House of Secrets (Jilid 1)


Judul : House Of Secrets

Penulis : Chris Columbus & Ned Vizzini

Penerbit : Mizan Fantasi

ISBN : 978-602-0989-46-4

Tebal : 454 Halaman

Rating Pribadi : 3,7 Stars

Blurb :


Rumah itu bertengger di tepi tebing menghadap langsung ke laut--tiga lantai bergaya Victoria dan dikelilingi pepohonan pinus. Mr. dan Mrs. Walker hampir tidak percaya akan keberuntungan mereka mendapatkannya dengan harga murah. Lain halnya dengan Cordelia, Brendan, dan Eleanor Walker yang langsung curiga. Ada sesuatu yang janggal dari rumah itu.

Bukan saja sudah tua dan berbau lapuk, di sana juga mereka merasa seolah ada yang mengawasi. Kelebatan sosok misterius, patung malaikat yang bisa menjelma, perlahan semua keanehan menampakkan diri. Tiga bersaudara Walker pun harus melalui petualangan seru demi mengetahui kebenaran tentang rumah penuh rahasia itu.
MENGANDUNG SPOILER!!!

A. Kebiasaan Dari Lahir

Hai guys ... Impy Island di sini! YAAASS akhirnya kita masuk ke buku baru setelah cukup lama bergelut di Sekolah Kebaikan dan Kejahatan. Buku yang akan kubahas kali ini adalah House Of Secrets alias Rumah Penuh Rahasia. Seperti biasa, marilah kita berbincang tentang bagaimana aku menemukan buku ini. Sebelumnya harus kuberitahu, sampul buku yang aku punya tidak sama dengan apa yang ada di gambar, jadi ... mungkin kali ini kita tidak bisa menganalisa sampulnya. (Versiku tidak ada versi jernihnya di manapun T_T)

Seperti biasa aku menemukan buku ini ketika sedang berjalan-jalan di Gramedia. Aku memang tipe pembaca yang suka bergentayangan di toko buku agar bisa melihat-lihat buku yang sekiranya menarik. (Sesuai selera syukur, tidak sesuai juga tidak masalah.) Cukup lama berkeliling, muncullah House Of Secrets dengan sampul tiga anak yang sedang menuruni tangga, dua perempuan dan satu laki-laki, sedang dikejar oleh iblis jahat yang menyeringai (Itu gambaran buku yang aku punya.)

Fantasi, Middle Grade, kakak-beradik, petualangan. Hmm ... ini sih tipe-ku banget! Tanpa pikir panjang, buku itu langsung aku bopong ke kasir (tadinya mau langsung bopong ke rumah, tapi takut ditangkep Pak Satpam) Pulang-lah aku dengan hati gembira bukan kepalang. Selalu begitu kalau membeli buku baru, kan? Seperti ritual sakral sebelum membaca, aku pasti membuka setiap halaman sampai habis, mencari-cari ilustrasi cerita, ternyata ... tidak ada T_T.

Aku cukup kecewa, dan lantas bertambah kecewa begitu melihat sisi samping buku yang bertulis (Jilid 1) Itu artinya ini buku berseri lagi? NOOOO. Tidak cukup-kah penulis luar negeri menulis satu buku saja? Sebanyak itukah ide cerita di kepala mereka? Sebenarnya itu bagus, sangat bagus, hanya saja, aku pernah sekali dikecewakan karena novel kesukaanku tiba-tiba berhenti diterjemahkan di tengah jalan. Masa-masa kelam, aku bahkan sampai menitikkan air mata, (oke, itu berlebihan).

Yaah ... mau bagaimana lagi, buku sudah dibeli, dialah pilihanku dari sekian ratus buku, itu berarti ia istimewa, mau tidak mau harus kubaca demi menjaga perasaan buku ini. Dan tahukah kalian? Kekecewaanku hilang saat itu juga.

