Sleepaholic


Judul : Sleepaholic

Penulis : Fidriwida

Penerbit : Gagas Media

ISBN : 9797801209

Tebal : 297 Halaman

Blurb :


Semua orang pasti butuh tidur, tapi kalo Jazzy punya hobi tidur—anytime, anywhere. Efek sampingnya, ia sering kali telat ke kantor, ketiduran saat kerja, lupa jadwal, dan lain sebagainya. Lucky her, semua orang di sekitarnya bisa memakluminya― teman-temannya selalu menolong, dan kakaknya, Mas Anton, sangat sayang padanya. Kakaknya Jazzy yang satu lagi sih, Mira, cuihh... jangan ditanya, deh, Jazzy aja nyebutnya si Ratu Jutek. Masa hobi tidur dikira sama dengan penyakit cacingan?

Oke, kali ini Jazzy memang harus bener-bener berubah. Gara-gara hobi tidurnya, Jazzy pun akhirnya kehilangan pekerjaan. Gara-gara hobi tidurnya pula, gebetan Jazzy—Enrico ganteng nan baik—jadi ilfeel karena Jazzy pernah ketiduran saat kencan. Ehm, perlu usaha ekstra untuk mendapatkan semuanya kembali, apalagi yang dilawan adalah hobi tidur!
MENGANDUNG SPOILER!!!

A. Dream Book Zaman SMP

Boring story coming through! SMP adalah masa-masa paling indah sekaligus paling buruk sepanjang timeline hidupku yang masih muda ini. Masa di mana aku menghabiskan sebagian besar waktu istirahat di perpustakaan sampai dipanggil kutu buku sama teman-teman. Aku juga sering disangka anak pintar lantaran sering nongkrong di perpustakaan. Mereka tidak tahu saja kalau yang kubaca di sana selalu komik ame nopel huahahahaha!

Pada suatu hari, aku membaca novel yang aku lupa judulnya. Kemudian di halaman terakhir buku tersebut, ada rekomendasi novel Sleepaholic. Blurb yang disajikan sangat lucu dan unik, yaitu orang yang tidur di segala tempat dan waktu. Ya, kalau dipikir sekarang itu memang termasuk gangguan tidur yang cukup mengerikan. Namun, saat itu aku merasa reletable dengan si tokoh utama. Gampang ngantung dan pelor (nempel molor).

Aku pun jatuh cintrong dengan buku ini dan bertekad menabung untuk membelinya. Sayang beribu sayang, saat itu toko buku di rumahku tidak jual, dan Gramedia sangat jauh dari jangkauan. Buku ini pun hanya bisa kupandangi dengan sendu, penuh penasaran. Sampai akhirnya terlupakan, dan akhirnya kesampaian baca akhir-akhir ini.

Memang BASI, tapi novel apa pun dari Golden Decade akan selalu kubaca dengan ekspektasi tinggi, karena belum pernah ada yang mengecewakan. Kecuali mungkin Aerial, tapi kita sudah sepakat untuk tidak membaca genre fantasi di era Golden Decade. Sampul dari novel ini sangat Klasik era Golden Decade, wich I like, but not love! Ilustrasi tokoh ala metropop, juga representasi judul. Sampul, sudah oke jadi kita langsung saja menuju review!

WARNING! Akan ada perbandingan dengan buku-buku jaman now (terutama terbitan Watpat, duh!)

B. Plot

Kalau mau jujur, novel ini tipikal novel metropop atau bahkan young adult yang membahas cinta, persahabatan, serta kehidupan sehari-hari para tokohnya. Tokoh utama di sini pun (Jazzy) adalah tipikal anak bungsu keluarga kaya yang manja, centil, dan pasti membuatku cringe jika dibuat oleh orang watpat. Namun, di sini Jazzy tidak "istimewa". Semua orang tidak menganggapnya malaikat, tidak ada yang menistimewakannya karena cantik atau anak orang kaya selain keluarganya, dan dia mendapatkan konsekuensi dari perbuatannya.

Judul Sleepaholic pada buku ini pun bukan tempelan semata. Konflik dari buku ini memang gangguan tidur pada Jazzy yang sering merugikannya dalam segala hal. Akibat gangguan itu Jazzy jadi dipecat kerja, akibat gangguan itu Jazzy mengacaukan pernikahan kakak perempuannya, akibat gangguan itu Jazzy sering gagal dalam urusan percintaan. Segala kerugian itu membuat Jazzy bertekad untuk sembuh dari gangguan tidur tersebut.

Dia mulai ikut fitnes, membuat jadwal tidur, juga memperbaiki pola makan. Akan tetapi, hal paling penting bagi Jazzy supaya bisa mengatasi masalahnya adalah hidup mandiri. Jadi dia keluar dari "istana" keluarganya, dan memulai hidup mandiri di bilik sederhana. Bilik sederhana dalam artian rumah minimalis berkamar dua (bruuh). Sederhananya orang kaya mungkin memang begitu, aku tahu apa?

