang lain, tidak mampu mengambil keputusan sendiri, hingga tidak bisa mengambil sikap dalam menentukan masa depan. Dengan berbagai permasalahan itu, apakah mereka mampu lulus bersama-sama? Dan, apakah mereka bisa mencari, menentukan, dan menggapai impian mereka?
MENGANDUNG SPOILER!!!

A. Sumbangsih Membawa Asih

Suatu hari, ketika aku sedang sibuk tidak ngapa-ngapain, guru BK datang ke perpustakaan sambil menenteng tiga buku gress alias fresh alias baru. Tentu saja aku segera menyambitnya, ekhem ... menyambutnya dengan berbahagia. Tiga buku semuanya baru dan masih dibalut plastik. Biasanya anak-anak menyumbang buku, halamannya masih lengkap saja sudah syukur!

(PERHATIAN! Adegan ini 99,1% sama seperti aslinya)

“Wah, buku-buku baru, nih! Kamu yang beli, Bu?” tanyaku dengan manis-manja.

Si Guru BK terkekeh unyu. “Bukan, kok, h3h3 ... ini sumbangan dari kesiswaan sekolah lain. Setelah kemarin kamu mengeluh perpustakaan sekolah kita kekurangan novel barokah.”

“Alhamdulilah, Bu Haji ... kalaw begitu mulai sekarang aku akan lebih sering mengeluh!”

“Stress!”

Tiga buku itu salah satunya komik pendek ciptaan Komika ternama bernama Dodit, yang kuselesaikan dalam 30 menit. Satu buku motivasi yang kayaknya gak bakalan aku baca, sebab aku sedang butuh duit bukannya motivasi. Nah, buku ketiga ini jelas masuk kategoriku sebagai pembaca sekaligus tukang review barokah, yaitu novel teenlit.

Endus ... endus ... apakah ini akan menjadi review julid?

Jangan senang dulu, Kamerun! Meski Teenlit, novel ini bukan terbitan Watpat, jadi kita masih punya secuil harapan. Mari berharap tidak ada Rapee Jokes, romantisasai tindak kriminal, apalagi remaja bau kencur kebelet kawin muda. Jelas aku tidak ingin ada PEMAKSAAN KEHENDAK!

Dari segi sampul boleh dibilang cukup oke, meskipun agak tidak singkron antara latar belakang dan ilustrasi tokoh. Maksudku ... latar belakang terlihat seperti foto bangunan sekolah asli, tapi ilustrasi tokohnya bermodel vektor. Vektornya pun terlalu simple kalau disandingkan dengan latar belakang.

Seandainya ilustrasi vektor itu ditambah detail kecil seperti dasi, lambang osis, pin merah-putih, serta name tag barangkali bisa lebih oke. Selain masalah itu, tata letak dan pemilihan font-nya aku sukak. Perpaduan warnanya juga adem, enak dipandang. Yah, sebenarnya masalahku cuma ada di ilustrasi tokoh yang terlalu plain.

Baiqlah, kalau sudah, mari kita langsung saja melihat isi bukunya. Yuk, yak, yuk!

B. Plot

Pertama, mari kita bahas judul novel ini. Lulus Story : Shadiq. Awalnya kupikir novel ini adalah semacam serial, dan kebetulan aku mendapatkan kisahnya si Shadiq. Itu terlihat masuk akal, ‘kan? Sebab ada tambahan nama ‘Shadiq’ di sampul. Pemikiran tersebut semakin kuat setelah melihat Blurb, tertera pula nama Kenan, Maudya, Dipa, dan Ara.

Barang kali di luar sana ada novel “Lulus Story : Ara”, “Lulus Story : Kenan”, dan sebagainya. Aku pun mulai mencari serial lain dari novel ini, yang ternyata KAGAK ADA! Rupa-rupanya, novel ini menceritakan perjuangan lima remaja untuk lulus sekolah, menjadi kebanggaan orang tua, dan mengejar mimpi.

Lhoooo ... kalau begitu kenapa cuma nama dan ilustrasi Shadiq yang nongol segede gaban di sampul? Kenapa tidak ilustrasi semua tokoh? Atau satu hal yang melambangkan hubungan kelima tokoh? Atau malah hilangkan saja nama ‘Shadiq’, supaya judul novel bisa sesuai dengan isinya.