B. Ngomongin Anu

Cerita dimulai dengan Perkenalan keluarga Walker, Mr. dan Mrs. Walker, Cordelia alias Deal 15 tahun, Brendan 12 tahun, dan Eleanor alias Nell 9 tahun. Mereka membeli rumah mewah super besar dengan harga yang sangat murah. Orang tua mereka, sih senang-senang saja karena baru terkena musibah kebangkrutan, justru anak-anak yang merasa curiga. Mereka mulai mengalami hal-hal menyeramkan bahkan sebelum benar-benar pindah ke rumah itu. Entahlah, dalam setiap cerita fantasi middle grade, otak anak-anak menjadi lebih rasional daripada orang dewasa.

Ketika akhirnya mereka resmi menempati rumah megah itu, masalah justru datang. Seorang nenek sihir tua jelek alias Penyihir Angin yang ternyata pemilik lama rumah itu, tidak terima rumahnya menjadi milik orang lain ... Bla-bla-bla ... Wush ... wush ... wush ... Penyihir angin mengutuk keluarga itu, dan menjebak anak-anak Walker ke dalam tiga buku ciptaan sang ayah si penyihir. Jadilah Cordelia, Brendan, dan Eleanor mati-matian mencari jalan pulang keluar dari buku.

Satu hal yang sangat aku suka dari buku ini adalah aura Middle Grade yang sangat kental. Dialog ringan tapi lucu, adegan-adegan digambarkan sederhana, plot berjalan mulus tanpa banyak teka-teki. Tokoh-tokoh di sini berusaha bersikap dewasa, tapi biar bagaimana pun mereka masih anak-anak jadi sering kali mengambil jalan yang salah. Itu sangat wajar, dan sebenarnya sangat menghibur, bahkan untuk pembaca yang bukan middle grade lagi sepertiku.

Cordelia pintar, dewasa, tapi juga terlalu banyak mengatur sehingga sering kali membuat kedua adiknya kesal, Brendan yang sok jagoan padahal paling penakut, biarpun mulutnya berkata ia benci kedua saudara perempuannya, nyatanya ia berani bertaruh nyawa demi mereka. Lalu ada Eleanor si anak manis nan imut idaman setiap pembaca Middle grade. Dia itu ibarat dessert manis penetralisir segala kekacauan yang terjadi, dia hanya punya satu kekurangan, yaitu gangguan disleksia. Oh, jangan melupakan Will alias Si Ganteng yang pasti kalian tunggu-tunggu kehadirannya.

Will adalah salah satu tokoh dalam buku di mana anak-anak Walker terjebak, secara kebetulan ia bertemu mereka, dan memutuskan untuk membantu anak-anak mencari jalan pulang. (Karena sepertinya ia menyukai Cordelia.). Buku ini memang tidak mengandung terlalu banyak unsur romantis, tapi itu justru membuat buku ini istimewa. Prilaku Will dan Cordelia yang sering malu-malu kucing ketika sedang berdua saja menjadi adegan yang paling aku tunggu-tunggu di sini.

Seperti yang aku bilang sebelumnya, alur buku ini sangat ringan dan mudah dipahami tanpa perlu banyak berpikir. Tugas kita hanya duduk dan menikmati setiap kejadian menegangkan maupun kocak yang dialami tokoh-tokoh di dalamnya. Aku sendiri menghabiskan buku ini selama seharian saja, lalu sukses senyum-senyum eneg mengetahui akhir menggantung, yang berarti aku harus membeli jilid ke-2 nya. (Bagus sekali Pak Chris dan Pak Ned, BAGUS!!!)

C. Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan House of Secrets
  • Alur yang sangat ringan, sehingga tidak butuh waktu lama untuk membacanya, meskipun buku ini lumayan tebal.
  • Tokoh-tokoh yang menyenangkan, sangat Loveable (terutama Eleanor)
  • Dialog dan adegan yang digunakan sangat khas Middle grade, sukses membuat kalian senyum-senyum, bahkan sampai terngiang dikepala.
  • Interaksi antar tokoh yang manis dan sangat menentramkan hati. Kalian pasti iri dengan keluarga Walker setelah membaca buku ini, berharap keluarga kalian sekompak mereka.
  • Will tidak digambarkan begitu ganteng, tapi siapa pun tahu dia ganteng, karena cuma dia yang berumur 17 (entah ini kelebihan atau bukan, tapi hanya menegaskan penokohan Will sangat bagus seperti seharunya seorang tentara.)
Kekurangan Hous of Secrets
  • Mungkin karena ini memang bacaan khusus anak-anak Middle grade alias 12-15 tahun, twist yang digunakan sangat terbaca, selalu saja ketika masalah mencapai puncak genting, tiba-tiba keajaiban terjadi dari mana saja.
  • Kejadian-kejadian rumit yang sebenarnya sangat mustahil bisa diselesaikan oleh anak-anak Walker di usia muda, terlalui begitu saja dengan mulus, bahkan mereka masih sempat bercanda-canda setiap kali terlepas dari satu masalah.
  • Bisa dibilang ada beberapa halaman berisi full deskripsi yang sangat membosankan, sanpai aku harus melongkapnya karena nyaris tertidur.

