Nevermoor #1 (The Trials of Morrigan Crow)
Penulis : Jessica Townsend
Penerbit : Nourabooks
ISBN : 9786023853571
Tebal : 454 Halaman
Blurb :
Penerbit : Nourabooks
ISBN : 9786023853571
Tebal : 454 Halaman
Blurb :
Sejenak, Morrigan merasa aman. Namun, itu hanya sementara, karena tantangan lainnya telah menanti. Sebagai penduduk ilegal, satu-satunya cara bagi Morrigan untuk tetap tinggal adalah menjadi anggota Wundrous Society. Hanya sembilan anak yang akan diterima di akademi bergengsi bagi anak-anak berbakat itu, jadi, bagaimana mungkin Morrigan bersaing dengan ratusan anak hebat lainnya saat dia sendiri bahkan tidak mengetahui kemampuan yang dia miliki?
Morrigan hanya ingin terlepas dari kutukan Eventide. Dia hanya menginginkan tempat yang bisa disebutnya rumah, orang-orang yang bisa dianggapnya sahabat dan keluarga. Sebegitu sulitkah?
MENGANDUNG SPOILER!!!
A. Mencari-cari Alasan
Hallow, pembaca-pembaca budiman sekalian. Sebelumnya aku harus mengatakan bahwa serial Nevermoor ini aku baca semata-mata hanya sebagai alasan untuk menunda bacaan yang seharunsya kubaca berminggu-minggu lalu. Namun, tidak perlu gundah dan risau, aku sedang dalam proses, dan mungkin akan selesai tak lama lagi.
Seri Nevermoor sudah lama sekali menjadi perhatianku. Bahkan seri inilah yang aku kalahkan ketika memutuskan untuk membeli Icylandar. Akan tetapi, akhinya seri ini terbeli juga. Langsung tiga, yang tentunya membuat uangku juga LANGSUNG HILANG! Akan tetapi, semua itu akan sepadan nantinya, aku yakin!
Sampul Nevermoor jelas-jelas mengingatkanku pada Marry Poppin. Maksudku, siapa lagi sosok fiksi yang terkenal melakukan terjun payung, yang secara harfiah menggunakan payung selain Bucc Marry Poppin? Ilustrasi kocenk persia raksasa di belakang gedung juga membuatku tertarik, dan teringat akan mendinang kocenk-ku Kelly yang pergi di usia delapan (Ihiks-ihiks ...)
Sebelum segmen ini berubah menjadi kisah ihiks-ihiks, marilah kita langsung masuk ke dunia Nevermoor.
B. Plot
Konon katanya ... anak-anak yang terlahir tepat pada hari Eventide adalah anak-anak terkutuk, dan mereka akan meninggal di usia ke dua belas. Salah satu dari mereka bernama Morrigan Crow. Menjadi anak terkutuk tentunya sebuah kesialan, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain. Morrigan disalahkan oleh penduduk atas segala musibah yang terjadi di kota Jackflax.
Morrigan dibenci semua orang, termasuk keluarganya sendiri. Sang ayah bahkan tidak pernah menganggap Morrigan sebagai anak, melainkan pembawa sial yang untungnya akan menghilang di usia dua belas. Yap, semua orang menanti-nanti hari itu agar seluruh penduduk kota terbebas dari kutukan. Suatu hari, di hari ulang tahunnnya yang ke sebelas, Morrigan meminta untuk ikut ajang penawaran murid sebagai tradisi tahunan di Jackflax.
Semua orang percaya Morrigan tidak akan mendapat penawaran sama sekali. Jangankan penawaran, seluruh penduduk kota pun tidak berani menatap matanya. Tanpa diduga, Morrigan malah mendapatkan empat tawaran sekaligus. Semua orang terkejut, tapi sayang penawaran itu hanyalah akal-akalan orang iseng. Morrigan pun pulang dengan hati hancur, tidak ada kesempatan lagi ikut ajang tersebut tahun besok sebab ia akan meninggal.