Toh, Shadiq juga bukan tokoh inti yang membawa cerita, alias dia bukan narator atau semacamnya. Ya, porsi cerita dari sudut pandang Shadiq memang sedikit lebih banyak dari tokoh-tokoh lain, tapi cuma itu, tidak ada alasan lain kenapa judul novel ini harus menyertakan nama Shadiq, seolah Shadiq adalah sang terpilih bak Harry Potter.

Itu juga jadi masalah kedua novel ini ... porsi cerita masing-masing tokoh. Aku hanya bisa bersimpati dengan tokoh Shadiq, Maudya, dan Kenan yang memang konflik internal maupun eksternalnya sangat menonjol. Namun, Dipa dan Ara? Apa kontribusi kelean dalam kisah ini My Darlings? Kalian USELESS!!!

Dipa cuma dijadikan Comic Relief yang semata-mata untuk bertingkah konyol. Karakternya tidak pernah digali, latar belakangnya tidak pernah diperdalam. Satu-satunya masalah yang Dipa miliki adalah dia terlalu mengekor Shadiq. Ke mana pun Shadiq pergi, apa pun yang Shadiq pilih, Dipa pasti ikut.

Sebenarnya itu bisa jadi konflik yang konkret, kalau saja penulis mau menunjukkan konflik tersebut secara nyata. Buatlah adegan Dipa terjebak masalah, karena dia mengekor pilihan Shadiq padahal dia membenci pilihan tersebut. Atau buat Dipa menyesali pilihannya, karena cuma ikut-ikutan Shadiq. INI KAGAK!

Dipa tidak pernah menyesal atau bermasalah lantaran mengikuti pilihan Shadiq, sebab itu selalu berakhir positif baginya. Tidak ada risiko atau konsekuensi yang didapat Dipa supaya dia memiliki tekad berubah mencari jalannya sendiri. Konflik Dipa pun cuma berakhir seperti ini ....

“Dipa, kamu tuh sekali-kali harus milih jalan sendiri, jangan ikut-ikutan Shadiq melulu.” Salah satu Tokoh Utama memberi nasehat.

“Betul juga, ya ... baiklah mulai sekarang aku akan memilih jalanku sendiri dan gak ikut-ikutan Shadiq lagi!” jawab Dipa bersemangat. Dipa pun mulai memilih jalannya sendiri mulai sekarang.


LAH GAMPANG BANGET PENYELESAIAN MASALAH LU, BGSD! Mana konflik batinnya? Mana struggle-nya? Kalau dia selalu mengekor Shadiq selama nyaris tiga tahun, seharusnya ada lah keraguan dan kesulitan saat dia berusaha memilih jalan sendiri, tidak ada lagi panutan yang bisa dia buntuti gitu. TUNUJKAN ITU DUONG!

Ara pula ... My Sweet Darling Ara. Aku bahkan lupa apa konflik dan latar belakang anak ini. Pajangan Cantik, mungkin sebutan yang cocok untuk Ara, sebab perannya cuma jadi Love Interest untuk Shadiq, kemudian untuk Kenan. Buku ini menceritakan tentang perjuangan mencari kelulusan, tapi aku tidak menemukan itu dalam diri Ara. Dia cuma ikut arus aja, berserah diri pada keputusan penulis hendak menjadikannya apa.

Membicarakan Love Story dalam kisah ini, menurutku porsinya sangat pas. Alias anak-anak ini tidak melulu membicarakan pasal cinta-cintaan seperti novel terbitan Watpat. Mereka belajar di sekolah, mereka kerja kelompok, mereka les tambahan, mereka ada konflik di rumah. Romansa dalam novel ini memang cuma selingan UwU.

Perjuangan mereka dalam meraih kelulusan pun terasa nyata, bayaran atas perjuangan itu juga masuk akal. Bukan hanya perjuangan, keberuntungan juga diperlukan saat membicarakan SNMPTN dan SMBPTN. Jadi saat salah satu tokoh dinyatakan gagal atau berhasil, hatiku ikut terenyuh, sebab perjuangan mereka memang terlihat.

