30 adalah 300 Kurang Satu Nol (Review : Home Sweet Loan)
Judul : Home Sweet Loan
Penulis : Almira Bestari
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2022
ISBN : 9786020658049
Tebal : 312 Halaman
Blurb :
Kaluna, pegawai Bagian Umum, yang gajinya tak pernah menyentuh dua digit. Gadis ini kerja sampingan sebagai model bibir, bermimpi membeli rumah demi keluar dari situasi tiga kepala keluarga yang bertumpuk di bawah satu atap. Di tengah perjuangannya menabung, Kaluna dirongrong oleh kekasihnya untuk pesta pernikahan mewah.
Tanisha, ibu satu anak yang menjalani "long distance marriage," mencari rumah murah dekat MRT yang juga bisa menampung mertuanya.
Kamamiya, yang berambisi menjadi selebgram, mencari apartemen cantik untuk diunggah ke media sosial demi memenuhi gengsinya agar bisa menikah dengan pria kaya.
Danan, anak tunggal tanpa beban yang akhirnya berpikir untuk berhenti hura-hura, dan membeli aset agar bisa pensiun dengan tenang.
Apakah keempat sahabat ini berhasil menemukan rumah yang mampu mereka cicil? Dan apakah Kaluna bisa membentuk keluarga yang ia impikan?

MENGANDUNG SPOILER!!!
A. 30 adalah 300 Kurang Satu Nol
Seperti yang kita tahu, target setiap orang di dunia berbeda, titik memulai pun berbeda-beda antara satu orang dengan yang lain. Nah, novel yang akan kita bahas kali ini juga menyangkut permasalahan target serta ekspektasi manusia-manusia yang sudah menginjak usia kepala tiga. Terutama mimpi memiliki rumah hunain hasil keringat sendiri.
Tunggu dulu ... kenapa target mereka sangat berbeda dari targetku yang cuma ingin mengumpulkan serial fisikThe Sisters Grimm?
Aku tahu novel ini sudah diadaptasi menjadi film yang rating-nya super gacor, karena sangat relate pada kehidupan orang-orang seperempat abad lebih dikit. Namun, sebelum menonton film-nya, aku tentu harus membaca dulu versi novel supaya bisa membuat perbandingan antara Novel dan Film di konten Review Impy selanjutnya.
Kalian pikir yang bisa milking sefruit karya cuma Pacc TL di dunia ini???
Ternyata eh ternyata, Home Sweet Loan ditulis oleh penulis sama yang menciptakan novel Resign! (Reviewnya bisa kalian baca di sini). Aku menyukai novel Resign yang menceritakan hiruk-pikuk dunia kerja. Apa lagi aku juga pernah menjadi budak korporat sampai akhirnya diberhentikan secara halus, lantaran tidak kunjung mahir menggunakan metode Ketawa Karir.
Walaupun ... novel Resign punya satu masalah dalam unsur cerita yang sebenarnya tidak membuat ceritanya brekele, tapi cukup mengganggu dan out of touch. Tanpa di sangka dan diduga, masalah yang sama muncul dalam novel Home Sweet Loan. Apakah itu? Tentu saja kalian harus baca dulu reviewnya. Enak aje, lu!
Untuk sampul, sangat menggambrakan Metropop, yah. Perpaduan warna serta ilustrasi simple, hampir-hampir terlihat seperti buku non-fiksi. Sebagai pembaca Fantasi-Middle Grade, aku masih suka terkena Culture Shock saat ketemu sampul dari novel-novel bergenre "dewasa". Ibarat lagi enak-enak berpetualang di Narnia, tiba-tiba denger suara nit-nit-nit dari sekering. Hancur semuanya!
Nah, tanpa berlama-lama, mari kita tengok akan se-relate apa Home Sweet Loan pada kehidupan kita sebagai pembaca (alias diriku sendiri).
B. Plot
Mengisahkan empat sahabat, masing-masing tengah mencari hunian idaman. Ada Tanish, Mama necis yang sibuk bekerja, tinggal di apartemen bersama mertua rese ala sinetron, mencari rumah sederhana agar terbebas dari penderitaan. Kemudian ada Miya si Influencer in the Making, mencari tempat tinggal estetik untuk kepentingan konten. Selanjutnya ada Danan si Anak Mami yang kerjanya nongkrong dan hepi-hepi, tapi memutuskan ingin berubah di usia kepala tiga.
