Alaia


Judul : Alaia (Putri yang Mulia dari Lautan)

Penulis : Raden Chedid

Penerbit : Fantasious

ISBN : 9786233100021

Tebal : 272 Halaman

Blurb :

Dia masih hidup. Keturuan sang Raja Siren dan Ratu Mermaid. Menjalin hubungan terlarang. Memecahkan kutukan. Menentang permainan alam yang bersebunyi di jantung laut. Siapa yang akan bertahan hingga akhir?
MENGANDUNG SPOILER!!!
 

A. False Advertising

Pernahkah kalian melihat iklan burger di televisi. Roti empuk bertabur biji wijen, dagingnya tebal nan juicy, sayurannya segar seperti baru dipetik dari kebun, keju melimpah sampai tumpe-tumpe. Tergiur, kalian pun membeli burger tersebut sambil membayangkan betapa lezat rasanya. Namun, setelah uang dan tenaga keluar untuk membeli burger itu, apa yang kalian dapatkan? Roti melempem dan kasar, daging ham murahan super tipis, sayuran lembek dan menghitam, dan yang terburuk TIDAK ADA KEJU!!! Itulah yang dinamakan false advrtising, dan itu juga yang dilakukan novel ini kepadaku.

Novel ini diterbitkan oleh penerbit khusus genre Fantasi, ditambah penerbit tersebut bergelar 'Penerbit Mayor'. Tentu saja tim pemasaran di sana merupakan orang-orang hebat berpengalaman, mereka membuat video trailer dan teaser yang memukau. Tentang mermaid, tentang laut, tentang seorang dewi, tentang FANTASI. Percayalah, teaser serta foto-foto gimik yang dipasarkan tentang novel ini memang bagus dan 'Aesthetic', seperti embel-embel di sampulnya.

Mereka membuatku memberi novel ini kesempat, padahal ini terbitan watpat, dan seluruh makhluk hidup tahu rumus Impy + Watpat = Misuh-misuh. Namun, dengan foto-foto serta video yang dijajakan penerbit, aku pun memberi harapan kepada Novel ini. Lagi pula, kita membicarakan penerbit mayor yang tidak mungkin sembarangan menerbitkan buku. Mustahil Penerbit Mayor menerbitkan buku fantasi brekele. Oh, how I was wrong ....

Sampul novel ini menarik, logonya bagus dengan perpaduan warna yang sangat pas. Sangat Aesthetic (whatever that means). Satu hal yang bikin aku kurang sreg mungkin sub-judulnya yang menyebutkan “Putri yang Mulia dari Lautan”. That is a bit cringe, apa lagi setelah membaca bukunya.

Oh well ... ayo kita menuju ke penyiksaan.

B. Plot

How do I start ... Karena novel ini bertema Putri Duyung, tentu saja bermula dengan adegan kapal di lautan yang sedang diamuk badai. Intinya sih menceritakan Alaia yang diperlakukan buruk oleh pamannya (Kai) dan kapal mereka pun hancur. Alaia pun terbebas dari pamannya, ditemukan terdampar, lalu di bawa ke rumah sakit. Bertemu tokoh utama laki-laki (Langit) dan di sinilah masalah di mulai.

Seperti SEBAGIAN BESAR genre Fantasi watpat, konflik tidak akan fokus kepada fantasinya (yang begitu getol dipasarkan penerbit), melainkan lebih fokus kepada ke-UwU-an tokoh perempuan dan laki-lakinya.

Alaia kebetulan bertemu Langit di rumah sakit, Langit pun merasa kasihan pada Alaia karena dia ketakutan sama pamannya. Langit memutuskan untuk membawa Alaia pulang ke rumah. That’s a bit weird, tapi ayolah ... mereka orang kaya dan pastinya dermawan, jadi orang nemu di comberan pun akan mereka rawat. Lagi pula Alaia ini sangat cantik, jadi Bundanya Langit menerima anak asing ini dengan lapang dada, bahkan menjadikannya anak. Mungkin kalau wujud Alaia macam ubur-ubur benyek cerita ini bakal beda. We never know ....