Ditambah konflik keluarga masing-masing, khususnya untuk Kenan dan Maudya yang paling mantap konflik keluarganya. I’m sorry, dialog Maudya bersama mamanya di kasur ... Yes, saat itulah aku menitikan air comberan, maksudku air mata. Misteri serta alasan Kenan sebagai Cool Buoy juga dijelaskan dengan baik, meskipun alasan Kenan bisa rukun dengan ayahnya agak terlalu mudah.

Barangkali itu juga kekurangan novel ini, karakter manusia di sini tuh bolak-balik-bolak-balik dengan sangat mudah, seperti boneka. Pertama Dipa yang dengan gampangnya manut bahkan berubah saat dinasehati untuk punya pendirian sendiri. Terus, ada beberapa adegan berkelanjutan di mana ayah dan ibu Shadiq bertengkar masalah rumah tangga.

Menurutku tema pertengkaran kedua orang tua Shadiq saat itu tergolong berat, butuh waktu lama untuk diselesaikan. Namun, kalian tahu apa yang terjadi? Shadiq cukup berkata, “Shadiq akan terus belajar giat asalkan ayah dan ibu akur dan rukun terus selamanya.”

Selanjutnya, Ibu dan Ayah Shadiq langsung sadar, lantas maaf-maafan seolah ini adalah hari pertama Idul Fitri. BRUUHH (dengan capslok). Kalau segampang itu bikin orang tua baikan, kagak ada anak broken home kale! Permasalahan Kenan dan Dika juga begitu, mereka udah dendam sebegitu lama, eh ketemu dan maaf-maafan dikit langsung akur seolah gak terjadi apa-apa.

Mungkin akunya yang harus menurunkan ekspektasi, sebab kalau mengikuti kemauanku, novel ini bisa jadi serebu halaman dan berbelit-belit. Melihat betapa kompleks permasalahan yang diangkat novel ini, dan semuanya menyangkut masalah internal. Makanya, aku merasa aneh pada keputusan penulis yang seenak jidatnya membolak-balikkan perasaan manusia.

Rasanya akan lebih barokah kalau novel ini benar-benar dibuat berseri. Perdalam latar belakang masing-masing tokoh sesuai nama di sub-judul. Dengan begitu, aku yakin pembaca bisa memiliki lima novel teenlit barokah, dengan penyelesaian yang juga mantul, karena pembahasannya lebih fokus. Jujur saja, secara keseluruhan novel ini berhasil menjadi Teenlit yang bukan tempelan, tapi banyak sisi cerita yang aku harapkan porsinya ditambah.

Misalkan, latar belakang Dipa dan Ara. Serius mereka Tokoh Utama rasa Figuran. Cara Pak Toto menghubungi Dika dan membuatnya berbaikan dengan Kenan. Kisah keluarga Maudya yang sangat menarik untuk digali lebih dalam, dan tentu saja supaya sub-judul ‘Shadiq’ di sampul kagak numpang nama doang, eaa!

Mengesampingkan segala kekurangan yang kusebut di atas, aku suka novel ini. Untuk pertama kalinya Teenlit tidak berisi remaja bau kencur kelebihan hormon, yang segala hal harus tentang lawan jenis. Novel ini punya ambisi, punya masalah sekolah, punya persahabatan, dan konflik internal masuk akal.

C. Penokohan

Shadiq. Tokoh Super Ultra Ekstra Utama, sebab namanya ada di Sub-judul, meskipun aku tidak tahu apa alasannya. Sejak awal Shadiq digembar-gemborkan sebagai anak pintar, tampan, serba bisa, teladan, dan jago olah raga. Yah ... memang tergambarkan cukup baik, tanpa jadi tipikal Gary Stu.

Masalahnya ... cara penulis menggambarkan Shadiq dari dialog dan sikap kenapa begitu SLAAAYY!!! Kalian paham maksudku? Alih-alih Good Buoy, aku malah merasa Shadiq itu rada-rada Twink ToT. Aku juga tidak tahu bagaimana menjelaskannya pada kalian!