Awal hidup mandiri bagi Jazzy terasa seperti neraka. Fitnes malah membuat gangguan tidurnya semakin parah, jadwal tidur yang dia buat berantakan, rumah sangat kotor akibat tidak pernah dibersihkan, yang paling parah adalah listrik rumahnya diputus karena dia tidak pernah membayar tagihan, dan tidak tahu bagaimana caranya! Untungnya, di saat-saat sulit, Jazzy punya dua sahabat terbaik yaitu Tita dan Rio.

Ketiganya selalu saling bantu, jadi Tita dan Rio dengan senang hati menolong Jazzy. Terutama Rio yang sudah seperti suami siaga, ditelepon pasti langsung datang meskipun ada kesibukan pribadi. Namun, kebaikan hati Rio justru membuat hubungan dengan pacarnya sendiri kandas. Mungkin itulah salah satu faktor yang tidak aku suka dari novel ini.

Novel ini seolah membuat pacar Rio posesif, seolah pacar Rio tidak punya perasaan karena tidak bisa memahami persahabatan Rio dan Jazzy. Padahal kalau melihat kelakuan Jazzy yang dikit-dikit minta tolong, dan Rio yang lebih menjadikan Jazzy prioritas juga bukan hal yang terlalu bagus. Maksudku ... ya kalian memang sahabat sejati, tapi ada saatnya untuk mengatakan TIDAK. Dan harusnya Jazzy mikirrrr kalo minta bantuan teh! (elus dada)

Namun, rasa tidak sukaku pada Jazzy langsung hilang karena pengembangan karakter Jazzy yang terlihat jelas di akhir buku. Dari tuan putri manja ke wanita mandiri yang dewasa. Gangguan tidurnya hilang begitu saja berkat segala kesibukannya sehari-hari. Dia jadi lebih sering beraktifitas di siang hari, bekerja, mengurus rumah, berbelanja, memasak sendiri sehingga bisa tidur tepat waktu dan bangun dalam keadaan segar. Siap beraktifitas kembali.

Sebnarnya, ada satu hal yang membuatku janggal. Di awal cerita gangguan tidur Jazzy benar-benar parah sehingga dia bisa tidur di mana saja dan kapan saja. Menurutku itu sudah bisa dibilang tahap berbahaya, tapi untuk beberapa alsan Jazzy tidak pernah di bawa berkonsultasi. Padahal mereka orang kaya, pintar, dan harusnya lebih peduli akan gangguan-gangguan semacam itu. Memang ada beberapa dialog tokoh yang menyarankan Jazzy periksa, eh tapi si Jazzy malah menyangka keluarganya menganggap dia gila. Heloooww! Kalo elu tetiba molor di tengah jalan raya begimana!

Ah, novel ini memakai embel-embel Komedi, dan kalau menurutku komedi di sini belum terlalu bisa dibilang komedi. Kisahnya jelas menghibur, tapi bukan lucu. Apa pun itu jelas novel ini cocok untuk bacaan ringan kalau kalian benar-benar membaca cuma untuk refreshing.

C. Penokohan

Jazzy. Tokoh utama yang sepanjang cerita berkelut di dia doang. Sifatnya cuek tapi ceria. Hal yang paling aku suka dari Jazzy adalah perkembangan karakternya. Sifatnya yang manja perlahan hilang, tapi perubahannya terlihat jelas dari berbagai konflik yang dia alami, juga dari cara dia menangani konflik-konflik tersebut. Kehidupannya benar-benar normal, tapi karena normal itulah pembaca jadi bisa relate.

Tita. Salah satu sahabat Jazzy yang telmi-nya kebangetan, dia bahkan harus diajari cara marah saat pacarnya ketahuan selingkuh. Di sisi lain, Tita ini sangat rajin, seperti robot yang tak kenal lelah. Dia yang membantu Jazzy membereskan rumah saat rumah itu terlihat seperti kandang kuda.

Rio. Sahabat Jazzy lain yang selalu bisa diandalkan. Awalnya aku pikir Jazzy dan Rio akan saling suka, tapi rasanya hubungan mereka tulus sebagai sahabat. Rio sahabat yang perhatian, tapi jelas bukan pacar yang becus. Prioritasnya brekele dan kadang membuatku dongkol setengah mati.

Enrico. Gebetan Jazzy yang sempat ilfil melihatnya tidur saat sedang kencan. Namun, nyatanya Enrico lebih terpesona dengan kecuekan Jazzy, serta kagum dengan perjuangannya untuk berubah. Akhirnya, dia pun berbalik emngejar-ngejar Jazzy sampai dapat.

