Resign


Judul : Resign

Penulis : Almira Bastari

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

ISBN : 9786020380711

Tebal : 288 Halaman

Blurb :

Kompetisi sengit terjadi di sebuah kantor konsultan di Jakarta. Pesertanya adalah para cungpret, alias kacung kampret. Yang mereka incar bukanlah penghargaan pegawai terbaik, jabatan tertinggi, atau bonus terbesar, melainkan memenangkan taruhan untuk segera resign!

Cungpret #1: Alranita
Pegawai termuda yang tertekan akibat perlakuan sang bos yang semena-mena.

Cungpret #2: Carlo
Pegawai yang baru menikah dan ingin mencari pekerjaan dengan gaji lebih tinggi.

Cungpret #3: Karenina
Pegawai senior yang selalu dianggap tidak becus tapi terus-menerus dijejali proyek baru.

Cungpret #4: Andre
Pegawai senior kesayangan si bos yang berniat resign demi dapat menikmati kehidupan keluarga yang lebih normal dan seimbang.

Sang Bos: Tigran
Pemimpin genius, misterius, dan arogan, tapi sukses dipercaya untuk memimpin timnya sendiri pada usianya yang masih cukup muda.

Resign sebenarnya tidak sulit dilakukan. Namun kalau kamu memiliki bos yang punya radar sangat kuat seperti Tigran, semua usahamu pasti akan terbaca olehnya. Pertanyaannya, siapakah yang akan menang?
MENGANDUNG SPOILER!!!

A. Ngabisin Bacaan Gramedia Digital

Selamat datang kembali para pembaca Review Impy sekalian ^o^/

Bagaimana perayaan tahun baru kalian? Apakah kalian menghabiskan waktu bersama pacar? Keluarga? Sahabat? Atau malah ngenes di rumah sahaja? Atau lebih buruk lagi ... apakah kalian malah tengah terjebak dalam kerja rodi?

Oh, aku bersimpati besar pada kalian yang masih harus berkerja di hari-hari spesial seperti ini. Kalau saja aku masih bekerja di perusahaan yang sama dua bulan lalu, sudah pasti aku salah satu daei pekerja paksa! Untung saja aku sudah RESIGN!!!

Nah, novel itu jugalah yang akan aku review kali ini. Novel yang aku download asal saat langganan Gramedia Digital sudah mencapai batas tenggang. Aku tertarik pada novel ini setelah melihat sampulnya yang simple, tapi penuh.

Ilustrasi mesin penghancur kertas yang mengukir kata RESIGN dari sampah sobekan kertasnya pun sangat kreatif dan unik. Ini juga novel bergenre metropop yang sempat dibicarakan orang-orang di awal penerbitannya. Konon, saking real-nya kisah ini sampai dikira kisah nyata si penulis.

Kalau menuruti selera, metropop bukan sesuatu yang akan kupilih pertama kali sebagai bacaan. Itu sebabnya aku tidak langsung baca saat orang-orang membicarakannya, klasik Impy sebagai Not Like Other Gorl! Tapi eh tetapi, karena sekarang novelnya sudah ada di depan mata, lagsong saja kita baca dan review benar, ‘kan?

Kita awali tahun 2023 dengan review barokah! LESS GOOO!!!

B. Plot

Cerita ini dimulai dari keluh kesah seorang pekerja kantoran bernama Alranita pasal kelakuan si Bos (Tigran) yang kejam bukan kepalang. Di kantor itu, Alranita memiliki geng julid bernama Kacung Kampret alias The Cungpret. Mereka terdiri dari empat orang, Alranita sendiri, Carlo yang tukang makan dan mungkin member paling julid, Karen yang paling sosialita, tapi tetap tersakiti, dan Andre yang paling dewasa dan kalem.

Masing-masing dari mereka ingin resign, semuanya punya alasan tersendiri. Namun, alasan-alasan itu pasti berhubungan dengan sifat Tigran yang (katanya) brekele. Tigran sebagai bos terkenal galak, semaunya, perfeksionis, pokoknya segala hal yang membuat karyawannya tertekan. Saking kuatnya tekad The Cungpret untuk resign, mereka pun membuat semcam taruhan bagi siapa pun yang resign terakhir harus menraktir anggota lain di tempat super mahal.

