Rumah Cokelat


Judul : Rumah Cokelat

Penulis : Sitta Karina

Penerbit : Buah Hati

ISBN : 9786028663748

Tebal : 226Halaman

Blurb :

JADI IBU MUDA BEKERJA DI JAKARTA TIDAK MUDAH! Hannah Andhito adalah tipikal perempuan masa kini di kota besar; bekerja di perusahaan multinasional, mengikuti tren fashion dan gaya hidup terkini sambil berusaha menabung untuk keluarga kecilnya, sangat menyukai melukis dengan cat air (yang ternyata baru ia sadari ini adalah passion-nya!), memiliki suami yang tampan dan family-oriented, sahabat SMA yang masih in touch, serta si kecil Razsya yang usianya jalan 2 tahun.

Sempurna? Awalnya Hannah merasa begitu sampai Razsya bergumam bahwa ia menyayangi pengasuh yang sehari-hari selalu bersamanya. Perjalanan Hannah menemukan makna menjadi seorang ibu yang sesungguhnya dimulai sejak momen itu.
MENGANDUNG SPOILER!!!

A. Jadi Mamah Muda

Hallow pembaca setia, marilah kita dengarkan dongeng singkatku sebelum menuju review. Selain A Prenup Letter yang bisa dibilang sangat bagus, novel ‘dewasa’ kedua yang kubaca adalah Rumah Cokelat karya Sitta Karina ....

HOLD YOUR SQUAREPANTS!!!

Maksudnya Sitta Karina yang itu?

Yang membuat novel fantasi brekele di era Golden Decade?

Dan sekarang dia bikin genre yang sangat berbeda dari Aerial?

Ternyata aku punya dua novel karya Sitta Karina di rumah?

Apa jangan-jangan ada lagi novel karya beliau yang aku punya?

Baiklah cukup ... awalnya aku tidak sadar kalau Rumah Cokelat adalah mahakarya Sitta Karina, karena dari genre, gaya bahasa, dialog, tema yang diangkat, konflik, hampir semuanya berbanding terbalik dari Aerial. Hmmm ... apa mungkin dulu Aerial itu karya coba-coba, atau malah Rumah Cokelat ini yang coba-coba? Yah, mana pun itu tidak penting, toh aku akan tetap menyukai Rumah Cokelat lebih dari Aerial.

Lebih baik kita bahas sampulnya yang bagiku pribadi kurang memanjakan mata. Dalam sekali lihat mungkin aku tidak akan menganggap ini novel. Bisa jadi buku nonfiksi seperti resep atau tips dan trik pasal rumah tangga. Akan tetapi, sebenarnya cover novel ini cocok dengan tema yang diangkat. Jadi aku tidak akan membicarakannya lebih banyak lagi. I don’t hate it or like it. Marilah kita mulai membicarakan novel ‘dewasa’ ini dengan khidmat.

B. Plot

Semua bermula dari mimpi buruk seorang batita berusia nyaris dua tahun bernama Razsya. Alih-alih menyebut nama ibunya dalam igauan, si anak malah memanggil nama bibi pengasuhnya. Nah, semenjak saat itulah sang ibu (Hannah) merasa dirinya gagal menjadi ibu yang baik, dan mulai berusaha keras untuk merebut hati sang anak kembali. Sayangnya, pribadi Hannah sendiri masih terlalu gaul. Dia masih senang bermain, masih suka menyendiri dengan hobinya, masih betah dengan segala urusan kerjanya. Intinya, dia masih egois.

Bagi Hannah, mengurus anak itu adalah pekerjaan paling menyiksa di dunia, tapi di sisi lain dia juga ingin menjadi ibu rumah tangga yang baik, jadi dia berusaha dan terus berusaha. Selain faktor pribadi dari sikap Hannah, banyak faktor lain yang membuat Hannah sulit mewujudkan misi menjadi ibu yang baik. Dari mulai kekolotan ibunya sendiri (Eyang Yanni), lingkaran pertemanan Hannah yang aduhai, sampai sosok orang ketiga yang berusaha merusak hubungan rumah tangga Hannah dengan suaminya (Wigra).

Aku suka banget bagaimana penulis menggambarkan kehebohan mamah muda bersama anak batitanya ini. Seru, di sisi lain juga menyebalkan. Padahal menurutku tingkah si Razsya enggak terlalu bandel-bandel amat, tapi si Hannah membuatnya seolah rempong setengah mati, sampai akhirnya dia yang stress sendiri. Well ... tahu apa aku ini? Aku bahkan tidak punya pacar (menangis dalam naungan shower).

