My Perfect World
Penulis : Irma Suryani
Penerbit : Loka Media
ISBN : 97860255092
Tebal : 172 Halaman
Blurb :
Angelica Pickles. Apa sebutan yang tepat untuk menggambarkan Angelica Pickles? Memiliki orang tua yang mencintainya, mempunyai Paman dan Bibi yang selalu berusaha menyenangkan hatinya, sahabat yang setia, bahkan sekumpulan ajudan pribadi yang memercayai apa pun ucapannya serta melaksanakan apa pun perintahnya. Semua orang memperlakukannya bak seorang putri. Tidak ada dunia yang begitu sempurna selain milik Angelica.
Setidaknya itulah yang ia pikirkan sampai suatu hari sebuah kenyataan pahit menghantamnya bak kereta super cepat.
MENGANDUNG SPOILER
A. Abad Kejayaan Seorang Impy
How are you, and nice to meet you! Para Pembaca review kesayanganku ^o^/Bagaimana kalau kalian mendengarkan curcol-ku sebelum mulai?
HEY, JANGAN KABUR!
Tahun 2018 mungkin menjadi tahun terbaik bagiku dalam segala aspek. Baik rumah, teman, lingkungan, maupun keluarga. Namun, hal terbaik dari tahun 2018 adalah semangat menulisku yang teramat menggebu-gebu. Di masa itu aku bisa menghabiskan waktu seharian penuh hanya untuk riset, mencari referensi, membaca tips dan trik kepenulisan, dan benar-benar menulis.
Aku punya lebih dari sepuluh konsep cerita, berhasil menyelasikan lima di antaranya. Salah satunya adalah novel My Perfect World ini, yang sebelumnya berjudul The Rugrats Theory. Kalian penggemar Keripikpasta mungkin pernah mendengar The Rugrats Theory. Bercerita tentang konspirasi gelap kartun 90-an berjudul Rugrats yang katanya diangkat dari kisah nyata.
Kartun Rugrats |
Asal kelean tahu ya ... I AM OBSESSED WITH THE STORY!
Aku suka Keripikpasta, aku suka kartun Rugrats. Keduanya digabungkan? Jelas sebuah inspirasi cerita. Lebih barokah lagi, Vocaloid menciptakan lagu berdasarkan teori konspirasi ini dengan judul sama (The Rugrats Theory). Wow-wow-wow!!! Sampai sekarang lagu itu masih menjadi lagu Vocaloid favoritku, walaupun beberapa orang bilang suara si penyanyi (Kaai Yuki) bikin kepala sakit.
I respecc your opinion, even though it’s trash, h3h3 ....
Begitulah ... dengan bantuan teori konspirasi Keripikpasta, lagu Vocaloid, serta kartun Rugrats, aku mulai menggarap The Rugrats Theory DENGAN NAMA TOKOH DAN PENOKOHAN BERDASARKAN KARTUNNYA!
Secara teknis, aku sedang membuat Fan Fiction alih-alih cerita original! Tapi eh tetapi, penerbit Loka Media bersedia menerbitkan novel ini secara cuma-cuma (aku ikut seleksi naskah saat itu), dengan catatan judulnya diganti jadi My Perfect World. Sejujurnya, aku tidak tahu apakah ini legal ... I’m a bit scared now, to be honest!
But in my defense! Aku hanya mengambil nama dan penokohan dari kartun Rugrats. Cerita dari awal sampai akhir tetap aku susun sendiri berdasarkan teori Keripikpasta yang dikembangkan.
Bagaimana dengan sampul? Oh, ayolah ... kalian bohong kalau bilang tidak ingin membeli novel ini saat melihatnya di toko buku. Pemilihan warna yang adem, ilustrasi simple, bentuk dan ukuran font pas, serta tata letak keseluruhan. Semuanya sempurna! Kalian pasti langsung terpincut untuk membeli.
Sayangnya novel ini tidak pernah dipajang di toko buku (bruuh!).