Alaia pun menjadi anak angkat Bunda dan adik angkat Langit dan Ragas (kakak Langit). Perlu diketahui, Alaia di sini sangat polos, secara harfiah mentalnya masih anak-anak. Mental masih anak-anak dalam tubuh gadis dewasa, juga adik angkat langit. Dua poin itu sangat penting, karena itu adalah alasan mengapa hubungan Langit dan Alaia membuatku merinding sepanjang buku.

Mengingat Langit selalu mengambil kesempatan untuk ehem-ehem dengan Alaia, karena dia polos dan belum mengerti hal-hal berbau dewasa atau konsen. Sorry, Boo-boo, but all I can think is Pidifilia ... I cannot unsee. Ya, memang secara teknis dia sudah dewasa, pasti alibinya dia sudah bisa merasakan getaran-getaran ehem-ehem macam itu. Tapi umur fisik jelas berbeda dengan umur mental. Jelas-jelas mental Alaia di sini masih sekitar lima sampai sepuluh tahun? Yes ... creepy and weird.

Lebih parah lagi, posisi Alaia di sini adalah ADIK ANGKAT. Yes ... I know ... Ingses-klopedia, hmmm? You Know what I mean? Tadinya aku ingin berpura-pura menganggap Alaia tidak bermental anak kecil dan bukan adik angkat Lagit. TAPI PENULIS TERUS MENGINGATKAN HAL ITU! Whats wrong with you, Raden Chedid? Is this some kind of your wild fantasy?

Mari kesampingkan sejenak masalah itu, dan menuju konflik yang sesungguhnya. Konflik dalam novel ini beragam dan cukup banyak, tapi semuanya tidak berhubungan apa pun dengan fantasi!!! Konflik dalam kisah ini mencangkup; mantan Langit (Lila) yang gila, pacar baru mantan Langit (Bastian) yang gila, pernikahan muda, hamil di luar nikah, kisah UwU langit dan Alaia, mabok-mabokan, kisah UwU Ragas dan Lana, narkotika, kisah UwU pasca nikah muda ....

(tarik napas). Di mana fantasi Aesthetic yang dijanjikan orang-orang marketing penerbit!!! Lagi pula what the heel is 'Fantasy Aesthetic' in the first place???

Seperti biasa, aku skip-skip-skip semua adegan UwU yang tidak ada pengaruhnya sama sekali untuk plot, dan hanya fokus kepada konflik fantasi. Informasi yang kudapatkan adalah, Alaia ternyata Dewi Lautan. HAAAAHHHH????? Didn’t see that coming!

Jadi, Alaia adalah hasil hubungan gelap Ratu Mermaid dan Raja Siren, yang mana hubungan antara Mermaid dan Siren sangat terlarang (how original). Kelahiran Alaia membuat semua petinggi meninggal dunia, dan laut tidak lagi dijaga. Alaia adalah Dewi Lautan yang bisa memerintah laut, itu sangat hebat, ‘kan? Tapi coba tebak cara Alaia menggunakan kekuatannya. Cuma buat marah-marah pas Langit bikin kesalahan sepele, bahkan sampai bunuh orang!

Dewi? More like Detempeleng aje biar eling!

Dalam buku ini, enggak ada istilah “Dengan kekuatan besar, ada tanggung jawab besar”. Tidak sama sekali! Maksudku ... Alaia katanya teh Dewi Agung yang ditunggu-tunggu lautan, tapi andil dia untuk laut apa? Di mana warganya? Apa tanggung jawabnya sebagai dewi? Apa yang penduduk Mermaid dan Siren harapkan dari dewi mereka? Alih-alih membahas hal tersebut yang pastinya membuat novel ini lebih seru, penulis malah fokus ke adegan dewasa antar para tokohnya. Terutama tokoh-tokoh cewek.