Untuk membuat hari Morrigan lebih buruk, pergantian zaman ternyata datang lebih cepat dan Morrigan akan meninggal besok! Maka keluarga Crow pun mengadakan pesta perpisahan. Bayangkan, kalian mau meninggal, dan keluarga kalian mengadakan pesta untuk kepergian kalian. I will say it out loud, Crow Family are garbage! Apa lagi kelakuan si Ivy (ibu tiri Morrigan) yang malah memberitahu dirinya hamil di saat seharusnya mereka berkabung untuk nasib Morrigan. (Pakk you Ivy!)
Malam itu Morrigan ketakutan, bertanya-tanya bagaimana rasanya mati, dan apa yang akan terjadi selanjutnya. Ternyata dia bukan mati, tapi diajak oleh seorang Pengayom bernama Jupiter ke tempat ajaib bernama Nevermoor. Di Negeri Bebas itu, Bersama ratusan anak lain, dia harus bersaing untuk menjadi anggota Wundrous Society agar bisa menetap di Nevermoor.
Nevermoor seri pertama ini tipikal Middle Grade yang semua tokohnya berusia 10-17 tahun. Testimoni di belakang buku mengatakan buku ini cocok untuk penggemar Harry Potter dan Percy Jackson, tapi kok aku malah merasa ini semacam Hunger Games. Dilihat dari konsep para peserta yang saling bersaing untuk mendapatkan satu posisi khusus di akhir kisah.
Tidak ada sistem sekolah sama sekali, para murid tidak pernah diberi mater, malah disuruh luntang-lantung tidak jelas belajar sendiri. Mungkin kemiripan lebih terlihat dengan seri Percy Jackson? Yang sudah baca tolong kasih tahu. (Aku belum pernah baca serial Percy Jackson, H3h3 ....)
Tapi harus aku katakan kalau World Building novel ini sangat unik. Hal paling menonjol mungkin Hotel Deucalion naungan Si Jupiter. Hotel itu bisa "tumbuh", dan aku yakin hotel itu punya nyawa juga seperti Mansion Keluarga Addams. Ada ruangan-ruangan unik seperti ruang asap, kamar yang selalu berubah-ubah sesuai emosi penghuninya, dan ratusan pintu yang masing-masing punya keajaiban sendiri.
Festival-festivalnya juga seru, apa lagi saat perayaan natal, di mana Santo Nick harus bersaing dengan Ratu Yule untuk merebut posisi pengurus natal. Itu konsep orisinil yang rasanya belum pernah aku baca di mana-mana. Misteri-misteri sepanjang cerita juga seru, membuat kita ikut penasaran, termasuk juga twist di akhir yang meskipun sudah bisa dikira-kira dari awal, tetap membuat mulutku menganga
Pokoknya novel ini memang standar Middle Grade yang "seharusnya" bisa membuatku jatuh hati.
O-ow ... kenapa kata 'seharusnya' menggunakan kutip? Begitulah ... karena novel ini tidak memuaskan hasratku sepenuhnya. Terutama dari unsur penokohan, yang mana paling krusial dalam kamusku sebagai pembaca budiman.
Jadi begini ... rasanya tokoh-tokoh di sini gagal mencuri perhatian. Misalnya Jupiter yang senantiasa digambarkan berkharisma, dihormati semua orang, DLL. Penulis memang menggambarkan itu dengan teknik Show dan Tell yang seimbang, tapi entah kenapa aku belum percaya kalau dia sewah-wah itu. Mungkin karena terlalu banyak ekspektasi yang dibangun, tapi realitanya tidak memuaskan. Ditambah ada satu sikap Jupiter yang memang selalu aku benci tidak peduli di novel mana pun.
Biar kujelaskan ....