Hal pertama yang aku pikirkan begitu membaca Bab awal adalah, MY STUPID BOSS VIBE! Bedanya, novel ini serius dalam artian memiliki plot yang haqiqi. Aku tahu, tidak seharusnya membandingkan novel ini dengan My Stupid Boss, lantaran genre yang berbeda, dan gaya penceritaan yang jelas berbanding terbalik. My Stupid Boss lebih terkesan ‘ngasal’ sebab niatnya memang ngelucu.

Tapi eh tetapi, novel ini tidak jauh berbeda kalau dilihat dari sisi target pembaca, alias ‘Pekerja yang kesal dengan tingkah ngeselin bos mereka, dan menginginkan resign'. Maka rasanya adil untuk membandingkan beberapa hal yang masih memiliki sangkut paut. Misalnya sifat ‘ngeselin’ antar para Bos. Tigran Vs. Bossman MSB.

Sumpah demi Neptunus, demi Poseidon! Sifat Bossman di My Stupid Boss benar-banar definisi dari kata ‘ngeselin’. Kalian bisa merasakan itu dari dialog, tingkah laku, dan interaksinya dengan para pekerja sepanjang novel. Bagaimana dengan Tigran? Sifat ‘ngeselin’ Tigran menurutku kurang stand out. Sangat-sangat-sangat jauh lebih mendingan dari ‘ngeselin’-nya Bossman. Mungkin, karena sifat ngeselinnya itu cuma di-CERITAKAN doang sama The Cungpret, alih-alih di-TUNJUKKAN.

AGAIN WITH SHOW DON’T TELL!!!

Sifat Tigran sepanjang novel ini sebenarnya tipikal boss-boss tegas. Kayak revisi laporan berkali-kali, memastikan sesuatu dari karyawannya supaya tidak ragu-ragu, meminta kesempurnaan dan ketepatan waktu. Itu semua normal!

Ya ... melempar kertas terdengar sedikit berlebihan, tapi terlalu lebay rasanya kalau sampai di-cap Iblis dari Neraka, atau Ngeselin Tingkat Dewa. Toh setiap kali Tigran berdialog atau dapet adegan, dia selalu baik dan perhatian kepada karyawannya.

Akibat sifat Tigran yang tidak sesuai dengan deskripsi, rada sulit bagiku sebagai pembaca untuk menganggapnya ngeselin, y’know? Kayak, denger gosip kalau Bi Ijah si tetangga baru tuh judes, jahat, pelit, emosian. Eh, tapi pas ketemu Bu Ijah secara langsung dia malah menyapa duluan dengan senyum pepsoden, menawarkan kita untuk bertamu ke rumahnya, dan disuguhi berbagai cemilan enak. Kalian mengerti maksudku, ‘kan?

Aku jadi malah kasian sama Tigran yang digosipin aneh-aneh mulu sama The Cungpret! Sebailknya, aku malah mau neriakin karyawan-karyawan brekele itu untuk segera resign aje. “Hey, don’t you dare disrespecc my buoy, Tigran! He deserve better!!!”

Namun, di samping masalah Tigran dan sifat ngeselinnya, aku enjoy banget sama tiap adegan di novel ini. Meskipun beberapa konflik kecil diselesaikan dengan loncat-loncat macam kangguru pake stik pogo, tapi entah kenapa semua itu bisa aku maafkan karena rangkaian dialog novel ini benar-benar sempurnah! Kita bahas lebih lanjut pasal ini nanti.

Selain itu, vibe kantoran di sini juga bukan sekadar tempelan, dalam artian pekerjaan Alranita dan rekan-rekannya memang menjadi pembangun konflik supaya berjalan. Alranita adalah seorang karyawan yang bermasalah dengan bosnya di kantor, dan itulah konflik yang kita dapatkan. Masalah yang dialami Alranita tidak melebar ke mana-mana, tidak sok-sokan memberi banyak sub-konflik sehingga penyelesaiannya terburu-buru atau malah ngasal.

Actually, that’s kinda sounds like my story ... anyways, MOVING ON!!!

Forshadowing antara hubungan Tigran dan Alranita juga terbangun perlahan, tapi pasti. Wich is a good thing! Tidak pakai alasan cinca pada pandangan pertama, cicna tak butuh alasan, cinca akibat pemaksaan kehendak. Intinya, tidak ada ketiba-tibaan(?).

