Ayahku (Bukan) Pembohong
Judul : Ayahku (Bukan) Pembohong
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 9789792269055
Tebal : 304 Halaman
Blurb :
Inilah kisah tentang hakikat kebahagiaan sejati. Jika kalian tidak menemukan rumus itu di novel ini, tidak ada lagi cara terbaik untuk menjelaskannya. Mulailah membaca novel ini dengan hati lapang, dan saat tiba di halaman terakhir, berlarilah secepat mungkin menemui ayah kita, sebelum semuanya terlambat, dan kita tidak pernah sempat mengatakannya.
Dari review Serial Bumi yang telah berlangsung selama satu milenium ini, kalian tentunya tahu bagaimana pendapatku terhadap sempak terjang Bapacc Tere Liye dalam dunia kepenulisan, terutama genre fantasi. Aku bahkan punya sebutan 'Tell' untuk belio akibat gaya menulisnya yang aduhai.
Kapan terakhir kali kita memeluk ayah kita? Menatap wajahnya, lantas bilang kita sungguh sayang padanya? Kapan terakhir kali kita bercakap ringan, tertawa gelak, bercengkerama, lantas menyentuh lembut tangannya, bilang kita sungguh bangga padanya? Inilah kisah tentang seorang anak yang dibesarkan dengan dongeng-dongeng kesederhanaan hidup. Kesederhanaan yang justru membuat ia membenci ayahnya sendiri.
Inilah kisah tentang hakikat kebahagiaan sejati. Jika kalian tidak menemukan rumus itu di novel ini, tidak ada lagi cara terbaik untuk menjelaskannya. Mulailah membaca novel ini dengan hati lapang, dan saat tiba di halaman terakhir, berlarilah secepat mungkin menemui ayah kita, sebelum semuanya terlambat, dan kita tidak pernah sempat mengatakannya.
MENGANDUNG SPOILER!!!
A. Pak Tere 'Tell' Liye at it again!
Selamat datang kembali Penjulid (ekhem) Pembaca Review Impy di mana pun kalian berada. Sudah lama sekali semenjak kita saling sapa di blog ramah nan bersahabat ini. Pekerjaan yang secara harfiah Full Time selama dua bulan penuh membuatku tak lagi bisa sebebas dulu. Ekhm ... let's not talk about that any further.Dari review Serial Bumi yang telah berlangsung selama satu milenium ini, kalian tentunya tahu bagaimana pendapatku terhadap sempak terjang Bapacc Tere Liye dalam dunia kepenulisan, terutama genre fantasi. Aku bahkan punya sebutan 'Tell' untuk belio akibat gaya menulisnya yang aduhai.
Hey! Aku bukan haters, justru aku cinta belio sampai punya panggilan sayang!
Namun, kalau kalian sadar juga aku tidak pernah membenci karya Pacc Tere yang lain sebanyak aku membenci Serial Bumi. Contohnya Serial Anak-anak Mamak, yang mungkin masih menjadi seri ciptaan Pacc Tere kesukaanku. Bahkan, menurutku Pacc Tere memang lebih ahli membuat Slice of Life daripada fantasi, terutama yang bertema keluarga.
Makanya aku memberi kesempatan pada novel yang satu ini. Dlihat dari Blurb sangat menarik dan menyentuh hati, meskipun sampul dari versi yang aku baca tidak terlalu memikat. Entahlah, rasanya terlalu tumpang-tindih tanpa benar-benar menyatu satu sama lain. Aku paham sampul tersebut ingin memunculkan hal-hal ikonik di dalam buku, tapi aku yakin ada cara yang lebih barokah dari ini.
Versi sampul yang aku baca, karena burique aku pakai yang versi baru aja h3h3 .... |
Alasan lain dari ketertarikanku pada novel ini adalah kontroversi isinya yang kata sebagian besar orang sangat mirip film Big Fish. Sayangnya...aku tidak pernah menonton film Big Fish (bruuh).
Nah, langsung saja kita baca Mahakarya Dahsyat lain dari seorang Tere 'Tell' Liye.
B. Plot
Kisah ini diawali dari seorang kakek yang menceritakan kisah luar biasa kepada dua cucunya, selagi ayah dari cucu-cucunya mendengarkan betapa tidak masuk akal cerita-cerita tersebut. Sang ayah terlihat sangat membenci cerita-cerita kakek, sampai bersikap sinis padahal anak-anaknya begitu menggemari cerita tersebut.
Pertanyaan pun muncul. "Apakah gerangan yang membuat sang Ayah membenci Kakek, alias bapaknya sendiri?"