(Menghirup kapur barus) Novel ini sangat menggambarkan male fantasy. Anehnya, padahal ternyata penulis adalah seorang perempuan (or she? IDGAF!). Ya, mungkin itu sebabnya genrenya Fantasy, tapi fantasi ngeres kaum adam!!!

Kenapa aku bilang begitu? Bayangkan, seluruh tokoh perempuan di sini memiliki dua sikap. Kalau tidak gampangan, ya mereka agresif. Alaia, jadi korban kesempatan dalam kesempitan langit karena dia polos. Lila, sering “melecehkan” Langit. Syedza juga “melecehkan” Langit. Hujan genit sama Langit. Boo-boo ... apa ini yang kamu ingin jadikan pembelajaran? Bahwa perempuan itu pada dasarnya agresif dan gampangan, jadi para lelaki hanya harus sedikit 'maksa' supaya kita jadi nurut? (iya, aku bicara dengan si penulis).

Belum lagi bagaimana tokoh-tokoh cowok di sini membuat rapee joke yang menjijikkan dan tidak pantas. Rapee jokes are NEVER FUNNY! Aduh, jangan kalian bertanya dulu tentang tokoh-tokohnya. Kita bahas itu nanti. Oh, how I hate this book.

Balik lagi ke konflik Siren dan Mermaid, yang sebenarnya useless karena bukan ke situ fokus konflik si penulis saat membuat kisah ini. Bayangkan saja, segala hal yang berbau fantasi di novel ini. Yang juga mereka bilang “plot twist” dijelaskan pada bab-bab terakhir. BENERAN LIMA BAB TERAKHIR.

(Kesimpulan seluruh buku yang Impy ringkas untuk kalian) : Dulu Raja Siren ehem-ehem gelap sama Ratu Mermaid, terus kamu lahir, terus semua Mermaid mati, terus kamu jadi dewi, terus kamu bisa mengendalikan laut, terus ternyata si ini begini, si itu begitu, si anu begunu, si ene begene.

Bahkan novel ini sendiri menyimpulkan di kahir, bahwa keseluruhan huru-hara yang terjadi hanya untuk membuktikan bahwa Langit dan Alaia (Manusia dan Dewi Siren Mermaid elele) bisa bersatu. Terus apa gunanya Alaia jadi Dewi? Cuma buat bucin? Buat apa laut mengharapkan Alaia? Buat apa seorang Dewi yang begitu egois sampai-sampai rela membahayakan nyawa manusia dan makhluk laut hanya karena cemburu? Tell me! Oh, aku bisa jawab, karena semua itu hanya TEMPELAN!

Hal yang bisa dibilang “wow” di keseluruhan novel ini mungkin karena tidak ada Big Evil Villain. Semua tokoh yang berpotensi jadi “antagonis” di sini berakhir tragis. Paman Kai si tukang pecut udah modar di awal cerita, Lila berubah jadi baik berkat Alaia, Bastian kena HIV, Syedza juga modar dibunuh Alaia. So ... aku berasumsi si penulis ingin Antagonis itu adalah diri Alaia sendiri saat sisi Siren-nya keluar, karena Alaia lebih sering bertingkah jadi Ebles daripada Dewi if im being honest. Itu bisa dibilang cukup menarik, dan aku akan sangat senang kalau pada akhirnya Alaia bisa membuang atau meredam sisi Siren-nya. BERIKAN DIA CHARACTER DEVELOPMENT!!!

AKAN TETAPI!!! Bukan itu niat penulis! Alaia memang diniatkan jadi “BAIK” sejak awal. Karena si penulis sendiri bingung, siapa nih yang harus disalahkan atas sikap Alaia yang kejam. Apa nih yang membuat Alaia dan Langit gak bisa bersatu. Pertama si penulis menyalahkan Alam, ya ... ALAM. Bumi, dunia, apa pun namanya. Eh tiba-tiba di akhir si penulis bikin sebuah monster bernama Evil Realm yang ternyata membuat sekenario hidup Alaia selama ini. MAKE UP YOUR MIND!!! Jadi sebenernye yang jahat teh Alam atau si Evil Realm brekel yang cuma muncul di seiprit adegan teakhir itu!?