Melihat perjuangan Hannah membuang egonya demi anak juga menyentuh sekali. Meskipun ‘sahabatnya’ (Smith) selalu memperdaya Hannah supaya jadi ibu tak bertanggung jawab, dia tidak pernah terpengaruh. Meskipun lingkaran pertemanannya sosialita semua, dia memilih untuk menjauh. omong-omong pasal Smith, dia ini benar-benar tokoh yang mengesalkan, dan kalian pasti membencinya. In a good way ....

Untungnya di balik semua cobaan tersebut, Hannah memiliki suami yang sempurna secara harfiah. Bahkan, si Wigra ini rasanya too perfect to be true. Entah itu kekurangan atau malah kelebihan dalam penokohan. Rasanya mustahil ada manusia yang punya batas kesabaran dan kepositifan sebanyak yang dimiliki Wigra selain para Nabi. Wirga tidak pernah marah dengan keegoisan istrinya, tidak pernah stress dengan segala urusan menjadi bapacc dan orang kantoran, tidak terperdaya wanita cantiks, dan selalu punya solusi untuk setiap masalah.

Wah-wah-wah, apakah kita memiliki seorang Mary Sue di genre realistis seperti ini? Walaupun, di sisi lain kalian tidak akan bisa membenci Wigra atau merasa sebal dengan kesempurnaannya karena dia memang sangat likeable.

Meskipun konflik yang diusung novel ini tidak muluk-muluk, tapi eksekusinya benar-benar memainkan perasaan. Jadi kalian tidak perlu takut kecewa, tidak perlu menebak-nebak, tidak usah juga mengharapkan adegan mleyot, atau adegan super dramatis berlebihan. Cukup ikuti saja ‘petualangan’ seru dan manis Hannah demi menjadi ibu yang baik bagi keluarga kecilnya. Totally heart warming story, dan jelas aku rekomendasikan kepada kalian semua.

Hmmm ... aku tidak percaya Rumah Cokelat dan Aerial dibuat oleh satu orang yang sama. Jangan-jangan Sitta Karina memiliki Alter Ego (dilempar panci).

C. Penokohan

Kalau mau jujur, ada beberapa penokohan dalam novel ini yang menjadi tipikal tokoh-tokoh Watpat. Ada Playboy, ada deskripsi ‘tamvan-rupawan’, ada cewek dingin, ada cowok berengsek. Anehnya, aku suka semua tokoh di sini karena semuanya masuk akal dan konsisten. Para tokoh memainkan peran yang menunjukan personality mereka, juga memperlakukan masing-masing sesuai personality mereka pula. Sikap jelek ya dibenci, sikap baik ya disukai. Biar kujelaskan ....

Hannah. Perjuangannya menjadi ibu yang baik sering kali gagal karena ulahnya sendiri. Dia Outgoing, mandiri, egois, lebay, dan masih agak nakal. Akan tetapi, Hannah ini berpendirian kuat, ambisius, juga yang paling penting SHE IS THAT BEACH!!! Dia menentang apa pun yang menurutnya salah. Seperti saat Smith mempengaruhi macam-macam, tidak peduli embel-embel sahabat sejati, dia akan melawan. Atau saat Banyu bertingkah tidak senonoh, tidak peduli dia tamvan bak Dewa Yunani, dia akan bertindak tegas.

Dia mengatasi semua masalah sebagaimana mestinya, sebagaimana pribadi dia yang ramah tapi sassy. Berkali-kali tingkah Hannah membuatku berseru YOU GO, GORL!!! Namun, beberapa kali juga aku dibuat gregetan dengan caranya menangani Razsya. Maksudku ... anakmu itu tergolong bageur loh Hannah! Mau bandingin sama adikku tercinta yang hiperaktifnya mengalahkan cacing kepanasan goyang ngebor itu?

Wigra. Secara harfiah dia adalah suami sempurna, idaman para istri pokoknya. Dia sabar, bijak, pintar, dan pemberi solusi. Aku tidak tahu apakah dia termasuk Gary Stu atau bukan, tapi dia tetap likeable. Apa lagi saat dia marah, wah-wah-wah. Sekali-kalinya dia marah aku langsung mendukungnya paling depan. Wigra juga digambarkan sangat tampan. Eits ... tapi tidak seperti penulis Watpat yang semua orang memuja ketamvanan cowok. Di sini, hanya Hannah yang memuja ketampanan Wigra. Yah, secara dia itu istrinya, dan itu sangat masuk akal. Penulis Watpat take note!

Smith. Definisi Toxic friend. Smith bisa saja mendukung Hannah menjadi ibu yang baik, atau setidaknya bodo amat. Tapi sebaliknya, dia malah mencekoki Hannah macam-macam supaya dia jadi ibu yang tidak bertanggung jawab. Maksudku, dia mengaku open minded, tapi bertingkah sebaliknya. Semua orang membenci Smith. Jangan jadi macam Smith.