Untuk mengetahuinya kita harus pergi ke jaman baheula, saat sang ayah masih seorang anak penuh tekad bernama Dam. Anak ini bisa dibilang pintar, bertekad kuat, rajin, dan berbakti pada orang tua. Namun, semua itu tidak ada pengaruhnya karena Dam tetaplah anak ter-bully di sekolah. Ini memang tidak begitu penting, tapi apakah kalian tahu apa alasan Dam di-bully?
Karena dia mempunyai rambut keriting (Bruuh).
Bagi kalian yang tidak paham kenapa aku menulis "Bruuh", itu karena Pacc Tere 'Tell' Liye nampaknya memiliki perasaan khusus (ke arah negatif) kepada tokoh-tokohnya yang memiliki rambut keriting. Sudah ada tiga seri, dengan total 10+ novel di mana Pacc Tere 'mengejek' tokoh-tokoh yang memiliki rambut keriting.
Katakanlah Eli dari serial Anak-anak Mamak, Miss. Selena dari Serial Bumi, dan sekarang Dam. Semua tokoh yang aku sebutkan di atas memiliki rambut keriting, dan hal itu selalu diungkit, bahkan terkesan diejek sepanjang narasi maupun dialog oleh tokoh-tokoh lain. Maksudku ... hal tersebut bukan masalah besar yang perlu diungkit-ungkit setiap saat, tapi Pacc Tere membuatnya seolah-olah begitu.
Pacc Tere ... DO YOU HAVE PROBLEM ON PEOPLE WITH CURLY HAIR?
Aku jadi punya konspirasi kalau Pacc Tere pernah ditolak cewek yang rambutnya keriting sehingga sejak saat itu belio senantiasa 'mengejek' cewek tersebut lewat tokoh-tokohnya. Ekhem ... mari kita kesampingkan konflik antara Pacc Tere dan rambut keriting, lantas membahas plot yang sesungguhnya.
Dam hobi menonton bola, dan begitu mengaggumi salah satu pemain nomer sepupul yang bernama El Capitano, El Prince (or whatever!). Namun, untuk beberapa alasan dia malah mendalami olah raga renang. Ya, memang tidak ada yang salah dengan itu, tapi menurutku akan jauh lebih relatable bagi kisah Dam kalau dia juga mendalami bidang sepak bola, yekan.
Selain pemain sepak bola favoritnya, Dam mempunyai satu idola lagi dalam hidup, ialah sang ayah, alias kakek dari cucu-cucunya di awal cerita tadi. I have to say, tokoh ayah dalam novel ini adalah sosok ayah yang aku inginkan dalam hidupku sendiri! Bijak, gemar mendongeng, selalu tahu harus berbuat apa untuk mengatasi masalah, baik dan lemah-lembut. Pokoknya perfect! Dan aku tidak membicarakan perfect yang Gary Stu!
Ayah selalu punya kisah-kisah menakjubkan sarat makna untuk diceritakan kepada Dam saat anak itu terlibat masalah, atau ketika Dam mengalami kegagalan yang memengaruhi kepercayaan dirinya. Misalnya sang ayah yang ternyata pernah berteman akrab dengan idola sepak bolanya, dan sang idola dulunya juga payah dan memble. Namun, sang idola tidak pernah menyerah.
Dam keci tentu saja bangga meskipun nuraninya sedikit meragukan hal tersebut. Dam bahkan tidak menceritakan persahabatan Ayah dengan idolanya selain pada satu orang teman. Satu orang teman yang pada akhirnya menjadi orang spesial bagi Dam di masa depan. Jujur saja foreshadow antara Dam dan Taani di kemudian hari adalah selingan yang UwU.
Sampai di situ cerita Ayah masih normal, reletable, dan boleh jadi memang kenyataan meskipun kemungkinannya tipis. Tapi eh tetapi, semua berubah ketika sang ayah mengisahkan tentang Penguasa Angin. Alkisah orang-orang yang bisa mengendarai layangan raksasa dengan bantuan angin. Atau malah Apel Emas, sampai kolam kebahagiaan.
Um ... Pacc Tere, what is this?
Jujur saja, aku bisa menebak konsep besar cerita ini, bahwa sejatinya kisah-kisah sang ayah yang dikira Dam sebagai dongeng ternyata kenyataan. Tapi orang mengendarai layangan? Aku pikir novel ini bergenre Realistic Fiction, kalau begini mah jatuhnya sudah ke ranah dongeng atau fantasi!
Terus lagi, diceritakan Dam bersekolah di Akademi Gajah, yang ternyata akademi itu tidak pernah ada? Terus Dam sekolah di pohon beringin gitu ame tuyul-tuyul dan dedemit?