Lantas, bagaimana isi novel ini sendiri? Apakah sebuah novel yang tercipta dari mengembangkan teori konspirasi Keripikpasta bisa menjadi barokah? Mari kita tengok!
N.B : Mereview karya sendiri untuk kedua kalinya? Kenapa tidak!!!
Secara garis besar kartun Rugrats menceritakan petualangan bayi-bayi berusia 1-3 tahun. Genre utamanya Slice of Life dan komedi. Tokoh utama ada empat orang (bayi-bayi unyu) yaitu Tommy, Chuckie, Phill & Lill. Tokoh tambahan seperti Dylan (Dil) dan Suzie, serta antagonis bernama Angelica.
Sayangnya novel ini tidak pernah dipajang di toko buku (bruuh!).
Lantas, bagaimana isi novel ini sendiri? Apakah sebuah novel yang tercipta dari mengembangkan teori konspirasi Keripikpasta bisa menjadi barokah? Mari kita tengok!
N.B : Mereview karya sendiri untuk kedua kalinya? Kenapa tidak!!!
B. Plot
Rugrats merupakan kartun anak naungan Nicklodeon yang tayang di Indonesia pada tahun 2000-an. Beberapa dari kalian mungkin tidak familiar dengan kartun ini, sebab memang berhenti tayang sekitar tahun 2008 atau 2009. Pokoknya terakhir kali aku menonton Rugrats itu di kelas 5 SD. Wow, that was a long time ago! I’M OLD AS FUKK!Secara garis besar kartun Rugrats menceritakan petualangan bayi-bayi berusia 1-3 tahun. Genre utamanya Slice of Life dan komedi. Tokoh utama ada empat orang (bayi-bayi unyu) yaitu Tommy, Chuckie, Phill & Lill. Tokoh tambahan seperti Dylan (Dil) dan Suzie, serta antagonis bernama Angelica.
Semua tokoh di atas juga menjadi tokoh dalam novel My Perfect World. Sungguh sangat original sekali, ‘kan? (digampar).
Premis kartun Rugrats sendiri kira-kira. “Apa yang dibicarakan bayi-bayi ketika mereka bermain bersama?”
Dari situ kita diajak berpetualang bersama bayi-bayi dalam dunia imajinasi mereka, lantas Angelica sebagai yang paling besar selalu mengacaukan permainan, dan membuat hari para bayi buruk. Keempat bayi selalu menuruti perintah Angelica, mendengarkan segala omongannya meski itu sebuah kebohongan. Tapi ada satu bayi yang selalu membangkang, yaitu Dil. Ada juga Suzie yang berhati malaikat, selalu membela para bayi kalau kelakuan Angelica sudah keterlaluan.
Premis kartun Rugrats sendiri kira-kira. “Apa yang dibicarakan bayi-bayi ketika mereka bermain bersama?”
Dari situ kita diajak berpetualang bersama bayi-bayi dalam dunia imajinasi mereka, lantas Angelica sebagai yang paling besar selalu mengacaukan permainan, dan membuat hari para bayi buruk. Keempat bayi selalu menuruti perintah Angelica, mendengarkan segala omongannya meski itu sebuah kebohongan. Tapi ada satu bayi yang selalu membangkang, yaitu Dil. Ada juga Suzie yang berhati malaikat, selalu membela para bayi kalau kelakuan Angelica sudah keterlaluan.
Nah, awal novel My Perfect World pun tak jauh beda dari kartunnya. Namun, kita akan mengambil sudut pandang Angelica. “Kenapa malah mengambil sudut pandang antagonis?” Aku dengar kalian bertanya. Sebab, Anak-anakku ... para bayi yang selalu Angelica jahili ternyata hanya ada di dalam imajinasinya.
JENG-JENG!!!
Klasik teori konspirasi Keripikpasta! Demi Neptunus, hampir semua teori konspirasi di Keripikpasta harus mengandung Skizofrenia! Segala Shinchan ternyata cuma khayalan sang ibu (Misae) akibat sedih kehilangan anak pertamanya. Doremon cuma khayalan nobita yang sedang koma setelah tertabrak mobil. Timmy dari Fairy Odd Parents terkena Skizofrenia setelah orang tuanya meninggal. Awal-awal bikin merindink, tapi lama-kelamaan jadi nyebelin Y’know? Kayak kagak ade topik laen aje!