Mungkin begini, terlihat jelas tokoh Shadiq adalah buatan penulis perempuan yang tidak begitu paham bagaimana cara menuliskan tokoh laki-laki. Cara berdialognya, cara berinteraksinya, dan penggambarannya secara keseluruhan terasa Gorly 💅 Aku gak paham lagi!

Satu kalinya Shadiq bertingkah seperti “Laki-laki” justru sikap yang paling aku benci. Mengatakan dia gak suka cewek yang terlalu banyak dandan, dan lebih suka cewek cantik natural apa adanya. That gives me mysoginist vibe, like SHUT UP! Cewek-cewek dandan juga bukan buat nyenengin elu ya, Sempak Kuda!

Dipa. Penulis merasa dalam ceritanya harus ada Comical Relief, jadi dia melahirkan Dipa. Ya ... tidak ada alasan lain. Bahkan ada satu adegan Dipa memberi kabar kelulusan pada keluarganya. Itu pertama kalinya kita dikenalkan dengan keluarga Dipa, dan semuanya juga pelawak berlogat betawi (bruuh).

Maksudku, aku senang ada representasi Betawi dalam Novel, tapi haruskah selalu dikaitkan dengan melawak? Itu terlalu stereotipikal. Ups ... apakah pembahasan ini terlalu mengandung SARA, marilah kita beralih ke tokoh selanjutnya.

Kenan. Cowok Cool Buoy yang misterius. Penokohan Keenan menurutku paling bagus. Sikapnya sesuai dengan penjabarannya, bahkan Shadiq butuh waktu sekitar 100 halaman untuk bisa mulai bicara dengan Kenan. Masalah dalam keluarga Kenan juga reletable untuk anak-anak sekulahan. Orangtua yang terlalu memaksa anaknya jadi sempurna.

Tunggu dulu ... sebenarnya memang ada tema pemaksaan kehendak dalam novel ini, tapi datangnya dari orang tua, jadi itu lebih manuk akal xixixi. Intinya, aku tidak membuat keluhan tentang tokoh Kenan sama sekali, itu berarti penokohannya bagus (digampar).

Maudya. Si paling K-pop. Serius ya ... penulis yang bukan K-popers harus mulai melakukan riset mendalam terhadap fanatik K-pop kalau mau membuat tokoh demikian. Supaya mereka tidak terlalu lebay dan stereotipikal negatif terhadap K-popers. Kalian tahu! Alih-alih K-popers, penulis membuat seolah Maudya terjangkit HIV/AIDS di tahun 80an!

Dia dikucilkan, diledekin, dibumlly, diomongin macam-macam, kayak yang Kpopers tuh aib banget. Maudya pun menjadikan kecintaannya pada Kpop sebagai ajang Playing Victim. “Aku dijauhi karena suka K-pop, aku tak punya teman karena selalu ngomongin Oppa, aku di lempar ke rawa-rawa karena sarangheyo gwencana.”

Darling calm down, kau cuma K-popers, bukan pengidap Virus Carolina. Maksudku ... novel ini terbit tahun 2019, di mana dunia K-pop sedang ada di masa jaya. Menjadi K-popers justru meningkatkan Circle pertemananmu, bukan sebaliknya! Lagi pula! Hanya karena K-popers, bukan berarti segala hal yang keluar dari congor Maudya cuma Oppa-oppa, duoong!

Aku bukan K-popers, tapi aku tersinggung banget sama stereotipikal negatif ini. Bayangkan yang memang K-popers membaca ini, apa mereka gak pengen nampol penulis? Untungnya sifat Maudya yang begitu cuma di awal cerita, makin ke sini asosiasinya dengan K-pop sedikit memudar. Mari kita anggap itu Character Development.

Ara. Pajangan Cantik. Blurb menjelaskan kalau Ara adalah cewek imut dan kalem, penggemar ayah Shadiq yang seorang motivator, dan juga ditaksir sama Shadiq. Nah, sudah ... memang cuma itu peran Ara di cerita, jadi bahan taksir-menaksir para cowok doang. Kupikir bakal digali lagi latar belakang dan sifat Ara, ternyata kagak!