Well ... seharusnya aku tidak terkejut lagi. Tentu saja kualitan novel akan beda kalau ditulis oleh orang yang memang memahami bidang tersebut, dan tidak sekadar mengandalkan kehaluan, apa lagi ngeraba-raba (lirik si oren dan kawan-kawan).

Bagaimana dengan ending? Menurutku pribadi, ending novel ini ada di kategori “Ooohh, udeh ....”. Itu berarti ending yang masuk akal, memuaskan, tapi udeh gitu aja. Tidak memorable, dan kayaknya bakal aku lupakan dalam beberapa minggu ke depan. (bukan karena jelek, melainkan otak yang brekele).

Baiklah, sepertinya hanya itu yang akan kubahas tentang novel Resign. Aku menikmati ceritanya, dan jelas merekomendasikan novel ini kepada kalian. Oh, bagi remaja-remaja unyu yang masih suka genk motor, kelean mungkin harus mundur dulu beberapa langkah. Sebab cerita ini lebih akan terasa relate terhadap orang-orang yang pernah menjadi BUDAK!!!

Dam ... segmen plot terasa singkat dan ringan kalau tidak sambil menjulid. Biasanya, segmen Plot menghabiskan waktu minimal lima jam nonstop supaya kejulidan-ku tersampaikan dengan baik. Sering-seringlah begini supaya resolusi 200 postingan bisa tercapai!

C. Penokohan

Alranita. Inilah hasilnya jika penulis menulis novel yang memang menjadi bidangnya. Penokohan Sempurna. Alranita ini tipikal Boss Bich yang sassy-nya tidak ketulungan, begitu juga julidnya (ups). Harga dirinya tinggi, dia tidak pernah mau dimanfaatkan atau dipermainkan orang lain. Namun, dia juga memiliki rasa hormat dan kesopanan yang tinggi.

Penulis tidak pernah menjabarkan kalau Alranita pintar, cerdas, genius, atau semacamnya. Dan itu memang tidak perlu, sebab perilaku Alranita sepanjang cerita sudah menunjukannya dengan baik. Ada adegan di mana Tigran bertingkah layaknya Bad Buoy Watpat yang tukang memaksakan kehendak. Aku trauma, dan berpikir Alranitan bakal ‘luluh’.

Nyatanya, NOOO!!! She SNAP BACK BAYBEH!!! And I love her so much for that!

Ya, dia mungkin terlalu lebay membenci/menjulid Tigran, padahal Tigran selalu bersikap lembut kepadanya. Tapi hey ... kalau aku disuruh lembur sampai tengah malam 24/7, aku pun bakal nangis sambil ngetik, dan akan membenci boss-ku setengah mati. Jadi, ya ... sifatnya yang lebay membenci Tigran masih bisa dijustifikasi.

Tigran. Aku sudah bilang kalau para tokoh di sini terlalu lebay dalam mendeskripsikan sifat nyebelin Tigran sebagai bos. Padahal dia cuma menyuruh karyawannya merevisi berulang-ulang supaya sempurna, memastikan berkali-kali apakah sebuah data sudah sesuai, meminta para karyawannya untuk tepat waktu.

IT’S HIS FREAKIN JOB!

Dia pun tidak mau kena omel, lantaran dia juga anak buah dari Dewa Boss yang jauh-jauh-jauh lebih kejam. Kalau The Cungpret ingin menyalahkan seseorang, harusnya mereka menyalahkan Dewa Boss, bukan Tigran!

Serius, setiap kali Tigran muncul di adegan, dia pasti menyapa para karyawan, berusaha beramah-tamah, menawarkan makan siang bersama. Kalau aku malah bersyukur alhamdulilah dapet boss merakyat begitu! Ya, dia memang memberi tekanan berlebihan kepada karaywannya, tapi dia pun ada di bawah tekanan. So ... don’t hate him for that!

Ya ... sebenarnya perilaku The Cungpret ke Tigran membuatku kesal, karena kalau seandainya mereka dapat boss seperti boss-ku mungkin mereka bakal bvnvh diri alih-alih cuma resign. Udah mana minimum wage, kerja bagai kuda, si boss maunya dianggap dewa, dan merendahkan karyawan, eyuuuh. Lhooo, kok malah curcol!