Jupiter itu sok misterius, tidak pernah jawab kalau ditanya, menjanjikan banyak hal padahal tidak pernah menepati satu pun. Itu bisa saja menjadi tabiat Jupiter dan bisa jadi unik, kalau saja semua orang tidak mengelu-elukannya sebagai orang hebat, dan pahlawan kota.
Heloow, membuat orang khawatir setengah mati padahal sudah punya rencana, dan menyelesaikan masalah sendirian pada akhirnya, menjadi pahlawan sendirian, bukan tindakan yang patut dipuji! Apakah cuma aku yang berpikir penokohan seperti ini bermasalah?
Masalahnya, Jupiter brekele ini tidak hanya melakukan itu ke Morrigan yang mungkin belum mengerti dan tidak perlu mengerti hal-hal genting, lantaran masih terlalu muda. Jupiter juga bertingkah seperti itu kepada para tetua, kepada orang-orang yang mungkin bisa membantunya menyelesaikan masalah lebih cepat.
Sok-sok misterius, sok-sok punya rencana, tapi tidak mau bilang siapa-siapa, dan menyelesaikan semuanya sendiri di momen-momen terakhir supaya jadi pahlawan. Ente malah jadi pahlawan kesiangan Jup ... Jup!
Bahkan Dumbledore tidak merahasiakan apa pun kepada rekan-rekan guru yang berperan penting di Hogwarts. Dia hanya merahasiakan segala hal ke Harry, karena belum saatnya anak itu tahu permasalahan pelik yang terjadi. Dan saat akhirnya Dumbledore menjelaskan semuanya ketika Harry dewasa, kita jadi ikut alhamdulilah.
Memang, memang di akhir Jupiter mengatakan alasan-alasannya menyembunyikan segala hal pada semua orang. Sebab begini, sebab begitu, sebab begono. Tapi, hey! Setidaknya jangan menyimpan rahasia pada orang-orang penting yang juga bersedia membantu semua masalah di dunia. You know what i mean?
Terus lagi sifat dan sikap tokoh yang setengah-setengah. Rasanya aku tidak melihat ada perkembangan pada tokoh Morrigan dari awal sampai akhir buku. Ibaratnya begini ....
Di awal kisah => Morrigan merupakan anak terkutuk yang pasrah akan nasibnya.
Di akhir buku => Morrigan merupakan anak terkutuk yang pasrah akan nasibnya, tapi sekarang tinggal di Nevermoor.
Kadang anak ini bertingkah manis, kadang dingin, kadang galak, kadang keras kepala. Namun, saat aku mengharapkan Morrigan bertingkah manis dia malah tidak manis. Saat aku berharap Morrigan jadi galak, dia malah tidak galak. Seolah novel ini menjanjikan 'begini', tapi saat eksekusi malah tidak ada hal 'begini' sama sekali, dan malah jadi 'begitu'.
Adegan saat mereka pulang ke rumah Morrigan lewat jalur Gossamer mungkin jadi yang paling mengecewakan buatku. Reaksiku saat itu, "Kok hambar ...."
Aku tidak menangkap apa yang Morrigan rasakan saat itu, apakah dia sedih karena meninggalkan Nevermoor, atau senang karena bisa pulang, atau marah karena ternyata keluarganya tidak ada yang merindukannya, bahkan tidak mengingatnya sama sekali. Semuanya digambarkan dengan emosi yang setengah-setengah, jadi momen itu tidak memorable sama sekali buatku pribadi.
Terus lagi, ujian-ujian yang rasanya tidak sesuai harapan. Maksudku ... plot utama novel ini memang serangkaian ujian yang harus dilalui anak-anak berbakat demi menjadi anggota Wundrous Sociaty. Namun, ujian-ujian itu sekali lagi terasa hambar. Bukan karena Morrigan selalu menang, bukan juga karena Morrigan Mary Sue. Di sini banyak kejutan juga lika-liku yang membuatku penasaran di setiap ujiannya.
Tapi eh tetapi, yang jadi masalahku adalah tujuan ujian itu sendiri. Biar kujelaskan lebih lanjoet ....