Terakhir, tentu saja tokoh utama kita, Kaluna. Tinggal di rumah berukuran sedang peninggalan keluarga bersama ayah, ibu, serta dua kakaknya yang juga sudah berkeluarga. Perbedaan sifat, prinsip, serta kebiasaan seringkali membuat Kaluna stress. Masih harus mencuci piring dan membersihkan rumah setelah pulang kerja, menjaga keponakan-keponakan di hari libur, Kaluna tidak punya waktu untuk dirinya sendiri.
Semua diperparah ketika dua keponakannya meminta kamar sendiri. Alih-alih diberi pengertian oleh orang-orang dewasa (ditempeleng misalnya), seluruh penghuni rumah malah setuju untuk menggusur Kaluna dari kamarnya sendiri, hanya karena dia anak bungsu yang cobaan hidupnya "paling mudah".
Akhirnya Kaluna harus menggunakan kamar pembantu yang super kecil, kamar mandi di dalamnya pun kecil, ember penampungan air kecil. Yang paling parah dan memilukan adalah ... WC di kamar mandinya jongkok! OH, THE HUMANITY! ANYTHING BUT WC JONGKOK!
Tapi serius ... cara Kaluna berkali-kali membuat dirinya seperti korban paling menderita nan sengsara hanya karena harus pindah ke kamar yang lebih kecil dan punya WC jongkok membuatku memutar bola mata. Like, Darling ... There is people that are dying. Aspek seperti itulah yang membuatku keluar dari zona ke-relate-an kisah Kaluna.

Mari kita bicarakan dulu kelebihan novel ini. Gambaran Sandwich Generation. Itulah nilai jual dari novel Home Sweet Loan dan itulah yang Home Sweet Loan berikan. Aku pernah mengalaminya, tinggal di rumah berukuran pas-pasan di mana lebih dari satu keluarga tinggal. Percayalah, IT'S A NIGHTMARE!
Aneh rasanya, lahir dari orang tua yang sama, tumbuh besar bersama, tapi tidak satu pun dari kami bisa saling memahami ketika tinggal satu rumah, terutama kalau sudah berkeluarga. Ada saja hal kecil yang menjadi perdebatan besar. Satu orang suka menunda-nunda, sedangkan satu orang sangat disiplin. Satu orang belum bisa bersantai sebelum semua pekerjaan selesai, satu lagi harus bersantai dulu sebelum memulai pekerjaan.
Intinya ... kami selalu berselisih, dan semuanya melelahkan. Rasa lelah itu bisa kurasakan dari tokoh Kaluna. Pulang kerja disambut rumah berantakan, berisik, harus selalu mengalah, menabung juga susah. Jangan harap bisa mendapatkan ketenangan di rumah, tidak diganggu barang sedetik saja sudah bersyukur.
"Kabur" adalah satu-satunya cara Kaluna bisa keluar dari kesengsaraan tersebut. Sayang beribu sayang, mencari rumah yang sesuai keinginan dan budget ternyata lebih sulit daripada mencari jarum ditumpukan jerami. Rumah bagus, harga selangit. Harga cocok di kantong, rumahnya brekele, atau surat-surat ganda, atau rumah angker, atau bekas pembunuhan.
Sekali lagi, aku dan keluargaku juga pernah merasakan huru-hara mencari rumah dengan budget setipis piring. Dipusingkan dengan keaslian surat menyurat, dilema jarak rumah dengan tempat kerja, belum lagi lingkungan bertetangga yang berbagai rupa. Salah-salah kita keluar dari kandang macan, tapi malah masuk lubang buaya kalau lingkungan bertetangga buruk.
Belum selesai dengan keinginan Kaluna mempunyai rumah sendiri untuk keluar dari problem pelik keluarga, Si Kakak malah bikin problem lain. Termakan rumah murah yang surat-menyuratnya tidak jelas, akhirnya terbukti kalau rumah tersebut punya surat ganda. Siapa yang diminta membantu si Kakak brekele itu menyelesaikan masalah? Tentu saja Kaluna!
Beberapa orang mungkin berpendapat masalah keluarga yang dialami Kaluna terlalu lebay, terlalu dongeng. Istilahnya, "Affah iyah, ada yang setega dan se-nggak tau diri itu ke sesama keluarga?"
Sebelum menjawab pertanyaan itu, aku ingin mengucapkan selamat dulu kepada mereka. Itu tandanya kehidupan berkeluarga mereka sehat dan jelas mempunyai prevelage tinggi. Bukan berarti orang-orang "kaya" tidak punya masalah, tapi untuk bisa merasakan apa yang Kaluna rasakan, kita benar-benar harus mengalaminya secara langsung.