Banyu. Kalian tahu, saking seringnya melihat Playboy dan Badboy yang diromantisasi dan dipuja-puja. Aku hampir lupa bagaimana seharusnya kita bersikap kepada Playboy-Badboy. Dan buku ini mengingatkanku kembali! Yes, Darling ... Playboy-Badboy itu bukan character trait yang baik, dan tidak seharusnya dipuja-puja. Tidak peduli dia tamvan, atau kaya, atau CEO, atau Dewa sekalipun. Sekali lagi, Penulis Watpat, belajar dari buku ini, dan STOP MEROMANTISASI HAL BURUK!

Razsya. He's an angel. Terlihat dia akan jadi anak yang cerdas dan selalu ingin tahu. Biasanya aku akan dibikin cringe dengan tokoh anak kecil, tapi di sini aku sayang dia.

Eyang Yanni. Tipikal nenek-nenek. Memanjakan cucu, justru menjurus ke hal yang tidak baik.

D. Dialog

Dialog di sini sesuai porsi, dan memiliki ciri khas masing-masing sesuai sifat tokohnya. Dialog yang paling memiliki ciri khas mungkin dialog Wigra. Bawaannya adem gitu kalau dia udah mengeluarkan sabda. Cara Banyu merayu Hannah juga tidak murahan seperti "Diem, atau gue cium!". Cara merayu Banyu menunjukkan bahwa dirinya orang berpendidikan tinggi. Dia berengsek dengan gaya. Ditambah lagi dialog-dialog Razsya yang tetap lucu tanpa harus membuat cringe. Tidak perlu ada cadel-cadelan, atau pertanyaan yang terlalu brekele.

Entahlah ... tidak ada dialog yang aneh atau filler di sini. Katakanlah catatanku terlalu bias, tapi aku tahu mana dialog bagus dan mana yang tidak dalam sekali lihat. Aku ini seorang expert (digampar).

E. Gaya Bahasa

Seperti yang kubilang. Kalau dibandingkan dengan Aerial, aku jelas memilih Rumah Cokelat kemana-mana. Namun, aku memang melihat kemiripan dari dua novel tersebut dalam hal gaya bahasa. Santai dan gaul dan asik. Sudah kubilang, gaya bahasa Golden Decade itu sangat bagus, tapi penempatan di fantasi saja yang salah, dan ini membuktikan teori tersebut!!!

Meskipun di sini juga ada bahasa anak Jaksel yang campur-campur, tapi di sini lebih enjoyable karena ini memang genre yang tepat. Gaya hidup sosialita tokoh-tokohnya jelas lebih nyambung dengan gaya bahsa ini daripada orang-orang kerajaan di negeri antah-berantah! Intinya sih, I freagin like it!

F. Penilaian

Cover : 2,5

Plot : 4

Penokohan : 3,5

Dialog : 3

Gaya Bahasa : 3,5

Total : 3,5 Bintang

D. Penutup

Mungkin memang sudah saatnya aku beralih dari Teenlit menuju rating usia yang lebih tinggi. Sepertinya aku sudah tidak mengerti lagi cinta-cintaan ala anak sekolahan. Apa lagi ala anak sekolahan Watpat (Terosss). Ya-ya-ya ... aku minta maaf kalau review kali ini banyak membandingkannya dengan buku-buku Watpat. But I can't help it!!! Buku inilah yang seharusnya mumpuni untuk terbit! Alih-alih terbitan Watpat yang semua faktor di dalamnya aduhai begitu!

(Tarik napas) ... Tentu aku percaya ada banyak buku teenlit bagus di luar sana. Tapi pastinya bukan terbitan Watpat h3h3 ... 

SUDAH!!!! Aku tidak bisa berhenti membandingkan novel ini dengan novel Watpat, jadi aku akhiri saja di sini.

Sampai jumpa di review selanjutnya ^o^/

Comments

Impy's all-time-fav book montage

The School for Good and Evil
A World Without Princes
The Last Ever After
Quests for Glory
House of Secrets
Battle of the Beasts
Clash of the Worlds
Peter Pan
A Man Called Ove
My Grandmother Asked Me to Tell You She's Sorry
The Book of Lost Things
The Fairy-Tale Detectives
The Unusual Suspects
The Problem Child
Once Upon a Crime
Tales From the Hood
The Everafter War
The Inside Story
The Council of Mirrors
And Every Morning the Way Home Gets Longer and Longer


Impy Island's favorite books »

Baca Review Lainnya!

Ily

Laut Bercerita

Matahari Minor

Aku Menyerah pada Serial Omen-nya Lexie Xu

Novel-novel Terkutuk (Mostly Watpat)

Mbah Rick Riordan Melanggar Semua Pakem dalam menulis POV1 (dan Tetap Bagus)

Peter Pan