The Cungpret (Carlo, Karen, Andre). Aku menggabungkan ketiganya, karena mereka secara harfiah Pea in the Pod. Jujur, adegan favoritku di novel ini memang kalau The Cungpret sudah menjulid (kecuali menjulid Tigran). Entah itu menjulid secara langsung atau lewat pesan elektronik.

Seolah aku sedang ikut menjulid bersama mereka. Kepribadian mereka saling menonjol, tanpa menutupi satu sama lain. Carlo yang chaotic, tapi masih gak enakan. Karen yang blak-blakan dan berapi-api. Meanwhile Andre sebagai malaikat penengah kalau julidan sudah melebar ke mana-mana. I love them, aku ingin punya rekan kerja seperti mereka.

Sandra. Si anak baru, tipikal sekertaris seksi dan genit. Dia tidak termasuk ke dalam The Cungpret sebab dia masih baru, dan tengah menikmati pekerjaannya dengan sepenuh hati. Lagi pula, Sandra terang-terangan naksir Tigran dan tidak segan menunjukkannya. Seperti kata pepatah 'Kalau sudah cinta, tahi komodo rasa cokelat'.

Tapi eh tetapi, aku mungkin ada di pihak Sandra kalau membicarakan pendapatnya tentang Tigran. Dia bingung kenapa The Cungpret begitu membenci Tigran, padahal Tigran selalu ramah kepada para karyawannya. Sandra juga mengatakan kalau penilaian negatif The Cungpret terhadap Boss Tamvan mereka itu berlebihan. YEESS!!! SAY IT LOUDER!!!

D. Dialog.

Yas, segmen inilah yang kepengin banget kubahas! Sebab dialog dalam novel ini begitu mengalir dan sederhana, bahkan sampai membuatku sebagai pembaca ikut ke dalamnya. Terutama tentunya setiap kali The Cungpret mulai menjulid. Pemilihan kata untuk dialognya santai, tidak baku, tapi juga tidak melenceng dari KBBI.

Vibe-nya mirip novel di era Golden Decade, dan mungkin itu juga yang membuatku rada bias. Agak mengejutkan, padahal novel ini terbit tahun 2018. Saking jarangnya aku menemukan novel lokal yang dialognya mengalir, tanpa embel-embel diksi indah, ala terjemahan, atau malah baku tapi cringe.

Harus aku akui, novel ini tidak memiliki keseimbangan antara dialog dan narasi (lebih banyak dialog). Namun, rasanya itu bukan masalah sama sekali, sebab tidak ada filler di sini. Setiap dialog membimbing kita maju menuju konflik sehingga tidak ada alasan untuk skip-skip-skip. Walaupun, ada beberapa kesalahan minor pada tanda baca, mungkin selingkung dari penerbitnya juga. Asalkan tidak membuat sakit mata, selingkung jelas sah-sah saja.

Selain dialog entertaining dari The Cungpret, dialog antar Tigran dan Alranita juga asyik untuk diikuti. Melihat cara Tigran berusaha PDKT, di sisi lain Alranita kepalang ilfil menghadapi segala tekanan yang diberikan Tigran di kantor sehingga mustahil baginya untuk bermanis-manis.

Kasihan juga melihat cara Alranita membalas sinis setiap perilaku manis Tigran. Give him a break for god sake!!! Tapi sekali lagi ... Tigran pantas mendapatkan itu karena sudah menyabotase liburan healing Alranita.

Ada satu adegan paling memorable buatku pribadi bahkan mungkin kita semua, berkat betapa relate-nya hal tersebut tersebut di dunia nyata. Yaitu saat Tigran membuat gombalan yang luar biasa cringe, dan Alranita benar-benar merasa cringe sampai mau muntah. Reaksiku saat itu seperti minum es kelapa di tengah hari bolong. PUASSS!!!

Setelah sekian lama dijejalkan tokoh cewek mleyot saat mendapatkan gombalan cringe. Akhirnya kita mendapatkan reaksi dari orang normal saat mendapatkan gombalan cringe. Yaitu MAU MUNTAH!!!