Ujian pertama adalah Ujian Buku. Di situ anak-anak akan diuji kejujurannya, tapi alih-alih kejujuran, kayaknya buku itu lebih kayak melihat isi hati terdalam anak-anak yang mereka sendiri tidak tahu. Jadi bagaimana mau jujur kalau, mereka sendiri tidak tahu apa keinginan terdalam mereka. (Oh, mungkin karena ini disamakan ke Harpot, mirip Sorting Hat?)
Ujian kedua, Ujian Berburu. Di sini anak-anak diuji dalam bidang ketangkasan dan strategi. Alih-alih ketangkasan dan strategi, mereka malah lomba lari, karena sistem berburunya siapa cepat dia dapat. Tidak ada adegan anak-anak itu mengatur strategi, tidak ada yang menunjukkan ketangkasan.
Ujian ketiga, Ujian Seram. Di sini anak-anak diuji keberaniannya. Mungkin ini ujian kesukaanku, yang sesuai dengan tujuan. Di sini anak-anak menghadapi ketakutan terbesar mereka. Morrigan berhadapan dengan bayangan-bayangan pemburu yang hampir membunuhnya di Jackflax.
Tapi anehnya, ada teman Morrigan bernama Hawthrone. Dia seorang Pawang Naga Ahli, tapi dia malah menghadapi naga, padahal seharusnya dia tidak takut dengan naga, 'kan? Secara dia itu Pawang Naga! Atau mungkin peraturannya memang bukan "Menghadapi ketakutan terbesar" seperti dugaanku? Ah, aku bingung!
Terakhir, Ujian Unjuk Bakat. Tentu saja di sini anak-anak menunjukkan bakat hebat mereka, dan para petinggi akan menilai apakah mereka cocok menjadi anggota Wundrous Society. Dan di sinilah kejadian menegangkan dan tak terduga terjadi. Lantas membuat Morriga dibenci orang-orang Nevermoor.
Ekhem ... jadi kagak di Jackflax, kagak di Nevermoor, semua orang benci Morrigan? Kasian amat lu, Tong!
Nah, begitulah ... Buku ini tetap bagus, enjoyable, dan khas Middle Grade. Imajinasi penulis tertuang dengan sempurna, membuat kita masuk ke dalam cerita, kita paham segala hal yang penulis coba sampaikan. Namun, buku ini punya kekurangan-kekurangan kecil yang membuatku kesal, terutama sikap Jupiter yang sayangnya mengingatkanku pada tokoh di novel watpat brekele (akan aku spill di segmen penokohan).
C. Penokohan
Sebelumnya izinkan aku mengatakan kalau nama-nama tokoh di sini sangat unik dan aduhai, sampai-sampai bikin lidah berbelit. Namun, nama-nama itu memang cocok untuk dunia dalam novel, dan untuk itu aku akan memuji penulis karena sudah membangun dunianya dengan sebaik-baiknya, dan tentunya tidak asal comot.
Morrigan. Seperti yang aku sebutkan di plot. Morrigan ini penokohannya terlalu setengah-setengah. Dibilang manis tidak terlalu, dibilang pemberani tidak juga, dibilang selow dan ngeselin juga kurang, dibilang keras kepala dan manja tidak kelihatan. Gimana, ya ... aku tahu sifat seseorang bisa campuran dari segala sifat di atas, tapi rasanya tetap harus ada satu sifat dan sikap yang menonjol, yang menjadi ciri khas seseorang, atau sesetokoh. Di sini Morrigan tidak punya itu.
Contohnya, setiap kali Jupiter mengingkari janji. Aku berharap Morrigan marah atau ngambek, kalau dilihat dari sikap kekanakkannya. Eh, ternyata dia malah santai, langsung melupakan semuanya. Atau saat Morrigan merasa semua orang merahasiakan hal penting kepadanya. Aku berharap Morrigan lebih menuntut kepada Jupiter dengan sikap memaksa, tapi santai khas Morrigan saat berhadapan dengan Noelle (antagonis). Eh, ternyata dia malah pasrah aje sampe itu rahaisa ketahuan sendiri.