Selain masalah keluarga yang relate, pertemanan Kaluna bersama ketiga temannya juga sangat unik. Satu-satunya cowok dalam genk mereka pernah suka atau memacari setiap cewek di situ. Um ... apakah mereka tidak pernah menonton film Mean Girls? Peraturan pertama dalam berteman. Ex Boyfriends are off limits. It's the rules of feminism!
Tapi aku bisa apa? Mereka sangat UwU sebagai teman. Menggambarkan pertemanan di usia dewasa baik secara usia maupun mental. Tidak ada lagi baper-baperan, tidak ada drama kekanak-kanakkan. Obrolan mereka asik, berbobot tapi juga ada selipan-selipan kocak yang tidak lebay. Rasanya aku akan selalu suka kemistri tokoh dalam novel karya Almira Bestari.
Also ... cara Danan mulai menaruh hati pada Kaluna dan mendekatinya dengan cara yang menurutku paling dewasa, paling subtle, dan penuh penghargaan. Dalam artian, Danan tidak pernah memaksa atau menggoda Kaluna. Dia hanya berusaha menghormati Kaluna dengan menjadi sosok yang Kaluna harapkan dan butuhkan, yaitu pria dewasa. Untuk diterima atau tidak Danan menyerahkan keputusan seluruhnya pada Kaluna.
They are so cute. Jadi aku bisa memaafkan keanehan bahwa Danan pernah naksir Tanish, dan pacaran dengan Miya. Mereka sudah dewasa, mereka tahu apa yang baik dan tidak, mereka bisa memutuskan sendiri segalanya.
Novel ini bisa saja menjadi masterpiece berkat setiap konfliknya yang relate pada kehidupan orang banyak. Sayang beribu sayang, Almira Besari punya satu kelemahan yang juga aku temukan pada novel Resign, yaitu belio tahu konsep relate, tapi payah dalam eksekusinya. Entah karena dia belum pernah merasakan situasi demikian atau belio meriset orang-orang yang juga belum pernah merasakan situasi demikian.
Aku sudah menyinggung soal Kaluna yang Gegana (Gelisah Galau Merana) kronis cuma karena dia harus tidur di kamar pembantu. Harus diingat, kamar pembantu itu masih punya kamar mandi pribadi, tapi karena WC-nya jongkok lagi-lagi Kaluna tantrum. Sampai memakai "Aku sampai harus pindah ke kamar pembantu yang kamar mandinya WC jongkok!" dalam konotasi Playing Victim.
Memang kalau membicarakan konteks relatifitas, pindah dari kamar super mewah ke kamar pembantu adalah sebuah penderitaan. Namun, kita sedang membicarakan relevanitas di sini. Bagaimana dengan mereka yang tinggal di rumah satu petak? Bagaimana dengan mereka yang harus berbagi rumah petakan itu sampai tidur saja harus gantian? Bagaimana mereka yang tidak punya rumah dan tidur di jalan?
Setiap kali Kaluna mengeluhkan masalah seperti itu, aku langsung menjerit manja BFFR! (Be Fakkin For Real) Kaluna! Kau terdengar seperti A-hole di sini.
ALSO! Ini sangat nitpick, tapi melihat sesetokoh merendahkan WC jongkok ternyata sangat membuatku frustrasi! WC jongkok terbukti lebih baik secara struktur, kenyamanan, dan kebersihan, tapi Kaluna membuat pemikiran kalau WC jongkok = Missqueen dan/atau tidak berkembang.
Aku masih bisa terima kalau Kaluna membicarakan preferensinya sendiri. Misalnya dia tidak nyaman memakai WC jongkok secara pribadi, tapi Kaluna bertindak ekstrem sampai tidak jadi beli rumah cuma karena WC-nya jongkok!
Kaluna be like .... "Rumahnya bagus, sih. Tapi sayang WC-nya masih jongkok ya, Mas? Iyuuuhh banget, dech!"
BE FAKKIN FOR REAL, KALUNA!
Momen irelevan dan Out of Touch lainnya dari novel ini adalah Jakartasentris. Pokoknya selain Jakarta, daerah tersebut adalah suku pedalaman hutan, maka beli rumah di tempat tersebut adalah keputusan buruk. Tokoh-tokoh disini memperlakukan BoDeTaBek seolah tempat Jin Buang Anak. Pokoknya tokoh-tokoh di sini lebih memilih punya rumah 1x1m3 yang penting di Jakarta, daripada literal istana tapi di Depok.
EYUUUH, NOT DEPOK!!! ANYTHING BUT DEPOK!!!