Lucunya ... ada adegan Alaia dalam mode Siren dan dia sedang mode marah, dan dia berkata. “Aku adalah dewi laut, aku dewi udara, aku akan melindungi bumi dari ancaman. Tidak ada yang bisa menghancurkanku!!!” Darling ... SATU-SATUNYA ANCAMAN DI LAUT, DARAT, DAN LANGIT ADALAH DIRIMU! Kau yang menyebabkan bencana, kau yang membunuh orang-orang, kau memiliki sifat Siren yang penuh kebencian. Bagaimana cara kau melindungi bumi dari ancaman, kalau ancamannya itu adalah dirimu sendiri!!!

Aku sudah gak paham sama logika novel ini. Kenapa harus ada kata-kata itu, padahal kelakuan Alaia sepanjang buku sering menghancurkan bumi, bukannya melindungi bumi? Aku mau nangis. Jadi kita sudahi saja dulu segmen ini.

C. Penokohan

Tokoh-tokoh di sini tipikal Watpat. Umur sudah melebihi kepala dua, tapi tidak ada yang dewasa. Itu memang sudah semacam ciri khas. Aku memberinya nama Trope Watpat.

Alaia. Dari luar dia adalah cewek cantik, imut, polos, gemesin, UwU, dan manja. Namun, dia itu seorang dewi belasteran Siren dan Mermaid. Dia punya kekuatan dan sifat jahat dari Siren. Dia membunuh orang dan membuat bencana berkali-kali hanya karena masalah sepele. Dia tidak menggunakan kekuatannya untuk hal-hal baik. Dia jahat. Tapi bukan itu masalahku dengan Alaia. Masalahku adalah cara penulis memaksa kita para pembaca untuk menganggap kalau Alaia itu baik dan Dewi yang sempurna. Padahal jelas-jelas kelakuannya sepanjang cerita ya ... TIDAK.

Seandainya penulis mengembangkan karakter Alaia lebih jauh. Bagaimana dia mengatasi amarah, bagaimana semua roang membencinya, tapi dia melakukan hal mulia sehingga kembali menjadi baik. Buku ini akan seratus kali lebih enjoyable. But not here! Bahkan si penulis maksa dalam deskripsi kalau Alaia berjiwa kepemimpinan yang kental. Kalian tahu si Alaia lagi ngapain saat penulis menyebutkan sifat itu? Dia lagi cemburu sama Langit tanpa mau mendengarkan penjelasan apa pun, dan bersiap mengacaukan lautan. Sepele dan sangat berkebalikan dari “Berjiwa kepemimpinan kental”.

Ya ... memang Alaia itu semacam memiliki Alter Ego seorang Siren yang jahat. BUT THAT’S THE POINT! Jangan menggembar-gemborkan bahwa Alaia sangat baik, berbudi luhur, dan Dewi Lautan yang diimpikan. Lakukanlah sesuatu pada Alter Siren tersebut, supaya sifatnya jadi masuk akal! Ini tidak! Dia berbuat jahat, semua orang tidak khawatir tentang hal itu, dan kemudian kejahatannya itu dilupakan begitu saja? Am I the only one bother by this?

Langit. Awalnya aku suka dia. Aku suka cara dia menolong Alaia, cara dia menangani Lila yang gila. Dia menangani segala situasi dengan sangat baik malahan. Namun, semua rasa sukaku hilang saat dia selalu mencari kesempatan dalam kesempitan kepada Alaia. What a Jerky, I hate him so much. Gimana ya ... personality dia juga hambar, motifnya di dunia ini pun cuma pengin nikah muda. Bagaimana aku bisa menganggap serius sebuah novel yang motifasi tokoh utamanya Nikah Muda!?