Menggemari Ayah Shadiq pun, tidak membawa cerita Ara ke mana-mana. Aku tadinya berpikir Ara mengidolakan Ayah Shadiq, karena ayahnya sendiri di rumah tidak perhatian, atau orang tuanya terlalu cuek, atau apa pun. Kagak ada ... buang semua harapan itu ke tong sampah. Ara di sini cuma jadi tim hore doang.

Kevin dan 2 Kroco. Harus ada lah ya semodelan begini di novel-novel remaja. The Bullies. Harus aku akui penokohan Kevin justru lebih menarik daripada Dipa dan Ara dijadikan satu padahal namanya tidak ada di Blurb. Ngeselinnya dapet, mengintimidasinya dapet, backing-an kuasanya juga masuk akal. Walaupun sekali lagi, penyelesaian konflik Kevin Dkk agak terlalu mudah.

Pak Toto. GURU TERBAIK YANG PERNAH ADA DALAM DUNIA NOVEL! Tolong ya ... saking capeknya sama Teenlit Watpat yang gurunya kalo kagak konyol, marah-marah mulu, kekanakkan, useless, bahkan menjadikan muridnya tamu-tamu istimewa (eyuuuh). Akhirnya ada guru dalam novel yang memang seorang guru!

Pak Toto ini memang galak, tapi dia bertanggung jawab, dia bijak, dan dia bertindak kalau siswanya bertingkah mengadi-ngadi. Intinya dia berperan sebagai guru, bukan cuma pajangan doang, bukan cuma atribut latar sekolahan dalam novel Teenlit. Aku berharap ada lebih banyak Pak Toto di novel lain.

D. Dialog.

Seperti yang kukatakan di segmen Penokohan, aku punya masalah pada dialog tokoh-tokoh lelaki di novel ini. Benar, bukan cuma Shadiq yang aksen bicaranya seperti cewek, tapi juga tokoh laki-laki lain. Aku tidak tahu gender penulis novel ini, tapi rasanya novel ini dibuat oleh perempuan yang berusaha keras membuat dialog khas laki-laki, dan gagal.

Terutama di Chapter 4 saat Shadiq dan ayahnya berbincang-bincang pasal Kenan. Shadiq curhat ke ayahnya kalau kenan itu cuek dan dingin banget. You know what, cara Shadiq cerita dia dicuekin itu udeh percis banget cewek yang kezel karena dicuekin orang yang ditaksirnya. Aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya pada kalian, tapi aku yakin kalian paham.

Cara Shadiq dan Dipa berinteraksi antar sahabat juga rada-rada SUS kalau dilakukan oleh laki-laki. Kalian paham lah cara laki-laki dan perempuan berinteraksi sesama teman itu berbeda. Tidak peduli seberapa lama laki-laki bersahabat, mereka tidak akan mau gandengan tangan. Berbeda sama perempuan yang baru kenalan pun sudah peluk-pelukan ke mana-mana.

Untungnya sih cuma itu masalahku. Dialog lawak Dipa tidak terasa cringe sama sekali. Kenan berdialog sesuai dengan kepribadiannya yang dingin dan cuek. Ara, meskipun Protagonis rasa Figuran, tetap memiliki dialog yang UwU. Aku percaya dia disukai banyak orang baik laki-laki maupun perempuan, sebab gaya bicaranya memang halus.

Mungkin dialog Maudya juga agak bermasalah di awal. Mentang-mentang digambarkan Kpopers, dialog yang keluar dari mulut dia gak jauh dari Oppa-Oppa-Oppa. Padahal deskripsi mengatakan dia Introvert. MUSTAHIL seorang Introvert selenjeh itu tentang idolanya ke orang yang belum dikenal akrab. Para Introvert cenderung menyembunyikan segala hal yang menjadi fanatiknya.

Aku tahu, karena aku juga Introvert dan mantan Fanatik One Direction. Apakah segala hal yang keluar dari mulu indahku ini adalah Harry, Liam, Zayn, Louise, Niall. KAN KAGAK! Cukup sahabat-sahabat terdekatku saja yang tahu kecintaanku pada One Direction, dan harus tersiksa sama ocehanku tentang mereka.