Kaluna DKK bikin argumen kalau rumah selain di Jakarta bakal bikin rempong, capek otak dan tenaga, karena mereka harus berangkat lebih pagi dari rumah ke tempat kerja demi menghindari macet. Belum lagi jam pulang juga macet parah, bikin stress dan depressong. Sekali lagi ... BFFR Almirah Bestari! Itu adalah masalah yang super-ekstra-ultra-mega SEPELE!
Masalahnya, Kaluna DKK adalah anak-anak mobil, mereka mau ke mana pun pakai mobil, karena ...? Gaya hidup, mungkin? Aku cuma ingin bilang ... lower your standart gitu loh. Pakailah angkutan umum, pakailah motor, BERANGKAT LEBIH PAGI! Atau mungkin Kaluna juga berpikir bahwa hal-hal di atas itu rendahan? Tidak berkembang?
Kalian lihat bagaiaman aku meremehkan setiap masalah Kaluna, karena memang hal-hal yang dia permasalahain itu bisa datasi dengan LOWER YOUR STANDART, dan juga BE FAKKIN FOR REAL, dan juga TOUCH SOME GRASS. Sebenarnya cukup mengaggumkan bagaimana novel dengan konsep se-relate ini, tapi problem yang dialami para tokohnya sangat Out of Touch.
Meskipun begitu, kisah dalam novel ini tetap SOLID! Almira bestari membuktikan dirinya sebagai penulis konsisten baik dalam hal positif seperti tema-tema relate yang diangkat, juga dialog para tokoh yang membuat kita seolah ikut berteman dengan mereka. Begitupun hal negatif seperti konflik Out of Touch para tokoh yang membuat kita menjerit. BFFR! (BE FAKKIN FOR REAL!)
C. Penokohan
Kaluna. Coba aku pikir sebentar bagaimana perasaanku terhadap Kaluna. Di satu sisi aku sangat relate dengannya, tapi di sisi lain aku juga tidak mau mengasosiasikan diriku dengannya. Begini, hidup Kaluna memang berat, problematika dalam hidupnya juga dirasakan oleh orang banyak. Namun ... ada garis yang sangat kasat mata antara kurang ajar saking lelahnya dan kurang ajar karena emang sifat bawaan orok.
Kaluna tuh jadi orang penginnya dipahami, dihormati, serta dihargai oleh semua orang. Namun oh nenamun, Kaluna sendiri tidak pernah melakukan hal serupa kepada orang lain! Kaluna ini sering banget mengeluh tentang hal yang seharusnya tidak usah dikeluhkan, karena itu seharusnya sudah CUKUP!
Kepada keluarganya pula Kaluna tidak pernah bertutur kata halus sedikit pun. Dialog Kaluna harus berkonotasi lelah, atau sindiran, atau nada super ketus yang bikin suasana rumah semakin buruk. Maksudku, iya kamu capek, iya kamu udah muak, tapi janganlah melempar kekesalan pada orang yang tidak tahu apa-apa, atau sedang berusaha sebaik mungkin menyenangkanmu.
Kaluna judes ke Bapaknya, ke Ibunya, ke keponakan-keponakannya yang masih kecil. Di saat semua tokoh yang kusebut tadi selalu berusaha membuat Kaluna merasa sedikit damai di situasi terburuk. Gorl ... BE POSITIVE for five second, will you! Bukan cuma kamu yang menderita di dunia ini! Sekali lagi ... BFFR!!!
Danan. Fakta bahwa Danan punya atau pernah punya perasaan pada ketiga sahabat wanitanya secara bergantian agak mengganggu buatku. Bukan berarti hal itu tidak boleh atau tidak mungkin terjadi. Tapi yakinlah jika itu terjadi, mereka tidak akan terlalu lama menjadi sahabat, sebab ego si cowok akan berada di atas langit, merasa dirinya paling tamvan dan direbutin banyak cewek.
Tanish dan Miya. Aku menggabungkan mereka berdua bukan karena penokohan mereka mirip, tapi lebih karena mereka saling melengkapi sebagai teman. Mereka sering bercanda yang bisa dikatakan "rude" atau "keterlaluan". Namun, tak jarang juga mereka saling dukung, saling pengertian, bahkan saling bela. Mereka di sana untuk satu sama lain dan itu yang seharusnya dilakukan sahabat.
Keluarga Kaluna. Toxic, ngeselin, brekele, dan bikin pengin nampol, tapi mari bicara jujur pada akhirnya mereka keluarga. Tidak banyak yang bisa dilakukan Kaluna selain membela mereka. Keluarga Kaluna bisa jadi sangat Out of Touch dan keras kepala, tapi itu juga kepribadian Kaluna so ....