Ragas. Meh ... dia cuma badut. Enggak terlalu berpengaruh banyak untuk plot selain melontarkan kata-kata kocak. Aneh nggak sih, penulis watpat selalu menggambarkan orang dewasa dengan mental bocah, seolah mereka belum pernah melihat orang dewasa sama sekali.

Lila. Untuk tingkat kegilaan, dia the best. Dia bisa jadi tokoh yang menarik, asalkan ganti penulis, ganti cerita, dan ganti genre. She would be a perfect psyco. Sayangnya, semua kegilaan Lila hilang berkat Our Perfect Awesom Beautiful Goddes of the Sea. Dia jadi Siren kacung Alaia dan modar (bruuuh). Ada kisah yang lebih “dalem” dari itu sih. But not too important.

Kai. Paman Alaia. Aku pikir dia akan menjadi Main Villain, tapi dia modar pas awal cerita. Well ... that succ.

Tokoh-toko Siren dan Mermaid yang hadir cuma buat segmen flashback. Raja dan Ratu yang sudah aku lupakan namanya karena kemunculan mereka benar-benar singkat. Kalau saja sejak awal penulis fokus pada latar belakang mereka alih-alih kisah UwU. Aku akan kasih buku ini lima bintang.

Yah, sebenarnya banyak tokoh lain seperti. Mama-papa, teman-teman Ragas dan Langit, orang-orang tukang foto pra-wedding. Tapi mereka tidak terlalu penting untuk cerita fantasi kita jadi ... lewatkan sahaja.

D. Dialog

Anehnya ... aku tidak keberatan dengan dialog-dialog dalam novel ini. Maksudku, aku tetap eneg dengan banyaknya dialog UwU, dan harus skip-skip-skip banyak halaman berisi dialog filler. Namun, saat ada adegan di mana aku terpaksa membaca, dialognya sangat alami. Tidak separah Noir yang bikin eneg sekaligus bikin cringe setiap saat, setiap waktu. Aku enjoy membaca dialog-dialog para tokoh saat harus melakukannya, (karena itu penting atau berhubungan dengan konflik fantasi).

Konsistensi dialog keluarga Langit yang memakai bahasa Sunda juga unik, aku suka detail kecil seperti itu. Dialog kegilaan Lila dan Bastian juga ketegangannya dapat (meskipun setelahnya malah jadi brekele). Intinya dialog di sini kuberi nama “tidak keberatan”. Mungkin aku bisa menikmatinya kalau tidak sangat buanyak dialog UwU Langit dan Alaia, yang membuatku merinding setiap saat. Ingat dua poin yang kusebutkan di atas.

E. Gaya Bahasa

Gaya bahasa di sini tipikal watpat kalau boleh kubilang. Sederhana dan lugas. Penggambaran World Building yang tidak terasa sama sekali, karena memang tidak ada World Building di sini! Bahkan gambaran lautnya saja tidak bisa membuatku masuk ke dalam cerita. Penulis cuma mendeskripsikan Alaia berenang ke laut, semakin dalam, semakin pekat. Tidak pernah ada penjabaran kelima panca indera dari setiap paragrafnya.

Katakanlah bagaimana bentuk karang, atau anemone, atau rumput laut, atau bagaimana cahaya di sana. Bangun suasana supaya pembaca bisa masuk ke dalam adegan. You can do one thing! Kita bahkan tidak pernah diajak ke dunia Mermaid ataupun Siren! Padahal katanya teh Alaia adalah Dewi yang ditunggu-tunggu bangsanya. Bah! Omong kosong!.. Yah ... barang kali penulis terlalu sibuk memikirkan adegan UwU Langit dan Alaia setiap malam. (merindink)

Katakanlah buku ini tidak menggembar-gemborkan diri sebagai cerita fantasi. Itu akan jauh lebih baik! Yah, memang kalau genre fantasinya dihilangin, aku tidak akan baca, dan review ini tidak akan ada. Tapi setidaknya novel ini tidak menipu banyak orang. Novel ini bisa menjadi genre dewasa terpadu, tanpa tempelan mermaid dan siren. Hey, Penulis! Genre Fantasi tidak sesederhana itu! 