Ekhem, omong-omong masalah topick mari kita kembali.
Tadi sudah kusebutkan bahwa ada satu bayi yang selalu membangkang perintah Angelica. Si bontot Dylan, atau biasa dipanggil Baby Dil. Angelica pikir Baby Dil tidak mau menurut karena masih terlalu kecil. Namun, semakin dewasa sikap Dil tak kunjung berubah, bahkan menjadi lebih parah. Bukan cuma membangkang, sekarang Dil malah menentangnya terang-terangan.
Kalian tahu kenapa? Tentu saja karena dari semua bayi yang Angelica kenal dalam hidupnya, hanya Baby Dil yang benar-benar nyata.
JENG-JENG!!!
Di sisi lain ada Suzie yang selalu membela para bayi dari sifat jahat Angelica. Bagaimana mungkin? Padahal bayi-bayi itu cuma ada di dalam kepala Angelica. Jadi begini ... Suzie dan Angelica bersahabat sejak kecil. Anak kecil memang selalu membuat teman imajinasi, dan Suzie tidak keberatan dengan hal itu. Toh dia juga masih kecil. Namun, semakin dewasa Suzie menyadari kalau teman-teman imajinasi Angelica (alias para bayi) masih membuntutinya ke mana-mana.
Bahkan menurut penglihatan Angelica, para bayi ikut bertambah usia selayaknya manusia sungguhan. Dari situ Suzie sadar bahwa ada yang tidak beres dari Angelica. Sebagai sahabat, Suzie mulai mencari tahu apa alasan yang mendasari keanehan tersebut. Suzie mengakrabkan diri dengan keluarga besar Angelica demi mengorek informasi, serta memperdalam ilmu psikologi dari sang ibu yang juga seorang psikolog.
Dari situ Suzie mendapatkan segala informasi yang dibutuhkannya. Bahwa Ibu Angelica meninggal saat berpergian jauh, dan tidak pernah pulang padalah dia sudah berjanji akan pulang. Angelica pun membuat skenario berbeda, bahwa sang ibu memang pulang, tapi hanya akan terlihat di malam hari untuk mengucapkan selamat tidur.
Semua diperparah dengan sikap ayah Angelica (Drew) yang mendukung hal tersebut . Alih-alih memberitahu kenyataan, Drew malah ikut memainkan skenario di otak sang anak. Bahkan meminta keluarga besarnya untuk melakukan hal serupa. Akibatnya, kondisi Angelica semakin parah, ditambah imajinasinya yang mulai membisikkan hal-hal negatif, juga menimbulkan hal fatal.
Wow ... Kalau dipikir-pikir konsep dan tema yang diangkat novel ini tergolong berat. Namun, halaman yang terlalu tipis membuat eksekusinya sangat dangkal, karena tidak cukup waktu untuk memperdalam banyak hal. Tidak ... novel ini tidak meromantisasi gangguan mental, tidak juga membuatnya sebagai hal menarik nan edgy.
Bahkan, novel ini menunjukkan apa penyebab, dampak, serta perilaku seorang penderita Skizofrenia lewat penokohan Angelica dengan cukup baik. Penyelesaian untuk novel ini juga tergolong oke, dalam artian tidak terlalu mendramatisir. Tidak harus happy atau sad, malah lebih ke Cliff Hanger. Kelihatan kalau penulis berusaha keras merepresentasikan tema yang diusungnya dengan baik.
Tapi sekali lagi, halaman yang terlalu sedikit membuat eksekusinya kurang maksimal. Alur yang melompat-lompat, serta terlalu sering berpindah sudut pandang juga bikin gemez. Di satu halaman Angelica masih anak-anak, halaman selanjutnya dia sudah SMP, lantas bab selanjutnya ulang tahun ke-17. Halaman sebelumnya alur adem-ayem, damai nan indah, halaman selanjutnya gak ada ujan gak ada angiin DHUARR!!! Klimaks cerita di-spill.