Meskipun aku tidak mau berkomentar lebih lanjut ... boleh jadi Akademi Gajah itu sekolah biasa, cuma Dam penderita Skizofrenia dan delusi berlebih sehingga benar-benar menganggap sekolah itu bernama Akademi Gajah. Padahal mah nama sekolahnya SMA Maju-Mundur Cantik (dihujat netijen).
Lagi pula, kisah sang ayah tentang Penguasa Angin dan Apel Emas secara teknis 'nyata', karena belio mengarangnya sendiri ke dalam novel (bruuh). ITU MAH BENERAN MENDONGENG NAMANYA!
Tidak terlalu banyak hal yang bisa diceritakan di sini, karena plotnya memang tentang makna hidup, hubungan keluarga, serta belajar ikhlas memaafkan. Melihat perkembangan Dam dan hal-hal seru yang dilaluinya cukup menyenangkan, walaupun di beberapa bagian penceritaannya terlalu 'Tell'. Yah ... tipikal Pacc Tere, lah.
Misalnya, menjelang akhir novel, tepatnya setelah Dam lulus dari Akademi Gajah. Mulai dari situ, buanyak sekali rangkuman kisah hidup Dam alih-alih adegan komplit nan konkret. Ya si Dam begini-begitu, mengalami ini-mengalami itu, dua tahun berlalu, tiga tahun berlalu, Dam menikah, Dam punya anak. Semua dirangkum aja gitu sampai akhir novel.
Aku cuma mau Show don't Tell, itu saja!!!
Nah, di akhir cerita pun sang ayah meninggal dunia. Semua orang berduka, tapi ada satu pelayat yang mengejutkan Dam sekeluarga. Si Nomer Sepuluh, alias idola sepak bola Dam datang ke pemakaman!!! Dari situ Dam sadar sang ayah bukan pembohong, lantas membuat kalimat ...
"Ayahku bukan pembohong."
Ya ... tapi dia berbohong soal Penguasa Angin, dan Apel Emas, dan Akademi Gajah, dan bikin danau, dan lain-lain. Literally, cuma ketemu pemain sepak bola doang yang kagak bohong! Pacc Tere, aku butuh penjelasan lebih lanjoet pasal ini!
C. Penokohan
Dam. Anak biasa yang sangat mengidolakan sepak bola, tapi untuk beberapa alasan malah ikut klub renang. Dam itu ambisius, panasan, selalu ingin tahu, yang mana sifat-sifat normal bagi anak seusianya. Nah, yang aku pikir agak unik adalah dia gemar mendengarkan cerita, padahal dia anak laki-laki. Percayalah, aku punya banyak saudara laki-laki dan TIDAK SATU PUN dari mereka suka mendengarkan dongeng dari orang yang lebih tua.
Terus lagi, menurutku Dam terlalu mempercayai kisah-kisah ayahnya, bahkan hal yang sangat tidak masuk akal. Lebih parah, kepercayaan itu bertahan sampai usia SMA. Dia baru sadar pas cerita-cerita sang ayah ternyata hanya sebuah novel. Ayolah, Dam! Kau tidak berpikir benar-benar ada orang yang mengendarai layangan raksasa, 'kan?
Tapi di sisi lain, aku suka karakter Dam. Pacc Tere membuatnya seperti anak-anak normal yang tidak selalu serba bisa. Ekhem ... melihat betapa banyaknya karakter Mary Sue dan Gary Stu di Serial Bumi, ini jelas sebuah kelebihan!
Ayah. Pendongeng Handal (secara harfiah). Aku sudah bilang kalau tipe ayah seperti ini adalah idamanku. Pacc Tere mnggambarkan sifat-sifat sang ayah dengan sangat baik. Aku jadi heran kenapa belio tidak bisa seperti ini di Serial Bumi. Aku tahu dongeng-dongeng ayah mungkin tidak benar-benar terjadi dan hanya metafora untuk memberi Dam pelajaran berharga. Tapi dalam konteks di sini, itu tetap sebuah kebohongan, so ....
Ibu. Tipikal ibu yang keibuan, tapi judes (does that make sense?). Si ibu beberapa kali meminta ayah untuk berhenti menceritakan kisah-kisah aduhai kepada Dam, tapi dia tidak pernah benar-benar melarang. Mungkin karena si ibu tahu memang begitulah cara ayah menasehati Dam, dan dia menghargai itu. I love that kind of relationship.
Taani. Foreshadowing antara dia dengan Dam di kemudian hari sangat UwU, tapi sayangnya di akhir terlalu terburu-buru dan terkesan rangkuman saja, padahal aku berharap interaksi mereka lebih banyak. Taani juga jadi terkesan judes abiz setelah menikah.