Ekhem, to be fair ... sebenarnya ini memang pasal usia juga. Maksudku ... wanita dewasa seperti Alranita mustahil masih merasa UwU saat diberi gombalan-gombalan brekele ala abege. Ayolah ... sebentar lagi kita tumbuh uban, dan kao masih merayuku dengan kalimat “matamu seindah purnama”?

TUNJUKAN SAJA REKENINGMU! Just kidding, h3h3 ....

E. Gaya Bahasa

Saat aku membahas gaya bahasa dari se-fruit novel, yang aku maksud adalah Narasi dan Deskripsi dari novel tersebut, mungkin juga World Building jika ada. Kalau mau jujur, kedua hal itu tidak terlalu menonjol di novel ini, karena dialognya sendiri sudah superior. Novel ini mengambil sudut pandang orang pertama, eksekusinya pun konsisten dan sesuai peraturan Pov1 alias, tidak boleh bocor.

Novel ini tidak memiliki World Building, karena memang tidak perlu. Setiap narasi pun cuma pendapat Alranita terhadap sesuatu, atau transisi, sebelum akhirnya kembali ke dialog. Novel ini juga tidak terlalu menunjukan latar (tempat dan waktu) sehingga kadang aku bingung apakah ini siang, sore, malam, subuh. Apakah ini ada di kantor, atau di mobil. Apakah posisi orang-orangnya lagi berdiri, duduk, atau nungging?

Entah itu sebuah kekurangan atau bukan, tapi untuk novel yang tidak sampai 300 halaman, penulis sudah menyusun ceritanya dengan sangat maksimal. Dalam artian padat, tidak bertele-tele, tidak banyak info dump. Aku tidak mau mengeluh terlalu banyak utnuk masalah gaya bahasa, sebab aku menikmati novel ini dari awal sampai akhir dalam waktu hanya tiga jam.

F. Penilaian

Cover : 3,5

Plot : 3

Penokohan : 3

Dialog : 4

Gaya Bahasa : 3

Total : 3,5 Bintang

G. Penutup

Belakangan ini jarang sekali aku menemukan novel lokal yang benar-benar berkualitas, sebab kuantitas rasanya lebih penting dari kualitas bagi para penerbit. Tidak peduli apa isi ceritanya, tidak peduli apa dampakya kepada masyarakat, tidak peduli bahwa di luar sana banyak sekali penulis-penulis hebat yang tidak terlihat, lantaran tidak diberi kesempatan untuk terlihat. Maka embel-embel pembaca terbanyak di se-fruit platform pun ditempel besar-besar pada sampul novel, supaya apa?

MONEY TALK!

Makanya saat menemukan novel bagus seperti Resign, rasanya seperti menemukan harta karun. Novel ini terbit di tahun 2018, dan pamornua saat itu tenggelam akibat salah satu novel platform juga terbit, dan mendapat promosi besar-besaran. Terlihatlah siapa yang dianak-emaskan!

Ah, kalau membahas hal-hal seperti itu ujungnya merembet ke mana-mana sebab banyak faktor yang terlibat. Maka dari itu aku cuma sangat bersyukur menemukan dan akhirnya membaca novel Resign. Berharap novel-novel seperti ini akan kembali mendominasi toko-toko buku. Bukannya cerita platform yang menang kuantitas sahaja.

SUDAH!!!

Maka selesailah review kali ini. Selamat tahun baru! dan sampai jumpa di review lain ^o^/

Comments

Impy's all-time-fav book montage

The School for Good and Evil
A World Without Princes
The Last Ever After
Quests for Glory
House of Secrets
Battle of the Beasts
Clash of the Worlds
Peter Pan
A Man Called Ove
My Grandmother Asked Me to Tell You She's Sorry
The Book of Lost Things
The Fairy-Tale Detectives
The Unusual Suspects
The Problem Child
Once Upon a Crime
Tales From the Hood
The Everafter War
The Inside Story
The Council of Mirrors
And Every Morning the Way Home Gets Longer and Longer


Impy Island's favorite books »

Baca Review Lainnya!

Ily

Laut Bercerita

Aku Menyerah pada Serial Omen-nya Lexie Xu

Novel-novel Terkutuk (Mostly Watpat)

Matahari Minor

Mbah Rick Riordan Melanggar Semua Pakem dalam menulis POV1 (dan Tetap Bagus)

Peter Pan