Helooow ... minimal kasih ancang-ancang dulu sebelum spill puncak konfik!
Namun, hal yang paling aduhai (alias brekele) dalam novel ini adalah dialognya, NOOO!!! Kenapa orang-orang di buku ini tidak mampu berbicara normal sama sekali!!!
Mereka seperti alien yang baru belajar bahasa bumi untuk pertama kali! Seperti murid sekolah yang dipaksa ikut pementasan drama bikinan sendiri sehingga penulisan dialognya ancur-lebur, sekaligus disampaikan dengan datar, tanpa ekspresi, tanpa nyawa!
Ugh!!! This is so cringe ... kenapa penerbit Loka Media begitu baik hati dengan suka rela mau menerbitkan novel yang dialognya sebegini brekele! I am confusion! Kita akan bahas ini lebih lanjut di segmen Dialog, dan akan kuberi beberapa contoh dialog yang dimaksud. Kalian juga harus menderita seperti aku!!!
Mungkin segitu saja segmen Plot kali ini. Kesmipulan dari plot My Perfect World adalah ... tidak terlalu buruk, tidak memberikan dampak negatif, tapi sangat bisa dipoles agar eksekusinya lebih baik. Dengan bantuan Beta Reader, editor, serta asisten penulis yang barokah, cerita ini bisa menjadi satu dari sekian banyak novel masterpiece best seller abadi di luar sana (Ngipi di siang bolong!)
But please!!! Please do something with the dialogue. Don’t make readers suffer any longer!!!
C. Penokohan
Kalau kalian menonton kartun Rugrats, kalian akan familiar dengan tokoh-tokoh dalam novel ini. Sifat dan sikap para tokoh juga serupa karena memang diambil dari sana. Beberapa orang mengatakan novel ini membuat mereka nostalgia, ingin menonton ulang kartun Rugrats, tapi feelingnya jadi berbeda karena novel ini membuat Vibe-nya dark. (Maaf ya, h3h3 ....)Tapi tentu saja hanya orang-orang tua. Ekhem ... orang-orang dewasa yang mengingat kartun ini. Makanya aku tetap menjabarkan penokohan mereka satu per satu.
Angelica. Mean Gorl type. Sombong, menganggap orang lain rendah, bahkan tidak punya sopan-santun kepada orang lain. Sifat Angelica itu sebenarnya akibat sang ayah yang terlalu memanjakannya, terlalu menuruti segala kemauannya bahkan yang berdampak buruk.
Novel ini sebagian besar mengambil sudut pandang orang pertama lewat Angelica, kita bisa melihat sendiri tingkah lakunya yang buruk, tapi dia selalu menganggap dirinya tidak bersalah. Itu cara penyampaian tokoh yang barokah kalau menurutku. Ditunjukkan daripada Diceritakan. Penerapan teknik Show don’t Tell sebagaimana mestinya.
Hanya saja, perubahan sifat dan sikap Angelica di bagian akhir terasa buru-buru. Sekali lagi ... alasan untuk perubahan sikapnya masuk akal, tapi eksekusinya kurang nendank. Belum sempat pembaca meresapi emosi dari sifat Angelica terdahulu, tiba-tiba sesuatu sudah terjadi sehingga penokohannya berubah, dan pembaca harus langsung menerima hal itu.
Suzie. Ibarat langit dan bumi, Suzie mempunyai sifat kebalikan dari Angelica. Baik, ramah, disukai banyak orang. Namun, sikap yang berkebalikan itu justru membuat mereka akrab. Hanya Suzie yang bisa menangani serta memaklumi sifat buruk Angelica. Bahkan, Suzie menjadi orang pertama yang menyadari ada hal aneh dalam diri sahabatnya, dan berusaha melakukan sesuatu untuk menolong.