Pokoknya, aku berharap lebih kepada Morrigan sebagai protagonis utama, tapi dia malah terasa hambar dan terlalu standar sehingga setiap kali aku mengharapkan hal nendank dari karakter Morrigan, aku malah tidak mendapatkan apa pun. But, she's still a sweetheart. Dia bahkan menolong orang tanpa pamrih, meskipun itu merugikan diri sendiri.
Jupiter. Yah, kalian sudah tahu karakternya di segmen Plot. Awal kemunculan, aku sangat menyukai Jupiter. Dia pengayom yang baik, dan jelas sangat perhatian kepada Morrigan. Dialog dan perilakunya sepanjang cerita juga menunjukkan bahwa dia memang orang yang patut disukai. Sebab dia dermawan dan berkharisma.
Tapi semua berubah saat sifat sok misterius menyerang. Entah kenapa ye, penulis senang banget membuat satu tokoh "hebat" yang selalu merahasiakan sesuatu dari banyak orang, dan ujung-ujungnya dia sendiri yang menyelamatkan segalanya di saat-saat terakhir, saat semua kekacauan sudah terjadi. Maksudnya teh, kalo dari awal elu kagak sok rahasia-rahasiaan sama yang lain, kan masalah bisa selesai tanpa ada hal buruk yang terjadi gitu, loh!
Belum lagi sifatnya yang tidak pernah menjawab kalau ditanya. Kalian tahu itu mengingatkanku pada siapa? Benar sekali ... Geez dari novel Geez dan Ann.
Jupiter = Geez I cannot unsee.
Eh, tapi sikap sok-sok misterius di saat orang-orang kelabakan mengharapkan rencana darinya, juga mengingatkanku pada si Lockwood dari novel Lockwood & Co. Lihat, 'kan? Aku memang tidak pernah suka tipe-tipe tokoh yang begini.
Hawthrone. Tipikal Side-kick yang konyol dan badut. Dia juga menjadi harapanku agar novel ini punya hal-hal UwU sebagaimana menjadi ciri khas Middle Grade, tapi sayang bonding antara mereka kurang didalami. Mereka cuma beberapa kali mengobrol, berbagi rahasia, dan membuat janji kelingking. That is cute, but not cute enough for me!!! (banyak maunya).
Jack. Sepupu Jupiter yang juga tipikal cowok-cowok dingin dan sinis idaman para pembaca perempuan. Again ... bonding antara Jack dan Morrigan tidak terlalu terasa sebagai "musuh jadi teman", bahkan Jack sama sekali tidak pernah berinteraksi dengan Hawthrone secara langsung.
Padahal penokohan keduanya mirip Brendan dan Will dari novel House of Secret, dan interaksi mereka sepanjang novel benar-benar lucu. Sebab ketika tokoh dewasa nan dingin berhadapan dengan tokoh badut nan konyol, mereka akan menghasilkan adegan yang lucu dan UwU. Sayangnya itu tidak aku temukan di novel ini. Mungkin di seri kedua bonding antar tokoh akan lebih terasa.
Cadence. Jarang-jarang nih genre Middle Grade punya trope Anti-Hero. Cadence ini adil dalam memperlakukan orang-orang. Maksudnya adil dalam hal membenci, dia membenci semua orang. Kekuatannya juga paling keren menurutku, meskipun berpotensi jadi Deus Ex Machina, atau malah Mary Sue. Kita lihat saja nanti.
Noelle. Pembully handal
Fen, si kucing raksasa yang judes. Berserta pengurus hotel yang namanya sangat sulit aku lafalkan, dan malah berpotensi ngaco kalau aku paksa tulis di sini.