Satu kekurangan lagi dari buku ini adalah letak layoutnya yang bikin mata pening. Sebenarnya ini kebiasaan buruk penerbit Fantasious, terjadi juga di buku Little Magacal Piya, yang layout-nya lebih parah lagi. Aku tahu mereka harus mengurangi bajet supaya harga murah, tapi ... you can do better.

F. Penilaian

Cover : 2,5

Plot : 1

Penokohan : 1

Dialog : 2,5

Gaya Bahasa : 2

Total : 1,8


G. Penutup

Buku ini kacau. Jelas-jelas rating dewasa, tapi marketing membuatnya seolah ini buku teenlit UwU, dari segala teaser dan trailer Aesthetic dan sebagainya itu. Aku tidak pernah merasa sebenci ini dengan buku Watpat, setidaknya novel watpat lain yang ku-review di sini tidak menjebak pembaca muda dengan asupan orang dewasa. Memang, buku ini memiliki peringatan usia dan menyuruh pembaca “bijak” dalam memilih bacaan. Tapi mereka meletakkan peringatan itu DI DALAM BUKU!

Hah! Jadi secara teknis pembaca tidak diberi kesempatan untuk menjadi bijak, karena mereka disuruh mengeluarkan uang dulu sebelum diberi peringatan. Pilihan pembaca muda setelah membeli buku ini  hanya dua. Membacanya atau tidak membaca sampai saatnya tepat. Dan jelas-jelas mereka akan baca karena sudah keluar uang. Sangat jahat dan egois. Aku tidak menyangka penerbit mayor melakukan ini.

Yah ... sudah bisa ditebak, aku dikecewakan lagi karena terlalu berharap tinggi. Salahku juga, sih ... Tunggu dulu! Bukan salahku juga! Marketing buku ini menggembar-gemborkan Fantasi epik, sih!

Hey! Kabar baiknya, buku ini ada part dua yang sedang open PO. GREAT!!!!

Sampai jumpa di review selanjutnya >:(

Comments

  1. TERIMA KASIH BANYAK KAK sudah review buku ini. Tadinya sudah kumasukin keranjang shopee karena sampulnya bagus 🤭 tapi sisi kewarasanku menganjurkan untuk cari reviewnya dulu wkwkwk mengingat kesabaranku hanya setipis kulit pangsit, aku pasti bakalan emosi banget sih kalau baca buku kek gini wkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Intinya sih, kalau kamu mengharapkan "Fantasi Aesthetic" jangan, aku ulangi JANGAN membaca buku ini, karena kamu gak akan medapatkannya 😂

      Delete
  2. Makasih kak review-nya

    ReplyDelete
  3. Di pf, pasarnya romance. Di penerbit, juga ikut2an romance. 😓

    Sepertinya kita harus bangun CV sendiri

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masalahnya romance pun sebenarnya gak masalah tapi JANGAN DIPASARKAN SEBAGAI FANTASI!!!!

      Pasarkan lah sebagaimana mestinya yaitu romance 😭

      Delete

Post a Comment

Impy's all-time-fav book montage

The School for Good and Evil
A World Without Princes
The Last Ever After
Quests for Glory
House of Secrets
Battle of the Beasts
Clash of the Worlds
Peter Pan
A Man Called Ove
My Grandmother Asked Me to Tell You She's Sorry
The Book of Lost Things
The Fairy-Tale Detectives
The Unusual Suspects
The Problem Child
Once Upon a Crime
Tales From the Hood
The Everafter War
The Inside Story
The Council of Mirrors
And Every Morning the Way Home Gets Longer and Longer


Impy Island's favorite books »

Baca Review Lainnya!

Matahari Minor

Aku Menyerah pada Serial Omen-nya Lexie Xu

Ily

Novel-novel Terkutuk (Mostly Watpat)

Omen #1

Laut Bercerita

Peter Pan