Lumpu
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 9786020652283
Tebal : 304 Halaman
Blurb :
Yes! Akhirnya, Raib, Seli, dan Ali kembali bertualang. Kalian sudah kangen dengan trio ini? Misi mereka adalah menyelamatkan Miss Selena, guru matematika mereka. Tapi, apakah semua berjalan mudah? Siapa yang bersedia membantu mereka? Kali ini, si genius Ali memutuskan meminta bantuan dari sosok yang tidak terduga, karena musuh dari musuh adalah teman.
Apakah Raib bisa melupakan masa lalu itu dengan memaafkan Miss Selena? Bagaimana dengan Tazk? Apakah Raib bisa bertemu lagi dengan ayahnya, atau itu masih menjadi misteri? Bagaimana dengan jejak ekspedisi Klan Aldebaran 40.000 tahun lalu? Benda apa saja yang ditinggalkan oleh perjalanan besar tersebut?
Pertarungan panjang telah menunggu mereka. Dan lawan mereka adalah Lumpu, petarung yang memiliki teknik unik, yaitu melumpuhkan kekuatan lawan. Itu teknik yang amat menakutkan, karena Lumpu bisa menghabisi teknik bertarung. Jangan-jangan… Siapa di antara Raib, Seli, dan Ali yang akan kehilangan kekuatan di dunia paralel? Buku ini adalah buku ke-11 dari serial BUMI
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 9786020652283
Tebal : 304 Halaman
Blurb :
Yes! Akhirnya, Raib, Seli, dan Ali kembali bertualang. Kalian sudah kangen dengan trio ini? Misi mereka adalah menyelamatkan Miss Selena, guru matematika mereka. Tapi, apakah semua berjalan mudah? Siapa yang bersedia membantu mereka? Kali ini, si genius Ali memutuskan meminta bantuan dari sosok yang tidak terduga, karena musuh dari musuh adalah teman.
Apakah Raib bisa melupakan masa lalu itu dengan memaafkan Miss Selena? Bagaimana dengan Tazk? Apakah Raib bisa bertemu lagi dengan ayahnya, atau itu masih menjadi misteri? Bagaimana dengan jejak ekspedisi Klan Aldebaran 40.000 tahun lalu? Benda apa saja yang ditinggalkan oleh perjalanan besar tersebut?
Pertarungan panjang telah menunggu mereka. Dan lawan mereka adalah Lumpu, petarung yang memiliki teknik unik, yaitu melumpuhkan kekuatan lawan. Itu teknik yang amat menakutkan, karena Lumpu bisa menghabisi teknik bertarung. Jangan-jangan… Siapa di antara Raib, Seli, dan Ali yang akan kehilangan kekuatan di dunia paralel? Buku ini adalah buku ke-11 dari serial BUMI
MENGANDUNG SPOILER!!!
A. Ah, Sheet! Here We Go Again ....
Ada hal lucu dibalik alasan mengapa aku membaca buku ini. Satu, tentu saja karena sumpahku. Dua, aku melihat Si Putih di google play book, dan langsung membacanya. Tiga, aku baru tahu ternyata Lumpu terbit sebelum Si Putih dan aku malah membaca Si Putih duluan. Well ... kalian semua tahu aku ogah-ogahan mengikuti series ini, tapi biar bagaimanapun ini satu-satunya series fantasi lokal yang sesuai tipeku dan masih lanjut sampai sekarang. Walaupun ....
Pertama, marilah kita kagumi betapa indahnya sampul buku. Oh, sungguh aku mengaggumi siapa pun kalian Orkha Creative. Namun, aku tidak mau lagi membahas sesuatu yang sudah perefekto. Kita langsung saja masuk ke review yang sudah lama molor ini!
Catatan : Review kali ini sedikit berbeda, karena aku memasukkan beberapa poin sehingga bisa lebih fokus membahas bagian-bagian tertentu dalam cerita. Seperti; Plot, penokohan, dialog, serta gaya bahasa. Shout out to my beloved friend for inspire me.