D. Dialog
Dialog dalam novel ini bukan cuma natural, tapi meggambarkan penokohan para tokoh sekaligus hubungan mereka tanpa benar-benar menjabarkannya. Kita tahu saat Kaluna sedang lelah (sangat sering). Kita tahu betapa kuat persahabatan Kaluna dan taman-temannya. Kita tahu hubungan Kaluna dengan kakak-kakak serta ipar-iparnya.
Tanpa perlu keterangan, tanpa perlu eksposisi, dialog sudah menjelaskan semua. Inilah yang kusebut pengeksekusian Show don't Tell yang tepat. Seorang penulis sepuh benar-benar harus belajar menggunakan cara ini (tahu lah siapa, h3h3 ....)
Selain memberitahu tanpa memberitahu, dialog yang baik juga membangun kemistri. Dialog kesukaanku adalah saat Kaluna dan Danan sedang berdua saja. Mereka tidak berbicara sok UwU-UwU, tidak menunjukkan ketertarikan yang terlalu kentara, tapi kita tahu kalau hubungan mereka semakin dekat, dan mereka memang cocok bersama.
Almira Bestari ... aku fans dialog buatanmu! Dan aku akan meng-ATM-nya pada ceritaku sendiri (digampar).
E. Gaya Bahasa
Selain narasi playing victim serta konflik-konflik out of touch, aku tidak punya banyak keluhan tentang gaya bahasa. Susunan kalimatnya mengalir, pilihan kata sesuai dengan latar, dan setiap narasi punya sesuatu yang disajikan sehingga mustahil diskip-skip-skip.
Walaupun, ada beberapa adegan yang aku harapkan ada, tapi ternyata tidak ada. Misalnya proses putusnya Kaluna dengan pacar pertama, adegan Kaluna adu mulut dengan ipar-iparnya mungkin, penyelesaikm konflik terakhir dengan kakak pertamanya. Apa pun!
I'm here for the drama, but Almira Bestari did not deliver!
Selain itu, banyak sekali ilmu tentang properti dan tata cara menabung dalam novel ini. Tentu saja karena temanya memang mencari rumah dan bagaimana Kaluna merencanakan keuangan untuk mewujudkan mimpi tersebut. Informasi seperti itu justru harus ada. Penyampaiannya juga tidak terasa seperti Wikipediah, sebab seringnya ada pada dialog para tokoh saat mereka berdiskusi.
F. Penilaian
Sampul : 2
Plot : 3,5
Penokohan : 3
Dialog : 4
Gaya Bahasa : 3,5
Total : 3,5 Bintang
G. Penutup
Dahulu kala di usia 15 tahun, aku dan dua temanku berandai-andai tentang apa yang terjadi saat kami berusia 30 tahun. Sudah menikah itu jelas, punya anak kedua barangkali, on the way keliling dunia, penghasilan 100 juta per bulan, menaikkan haji kedua orang tua. Secara harfiah semua mimpi kami PASTI sudah terwujud di usia segitu, secara 30 tahun masih sangat lama, masih ada banyak waktu.
Kemudian kelopak mata berkedip, dan usia 30 sudah di depan mata. Segala hal yang pernah menjadi impian kini menjadi tenggat waktu, mengejar tanpa kenal lelah. Ekspektasi bukan hanya datang dari diri sendiri melainkan juga dari berbagai penjuru dunia. Tiba-tiba semua orang peduli dengan apa pencapaian kita selama 30 tahun hidup di dunia.
Padahal mereka tidak di sana saat kita menjadi korban perundungan di usia 13, mereka tidak di sana saat kita kesusahan mencari kerja di usia 22, mereka jelas tidak di sana saat kita di usia 26 ketika rencana yang telah matang harus gagal akbiat satu dan dua hal. Sekarang mereka di sini, begitu penasaran, mengeluarkan pendapat, bahkan sindiran yang prihatin ketika kita tidak bisa menjadi yang mereka inginkan di usia 30
Novel-novel seperti ini mengajarkan kita bahwa tidak masalah belum menjadi apa apa di usia dewasa. Setidaknya kita sudah bertahan selama ini, asalkan kita masih punya tujuan mimpi, serta ambisi untuk terus maju. Omongan orang-orang hanya akan menjadi gong-gong yang harus kita abaikan.
Segitu duli review kali ini. Sampai bertemu di novel "dewasa" lainnya ^o^/
Comments
Post a Comment