Jarjit. Musuh jadi sahabat. Dam dan Jarjit punya masa lalu yang tidak terlalu baik. Lebih karena Jarjit orang kaya, sementara Dam tidak sekaya itu. Namun, pada akhirnya mereka malah jadi teman, terutama setelah Jarjit mengakui kalau ayah Dam dihormati semua orang bahkan ayahnya sendiri. Aku suka konflik mereka sepanjang cerita, terasa real, tidak dibuat-buat.
Orang-orang di Akademi Gajah. Um ... aku lupa nama-nama mereka h3h3 ....
D. Dialog
Dialog di sini memakai bahasa baku (which i love) dan terasa sangat-sangat-sangat natural. Hey! Sudah kubilang Pacc Tere lebih ahli menulis novel bergenre Slice of Life daripada Fantasi! Lihat betapa smooth dialog-dialog di sini. Interaksi tokoh juga tidak hambar, kemistri mereka terasa. I love it!
Pacc Tere ... KENAPA DIKAU TIDAK BISA BEGINI DI SERIAL BUMI????
Mungkin karena dulu Pacc Tere belum se-edgy sekarang, dan kelihatan betul dia menulis nove ini dengan sepenuh hati. Sedangkan aku tidak melihat Pacc Tere menulis dengan sepenuh hati di Serial Bumi. Seolah di Serial Bumi, Pacc Tere memanjangkan novelnya cuma demi .... ANYWAYS!!!
Seperti yang kubilang, dialog di sini sempurna, aku sukak. Wholesome dan UwU. Tidak banyak keluhan, ataupun catatan-catatan yang kubuat karena aku sangat menikmatinya.
E. Gaya Bahasa
Sebenarnya aku juga tidak punya keluhan dari gaya bahasa Pacc Tere di novel ini. Namun, untuk beberApa hal juga aku merasa kurang puas. Seolah ada sesuatu yang kurang dari gaya bahasa belio. Mungkin karena penceritaan yang terkesan merangkum di pertengahan menuju akhir sehingga emosi yang ingn ditampilkan kurang nendank.
Beberapa kali aku dibuat nyaris menangis. Ya ... cuma 'nyaris' soalnya belum sempat jatuh ke emosi satu adegan, eh udah lompat ke adegan lain. Seperti transisi Dam dari remaja menuju dewasa sehingga dia semakin jarang mengunjung orang tua, dan mulai fokus pada dirinya sendiri. Itu berpotensi menjadi adegan ihiks-ihks 7 hari 7 mlam, tapi karena eksekusinya yang cuma seiprit-seiprit akhirnya malah kurang nendank.
Oh, aku juga bikin catatan di beberapa deskripsi kalau vibe-nya benar-benar mirip sinetron hidayah. Seperti saat istri Dam memeluk kaki Dam sambil memohon-mohon. Yes ... aku yakin kalian semua juga langsung membayangkan adegan di sinetron hidayah.
Kesmpulannya sih, aku benar-benar merasa kalau Pacc Tere lebih menumpahkan perasaannya ke novel ini daripada serial Bumi yang brekelenya udah tingkat tinggi.
F. Penlaian
Cover : 2
Plot : 3
Penokohan : 3,5
Dialog : 4
Gaya Bahasa : 3,5
Total : 3,2 Bintang
G. Penutup
Novel ini sebenarnya sangat bagus, tapi melihat rumor yang mengelilinginya (terumata masalah mirip film Big Fish) aku jadi ragu untuk mengapresiasi novel Pacc Tere ini lebih jauh. Aku tahu, mustahil ada cerita yang benar-benar original di dunia ini. Kemiripan dalam unsur cerita pun bisa terjadi secara tidak sengaja. Namun, kalau melihat karya-karya Pacc Tere yang lain, memang tak jarang belio menerapkan sistem ATM (Amati Tiru Modifikasi).
Bahkan, bukan hanya sekali ini beliau dicurigai meniru novel terkenal secara berlebihan. Biasanya Pacc Tere sendiri tidak memedulikan hal tersebut. Namun, tidak di sini, Fernandez!
Rasanya rumor-rumor novel ini dengan film Big Fish sedikit mengganggu, atau mungkin mekhawatirkan bagi Pacc Tere sampai-sampai belio harus membuat disclaimer di akhir novelnya. Belio tidak membantah atau mengonfirmasi rumor-rumor itu, melainkan menyuruh kita pembaca berpendapat sendiri (bruuh).
I dont know about you, but that seems fishy!
Yah, barang kali segitu dulu reviewku untuk novel Ayahku (bukan) Pembohong. Huft, sekian lama tidak membuat blog rasanya kok jadi kaku gini, h3h3 ....
Sampai jumpa di review berikutnya ^o^/
Comments
Post a Comment