E. Gaya Bahasa

Sayang beribu sayang, aku harus kembali membahas sampul. KENAPA NAMA SHADIQ HARUS TERTERA DI SITU? Apa alasannya? Aku bisa memaklumi, kalau novel ini mengambil POV1, alias Shadiq adalah narator cerita. Atau bisa juga menggunakan POV3 tapi terbatas seperti di novel Harry Potter, terbatas dari sudut pandang Shadiq saja.

INI TIDAK!

Sudut pandang cerita berpindah-pindah dari satu tokoh, ke tokoh lain. Porsi cerita antar tokoh bisa dibilang sama, pengecualian di Shadiq yang agak banyak, serta Dipa dan Ara yang tidak ada sama sekali. Fokus cerita ini bukan Shadiq, tapi kenapa harus ada namanya di Sub-Judul? Aku rasa itu akan menjadi misteri yang tak terpecahkan.

Selanjutnya mungkin kita bisa membahas alur. Menurutku alur cerita ini pas melihat betapa banyaknya konflik yang diangkat. Beberapa hal diselesaikan terlalu cepat atau terlalu sepele tentu saja, tapi secara keseluruhan pas. Endingnya juga bisa dikatakan tidak terduga, tapi Foreshadowing-nya sudah ada sepanjang cerita, jadi aku tidak banyak protes tentang ending.

F. Penilaian

Cover : 3

Plot : 3

Penokohan : 2,5

Dialog : 2,5

Gaya Bahasa : 3

Total : 3 Bintang

G. Penutup

Saking penasarannya sama novel ini, aku sampai stalking Intagrem resminya untuk melihat apakah novel ini benar-benar tidak berseri. Begitu kecewanya aku mengetahui novel ini memang individual. ITU SAYANG SEKALI! Novel ini sangat punya potensi jadi serial. Ilustrasi tokoh sudah ada, konflik sudah kokoh, alur dan tema sudah jelas. Kurangnya jumlah halaman lagi-lagi menjadi masalah.

Ini mungkin Teenlit pertama di era non Golden-Decade yang benar-benar mengangkat tema Remaja, dalam artian bukan cuma masalah cinta-cintaan. Setiap aspek remajanya memiiki peran, baik dari lingkungan sekolah maupun rumah. Remaja, guru, orang tua, bahkan novel ini punya sesi konseling singkat. Semua porsi dalam novel ini terasa pas.

Di balik semua kekurangan yang kusebutkan di atas, novel ini tetaplah Teenlit barokah yang pasti aku rekomendasikan kepada kalian. Dan aku masih menyayangkan kenapa pihak penulis dan penerbit tidak menjadikan ini novel berseri. Padahal itu bisa mendatangkan uang, kalian suka uang ‘kan, h3h3 ....

Alih-alih novel berpotensi seperti ini, kita maah mendapatkan Serial Bumi dengan segala ke-awikwok-annya karena Pacc Tere Tell Liye belum rela kehilangan pundi-pundi dari cerita tersebut. Well ... pembahasan singkat tentang serial Bumi tadi anggaplah Foreshadowing, karena Pacc TtL akan menerbitkan buku baru!!!!!!! (Lompat ke rawa-rawa)

Sekian dulu dariku, sampai jumpa di lain hari ^o^/

Comments

Impy's all-time-fav book montage

The School for Good and Evil
A World Without Princes
The Last Ever After
Quests for Glory
House of Secrets
Battle of the Beasts
Clash of the Worlds
Peter Pan
A Man Called Ove
My Grandmother Asked Me to Tell You She's Sorry
The Book of Lost Things
The Fairy-Tale Detectives
The Unusual Suspects
The Problem Child
Once Upon a Crime
Tales From the Hood
The Everafter War
The Inside Story
The Council of Mirrors
And Every Morning the Way Home Gets Longer and Longer


Impy Island's favorite books »

Baca Review Lainnya!

Ily

Laut Bercerita

Aku Menyerah pada Serial Omen-nya Lexie Xu

Novel-novel Terkutuk (Mostly Watpat)

Matahari Minor

Mbah Rick Riordan Melanggar Semua Pakem dalam menulis POV1 (dan Tetap Bagus)

Peter Pan