Dylan (Dil). Hubungan Dil dan Angelica tidak pernah akur sejak kecil. Seperti Suzie, Dil juga menyadari ada yang tidak beres dari Angelica. Namun, alih-alih berusaha menolong dia malah tak henti mengejek, menyebabkan hubungan mereka semakin buruk. Ujung-ujungnya mereka saling membenci, dan berakhir dengan sesuatu yang sangat fatal.
Drew. Tipikal Papah Muda yang tidak tahu cara menangani duka anak perempuan semata wayangnya. Orang-orang menyalahkan Drew sebagai penyebab kondisi yang dialami Angelica, padahal dalam kasus ini Drew juga menderita dan kebingungan. Tidak pernah tahu harus berbuat apa dan tidak pernah minta tolong kepada siapa pun.
Hanya saja, perubahan sifat dan sikap Angelica di bagian akhir terasa buru-buru. Sekali lagi ... alasan untuk perubahan sikapnya masuk akal, tapi eksekusinya kurang nendank. Belum sempat pembaca meresapi emosi dari sifat Angelica terdahulu, tiba-tiba sesuatu sudah terjadi sehingga penokohannya berubah, dan pembaca harus langsung menerima hal itu.
Suzie. Ibarat langit dan bumi, Suzie mempunyai sifat kebalikan dari Angelica. Baik, ramah, disukai banyak orang. Namun, sikap yang berkebalikan itu justru membuat mereka akrab. Hanya Suzie yang bisa menangani serta memaklumi sifat buruk Angelica. Bahkan, Suzie menjadi orang pertama yang menyadari ada hal aneh dalam diri sahabatnya, dan berusaha melakukan sesuatu untuk menolong.
Dylan (Dil). Hubungan Dil dan Angelica tidak pernah akur sejak kecil. Seperti Suzie, Dil juga menyadari ada yang tidak beres dari Angelica. Namun, alih-alih berusaha menolong dia malah tak henti mengejek, menyebabkan hubungan mereka semakin buruk. Ujung-ujungnya mereka saling membenci, dan berakhir dengan sesuatu yang sangat fatal.
Drew. Tipikal Papah Muda yang tidak tahu cara menangani duka anak perempuan semata wayangnya. Orang-orang menyalahkan Drew sebagai penyebab kondisi yang dialami Angelica, padahal dalam kasus ini Drew juga menderita dan kebingungan. Tidak pernah tahu harus berbuat apa dan tidak pernah minta tolong kepada siapa pun.
Aku rasa kondisi Drew relate dalam kehidupan nyata. Sebagai orang tua yang seharusnya menolong sang anak, tapi di sisi lain tidak tahu apa yang harus dilakukan sehingga pada akhirnya tidak melakukan apa-apa selagi sang anak masih baik-baik saja.
Bayi-bayi. Angelica juga menyebut mereka ajudan. Berkali-kali mereka membuat Angelica melakukan hal-hal buruk, tapi juga menyalahkannya jika melakukan hal buruk. Tipikal hubungan yang tidak sehat antar manusia.
Keluarga Besar Angelica. Secara tidak sadar berperan sebagai pemicu dari kondisi mental Angelica.
Cynthia. Coping Mechanism.
Bayi-bayi. Angelica juga menyebut mereka ajudan. Berkali-kali mereka membuat Angelica melakukan hal-hal buruk, tapi juga menyalahkannya jika melakukan hal buruk. Tipikal hubungan yang tidak sehat antar manusia.
Keluarga Besar Angelica. Secara tidak sadar berperan sebagai pemicu dari kondisi mental Angelica.
Cynthia. Coping Mechanism.
D. Dialog.
Oh God, do we really have to talk about this?Okhay!
Awal naskah ini mendapat kabar terbit cetak sampai akhirnya menjadi novel, aku sebagai penulis yakin bahwa cerita ini seperti judulnya. PERFECT! Aku akan bangga pada novel ini selamanya, memamerkan novel ini kepada semua orang, dan akan menjadi cerita terbaik sepanjang masa.