Mira dan Anton. Kakak-kakak Jazzy. Masing-masing menjadi representasi iblis (Mira) dan malaikat (Anton) bagi Jazzy. Mira selalu berikap judes pada adiknya, sampai Anton turun tangan untuk menenangkan keduanya. Mira sering kesal dengan sifat manja Jazzy, dan benci cara semua orang memperlakukannya seperti anak kecil. Sedangkan Anton justru gemar memanjakan Jazzy, karena sifat mereka yang mirip.

Dedy. Tunangan Mira yang juga sangat menyayangi Jazzy. Sifatnya dengan mira bagai langit dan bumi, tapi itu juga yang membuat mereka cocok dan saling melengkapi.

D. Dialog

Ah, haruskah aku bahas lagi dialog di era Golden Decade? Jelas kalau dialog-dialog dalam novel ini natural, tapi tidak cringe. Melambangkan sifat masing-masing tokoh tanpa membuat pembaca kebingungan. Kalau disuruh memilih, aku paling suka dialog Jazzy. Inilah tipe-tipe anak manja yang tidak membuatku cringe, karena tidak semua orang menyukainya, karena sikap terlalu manjanya terkadang mendapat teguran dan menimbulkan kerugian.

Walaupun sangat bagus, tentu saja ada kekurangan dari dialog novel ini yang terkadang bisa terlalu bertele-tele. Sekadar menanyakan kabar atau sahut-sahutan singkat yang tidak penting pakai ditulis juga beberapa kali. Aku sampai harus melewati beberapa dialog saking bete-nya, dan aku tidak pernah melakukan itu kepada dialog dari novel yang kusuka!

E. Gaya Bahasa

Era Golden Decade terkenal dengan kesederhanaan narasinya, begitupun dengan novel ini. Sudut pandang mengambil Pov3 terbatas dan terkadang memang ada kebocoran menjadi Pov3 serba tahu. Namun, rasanya itu hal wajar untuk Pov3, yang ingin kukeluhkan dari gaya bahasa novel ini mungkin dari sisi kepenulisan serta tanda baca.

Novel ini terbitan tahun 2007, di masa itu patokan penulis masih kepada hukum EBI (Ejaan Bahasa Indonesia). Tentunya ada perbedaan yang cukup signifikan dari versi PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia), yah secara teknis PUEBI memang EBI yang sudah disempurnakan. Jadi ada beberapa kesalahan-kesalahan yang bikin insting editorku bergetar ingin membetulkan kepenulisan di beberapa tempat.

Selain itu, bentuk penulisan SMS di sini masih jaman dulu banget. Disingkat-singkat, Cin! Tapi aku tidak mau terlalu protes, karena jujur saja itu menambah keakuratan sifat tokoh sekaligus relatable pada zamannya. Ayolah, kita semua tahu zaman-zaman Rp1/karakter!

F. Penilaian

Cover : 2,5

Plot : 3,5

Penokohan : 3,5

Dialog : 3

Gaya Bahasa : 3

Total : 3 Bintang

G. Penutup

Satu lagi buku yang membuatku nostalgia, sekaligus obsesi masalalu yang terwujud. Kalian tahu ebtapa aku sangat menginginkan novel ini dulu? Rasanya aku rela keliling samudera demi bisa mempunyainya, sayangnya saat itu mustahil (sekarang juga msutahil, h3h3 ....) Buku ini menyenangkan dan ringan, tentunya seru tanpa harus banyak berpikir. Cocok untuk bacaan senggang saat santai.

Aku pernah bilang kalau akan jauh-jauh dari genre fantasi di era Golden Decade. Akan tetapi, tiba-tiba aku teringat satu novel fantasi di era tersebut yang membuatku jatuh hati. Barang kali aku akan membaca ulang dan membuat reviewnya di sini. Kita lihat apakah pendapatku amsih sama seperti dulu, atau kita memang benar-benar harus menjauh dari fantasi di era Golden Decade.

Sampai jumpa di review selanjutnya ^o^/

Comments

Impy's all-time-fav book montage

The School for Good and Evil
A World Without Princes
The Last Ever After
Quests for Glory
House of Secrets
Battle of the Beasts
Clash of the Worlds
Peter Pan
A Man Called Ove
My Grandmother Asked Me to Tell You She's Sorry
The Book of Lost Things
The Fairy-Tale Detectives
The Unusual Suspects
The Problem Child
Once Upon a Crime
Tales From the Hood
The Everafter War
The Inside Story
The Council of Mirrors
And Every Morning the Way Home Gets Longer and Longer


Impy Island's favorite books »

Baca Review Lainnya!

Ily

Laut Bercerita

Matahari Minor

Aku Menyerah pada Serial Omen-nya Lexie Xu

Novel-novel Terkutuk (Mostly Watpat)

Mbah Rick Riordan Melanggar Semua Pakem dalam menulis POV1 (dan Tetap Bagus)

Peter Pan