D. Dialog
Jujur saja, tidak ada dialog yang memiliki ciri khas di sini. Berpengaruh juga dari penokohan yang setengah-setengah itu. Kadang Morrigan jadi anak pemberani yang suka membela orang tertindas, tapi sudah begitu saja. Kadang Morrigan jadi keras kepala dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan dengan cuek, tapi cuma sekali-dua kali. Dia tidak pernah begitu di saat dia seharusnya begitu.
Beberapa dialog Jupiter sebenarnya mempunyai ciri khas. Dia sangat andal mengalihkan pembicaraan dan membuat janji-janji manis. Mahir juga meyakinkan Morrigan untuk tetap percaya diri dan tenang, tapi tidak didasari alasan-alasan konkret sehingga semuanya jadi tidak berguna sama sekali. Alih-alih percaya diri, Morrigan malah bertambah tertekan.
Mungkin yang paling menonjol adalah dialog Hawthrone yang kadang absurd dan tipikal tokoh kocag. Kepercayaan diri anak ini sangat tinggi, dan keberuntungan selalu memihaknya. Dialognya selalu menyepelekan ujian, dan entah kenapa kita juga ikut menyepelekan.
Ibaratnya si Hawthrone ngomong, "Alah ini ujian mah gampang, tinggal sat-set-sat-set juga selesai."
Dan kita alih-alih kesal dan menasehati anak ini supaya jangan terlalu pede, kita malah ikut bilang, "Oh iye, ye .... ini mah set-sat-set-sat juga jadi."
E. Gaya Bahasa
Sebenarnya, di setiap novel terjemahan alih-alih penulis, segmen Gaya Bahasa ini seharusnya lebih ditujukan untuk penerjemah. Kecuali mungkin bagian World Building, itu jelas-jelas bertujuan untuk si penulis. Akan tetapi, bisa juga untuk keduanya, seperti yang akan kulakukan sekarang, h3h3 ....
Ada satu deskripsi yang membuatku mengerutkan dahi setiap kali muncul. Yaitu, "Memutar-mutar bola mata". Heloow ... yang ada di bayanganku si tokoh memutar mata berkali-kali kayak orang puyeng di kartun-kartun. Kenapa gak cukup "memutar" aja? sekali aja gitu loh memutarnya!
Sumpah setiap kali ada kalimat itu bayangan di otakku langsung Tom and Jerry pas kepentung bola Bowling, sampai aku teringat mereka cuma memutar bola mata, maksudnye roll eyes gitu, elah!
Namun, selain itu World Building novel ini sangat unik, setiap kejadian di dalamnya masuk akal dan orisinil. Mungkin ada beberapa yang kentara mengambil inspirasi dari beberapa novel atau pop culture, tapi jelas si penulis hanya terinspirasi, dan aku ingin mengatakan pada para penulis aduhai di luar sana ....
BEGINILAH YANG NAMANYA TERINSPIRASI!
Mengambil beberapa ide, dan merombaknya menjadi sesuatu yang baru dan berciri khas. Bukannya meniru dan mencopy-paste karya orang!
F. Penilaian
Cover : 4
Plot : 3,5
Penokohan : 2,5
Dialog : 3
Gaya Bahasa : 3
Total : 3,5
G. Penutup
Aku suka novel ini, tapi belum sampai ke tahap cinca. Beberapa kekurangannya membuatku kecewa, tapi bukan kecewa yang parah. Mungkin hanya berkomentar "Yah, kok begini doang ...."
Namun, ini baru novel pertama dari tiga novel (akan menjadi empat tahun besok). Makanya aku masih menaruh harapan besar, dan aku yakin Morrigan DKK bisa lebih memiliki kemistri daripada yang sekarang. Mereka punya potensi besar!
Nah, sampai sini dulu review yang kuberikan. Ekhem ... review tak terduga yang sejatinya hanya untuk mengulur-ulur waktu!
Sampai jumpa di review selanjutnya ^o^/
Comments
Post a Comment