B. Plot
Plot dalam cerita ini persis buku-buku sebelumnya. Terjadi masalah "besar" yang mengharuskan Trio Kwek-kwek kesayangan kita berpetualang seenak jidatnya ke berbagai klan di universe lain. Kali ini masalah besar itu adalah kemunculan musuh baru bernama Lumpu, yang memiliki kekuatan. BENAR SEKALI!!! meLUMPUhkan, alias menghilangkan kekuatan orang. Nah, si Lumpu ini menyekap Miss. Selena atau Miss. Keriting di tempat rahasia, dan Trio Kwek-kwek pun harus menyelamatkan mereka.
Dari penjabaran di atas sebenarnya sudah menimbulkan banyak pertanyaan di kepalaku. Jika si Lumpu ini begitu hebat (bahkan digadang-gadang lebih hebat dari si Tanpa Mahkota), kenapa Trio Kwek-kwek yang sejatinya masih remaja ingusan menangani masalah ini sendirian? Benar ... mereka bertiga doang! Alih-alih meminta bantuan tetua klan yang usianya ratusan bahkan ribuan tahun di atas mereka. Alih-alih tetua klan, mereka malah meminta musuh besar lainnya di buku terdahulu untuk menolong. Wierd innit?
Oh, tapi segala pertanyaan itu akan terjawab dengan begitu tidak menggugah selera oleh Ali si Genius tentu saja. Karena dia tahu segalanya dan akan selalu memimpin, meskipun buku ini keukeuh menjadikan Raib sebagai pemimpin. Pada akhirnya, petualang yang monoton pun kembali terulang. Kejar-kejaran, pertarungan, kota-kota baru, adegan makan-makan. Bahkan Tere Liye seolah lupa menyusun ending untuk cerita ini, sampai endingnya memble gitu hueheheh. Sumpah aku cengar-cengir sendiri baca itu ending ngebut.
C. Penokohan
Raib, banyak berpikir, entah kenapa jadi pemarah tapi juga snagat baik hati dan tidak sombong. Seli di sisi lain masih sering useless, banyak bertanya, lola alias loading lama, dan seneng banget jadi thrid wheel antara Raib dan Ali (sabar yah...). Nah, untuk Ali. Aku tidak pernah menyukai Ali sejak awal, tidak peduli seberapa keren dan cuek Tere Liye menggambarkan anak ini.
Dia memang tokoh genius, tapi sangat mengganggu dengan segala penjelasan ogah-ogahannya yang sok cool. Malahan di sini dia jadi lebih menyebalkan lagi dengan menyepelekan segala hal. Yah, aku tahu dia genius, tapi situasi mereka ini sangat genting, bukan? Setidaknya pakailah otakmu untuk berpikir jernih sekali saja! Di sisi lain aku malah berpikir Tere Liye berhasil membuat tokoh Ali yang memang begitu.
Banyak tokoh lain muncul dan pergi, tapi mereka benar-benar numpang lewat. Padahal, ada beberapa peran figuran yang aku harapkan punya andil lebih dalam cerita ini. Hmm, tampaknya Om Tere tidak akan pernah mau mengabulkan harapanku.
D. Dialog
Noooo!!! Hal yang paling aku anti dari semua buku Tere Liye adalah cara beliau menyampaikan dialog antar tokoh. Entahlah, beliau sepertinya tidak terbiasa bicara dengan orang sehingga gaya bicara para tokohnya sangat-sangat-sangat kaku. Yang aku syukuri dari buku ini adalah Trio Kwek-kwek untuk pertama kalinya BERBINCANG BANYAK LAYAKNYA SAHABAT!
Dari zaman buku Bumi sampai Nebula, tokoh-tokoh yang dibuat sebagai "sahabat" justru tidak pernah bertingkah seperti sahabat. Aku paling benci "persahabatan" antara Selena, Tazk, dan Mata. Percakapan mereka benar-benar cuma tanya-jawab.
"Hai kamu lagi belajar apa, Mata?"
"Oh, aku lagi baca buku bahasa asing, Selena."
"Wah, kamu pintar dan spesial banget, Mata."