D. Penutup

Aku membaca buku ini sudah sejak bertahun-tahun lalu, mungkin sekitar tahun 2014 atau 2015. House of Secrets seolah menjadi pelipur lara ketika aku dikecewakan oleh salah satu penerbit yang berhenti menerjemahkan novel favoritku. Alur yang nyaris sama, penokohan tidak jauh berbeda, sifat-sifat tokohnya pun mengingatkan aku dengan novel favoritku. Hanya saja pastilah berbeda (The Sisters Grimm tidak akan tergantikan ToT).

Sebenarnya ada alasan kenapa The Sisters Grimm (Novel kesukaanku) berhenti diterbitkan. Peminat Fantasi Middle Grade di Indonesia memang kurang banyak, warga Nusantara lebih suka cerita romantis ala anak remaja, atau malah remoantis dewasa yang alur dan masalahnya cukup pelik. Pokoknya yang ada couple-couple gitu lah. Sedangkan The Sisters Grimm hanya berkisah tentang anak-anak kecil yang berpetualang di negeri dongeng. Tanpa kisah cinta yang terlalu greget, tanpa konflik yang terlalu rumit.

Begitu juga dengan House of Secrets, Tidak banyak yang mengetahui eksistensi buku ini, karena mungkin bagi sebagian orang kurang menarik. Aku pribadi sangat menyukai genre novel seperti ini. Membawa banyak petualan berat, tapi ringan. Serius tapi bercanda. Seram tapi kocak. Ditambah tokoh-tokoh yang berusia terbilang anak kecil dan remaja tanggung, membuat kisah menjadi lebih menarik, karena jalan pikir mereka tidak sematang orang-orang dewasa.

Sayangnya salah satu pengarang buku ini (Ned Vizzini) tutup usia sebelum buku ketiga dibuat. Mungkin, kalau Pak Ned masih ada, buku ini bisa lebih dari tiga jilid. Yah ... umur tidak ada yang tahu. Dia meninggal sebagai pejuang sastra, jasadnya mungkin sudah pergi, tapi jiwanya akan tetap hidup di dalam buku-buku karangannya. Itulah keuntungan menjadi seorang penulis, kalian akan dikenang selamanya.

Sekian dulu review Impy kali ini. Eits ... ini baru jilid pertama, artinya ada jilid kedua dan ketiga. Mungkin agak lama, karena aku harus membaca ulang karena sudah lama sekali aku membaca buku ini, (Agak-agak lupa ciin!) Baiklah ... Semoga review ini berguna untuk kalian.

Sampai jumpa di kesempatan selanjutnya ^O^/

Comments

Impy's all-time-fav book montage

The School for Good and Evil
A World Without Princes
The Last Ever After
Quests for Glory
House of Secrets
Battle of the Beasts
Clash of the Worlds
Peter Pan
A Man Called Ove
My Grandmother Asked Me to Tell You She's Sorry
The Book of Lost Things
The Fairy-Tale Detectives
The Unusual Suspects
The Problem Child
Once Upon a Crime
Tales From the Hood
The Everafter War
The Inside Story
The Council of Mirrors
And Every Morning the Way Home Gets Longer and Longer


Impy Island's favorite books »

Baca Review Lainnya!

Ily

Laut Bercerita

Matahari Minor

Aku Menyerah pada Serial Omen-nya Lexie Xu

Novel-novel Terkutuk (Mostly Watpat)

Mbah Rick Riordan Melanggar Semua Pakem dalam menulis POV1 (dan Tetap Bagus)

Peter Pan