"Kamu juga ahli mata-mata, Selena. Keren banget!"
"Wah, kita saling memuji. Itu artinya kita sahabatan ya."
"Iya, kita sahabat sejati, ya!"
Yap ...secara harfiah itu adalah seluruh percakapan Selena dan Mata dalam dua buku Selena dan Nebula. Dan mereka adalah SAHABAT SEJATI!
Di buku ini, bisa dibilang dialog atau interaksi yang disuguhkan lebih banyak dan (meskipun masih kaku dan agak cringe) tapi nggak terlalu kosong. Ini perkembangan besar untukku pribadi. Tentu saja, apa dayaku mengomentari penulis sekelas Tere Liye. Hanya saja, beliau agak kurang oke dalam membuat dialog.
E. Gaya Bahasa
Aku harus mengatakan satu hal paling jujur selama membaca serial Bumi. Tere Liye bukanlah penulis yang gaya bahasanya aku sukai. Aku sudah membaca buku beliau dari mulai Slice of Life, Fantasi, sampai Romance, tapi belum juga jatuh cinta dengan gaya bahasanya. Begitu juga di buku ini. Terlalu monoton, terlalu kaku, bahkan terkadang tidak konsisten. Lebih banyak Tell daripada Show juga menjadi salah satu kekurangan di mataku. Dan Tere Liye adalah penulis yang benar-benar menyukai teknik Tell.
F. Penilaian
Plot : 2,5
Penokohan : 3
Dialog : 2
Gaya bahasa : 1,5
Total : 2,3 Bintang
G. Penutup
Apakah aku kecewa dengan buku ini? Ya. Apakah aku akan berhenti membacanya? Tidak. Apakah aku mengharapkan sesuatu saat membaca serial ini? Entahlah. Harapanku sudah pupus semenjak Komet Minor, bagaimana Tere Liye menghancurkan reputasi si Tanpa Mahkota yang dari awal sangat agung dan tak terkalahkan begitu saja. Bahkan membuatku menobatkan Komet Minor adalah penyelesaian konflik terjelek dalam sejarah fantasi.
Sekarang aku hanya mau menuntaskan sumpahku dengan terus membaca serial Bumi. Anggap saja aku dan Om Tere Liye sedang main kuat-kuatan. Tere Liye mau membuat serial ini sampai seratus, seribu, sejuta. Oho-ho-ho ... I'm ready, Baybeh!
Sampai jumpa lagi di Review Impy selanjutnya, yaitu Si Putih ^o^/
Reaksiku Sepanjang Membaca
- "Apa yang kira-kira dilakukan Tuan Tamus dan Fala-Tara-Tana (whoever the heel his name was) berduaan di dalam gua selama dua tahun ini?" Aku berkomentar sambil membayangkan yang tidak-tidak.
- Memutar bola mata setiap kali ada plesetan nama di Bumi.
- Menutup buku dan berkedip cepat sejenak setiap kali ada dialog cringe yang tidak tertahankan.
- "Seli kapan pinternya?" Komentarku setiap kali Seli bertanya, dan memang cuma itulah dialog dia sepanjang buku. Pertanyaan.
- Skip-skip-skip tiap kali ada adegan pertarungan monoton atau adegan gaje makan-makan.
- Terharu selama lima detik saat Raib bertemu orang spesial. Ya, cuma lima detik.
Terima kasih kak atas review yang sangat mewakili isi hati saya selama membaca buku ini 😂😂 aduh, saya baca kemana-mana kok reader lain pada muji tapi yang saya rasakan malah pengen sumpah serapah
ReplyDeleteEntah kenapa ini serial lama lama emang boring banget, misteri nya emang nambah tapi ngga dibarengi penyajian yang memuaskan (apalagi buat buku Selena dan Nebul -buku terburuk di serial ini yang padahal memuat info penting semenjak buku pertama)
Yah demikianlah, saya rasa emang Tere Liye udah kehilangan sentuhan magis nya sedari beberapa tahun terakhir
Hampir semua bukunya bermasalah semua dan konsepnya hampir repetitif semua, terutama buat serial ini