Dan ... ternyata aku salah! SANGAT SALAH! Terutama menyangkut dialog.
Dialog-dialog dalam novel ini terasa ‘aneh’ dari berbagai aspek. Hampir semua dialog memiliki dialog tag, tanpa satu pun dialog aksi yang variatif. Susunan kalimat tidak natural sama sekali, like .... no body talk like that on this universe!
Awal naskah ini mendapat kabar terbit cetak sampai akhirnya menjadi novel, aku sebagai penulis yakin bahwa cerita ini seperti judulnya. PERFECT! Aku akan bangga pada novel ini selamanya, memamerkan novel ini kepada semua orang, dan akan menjadi cerita terbaik sepanjang masa.
Dan ... ternyata aku salah! SANGAT SALAH! Terutama menyangkut dialog.
Dialog-dialog dalam novel ini terasa ‘aneh’ dari berbagai aspek. Hampir semua dialog memiliki dialog tag, tanpa satu pun dialog aksi yang variatif. Susunan kalimat tidak natural sama sekali, like .... no body talk like that on this universe!
Belum lagi kaku, tidak bernyawa, tidak memiliki rasa, tidak ada emosi maupun intonasi, awkward, cringe, tidak pada tempatnya, brekele, tidak quotable, norak, sok nge-dark, sok edgy.
THE LIST GOES ON!
Ibaratnya begini ... bayangkan di masa sekolah. Ada tugas kelompok menampilkan drama bikinan sendiri, para siswa pun mau tidak mau membuat drama tersebut semata-mata hanya demi mendapat nilai. Alias NGASAL. Diperparah saat pementasan, penyampaian dialog juga datar, asal baca doang, akibatnya dialog pun menjadi kaku, dan bukan dialog sama sekali.
Yes ... seperti itulah penggambaran dialog dari novel ini. Alih-alih masterpiece, rasanya aku malah mau membenamkan novel ini ke rawa-rawa terdekat supaya tidak harus membaca dialog-dialog di dalamnya. Maksudku ... coba kalian lihat contoh dialog di bawah ini.
THE LIST GOES ON!
Ibaratnya begini ... bayangkan di masa sekolah. Ada tugas kelompok menampilkan drama bikinan sendiri, para siswa pun mau tidak mau membuat drama tersebut semata-mata hanya demi mendapat nilai. Alias NGASAL. Diperparah saat pementasan, penyampaian dialog juga datar, asal baca doang, akibatnya dialog pun menjadi kaku, dan bukan dialog sama sekali.
Yes ... seperti itulah penggambaran dialog dari novel ini. Alih-alih masterpiece, rasanya aku malah mau membenamkan novel ini ke rawa-rawa terdekat supaya tidak harus membaca dialog-dialog di dalamnya. Maksudku ... coba kalian lihat contoh dialog di bawah ini.
Bagaimana pendapat kalian tentang dialog di atas? Ya, aku tahu ... How to unsee!
Udah mana kagak menunjukkan emosi, kagak ada keterangan aksi yang barokah, intonasinya tidak terbaca. ADA TYPO PULA! Satu-satunya hal positif dari dialog di novel ini adalah porsinya yang tidak terlalu banyak. Antara narasi dan dialog bisa dibilang seimbang sehingga pembaca tidak perlu menderita terus-menerus.
Bayangkan kalau dialog seperti di atas selalu ada di setiap halaman! Apa kagak mabok itu pembaca! SUDAH!!! Aku tidak mau mempermalukan diri lebih lanjut, jadi mari kita pindah segmen!
Sayang beribu sayang, pemakaian sudut pandang di novel ini tidak konsisten. Beberapa kali sudut pandang berubah dari Angelica ke Suzie dengan masih mengambil POV1. Namun, di beberapa bagian malah berubah ke sudut pandang orang ketiga sampai harus ada pemberitahuan dulu ada di pov siapa narasi saat ini.
Misalnya Angelica POV, Suzie POV, Author POV. Oh, Neptune knows how much I hate that kind of writing!
Kalau aku harus menyebutkan kelebihan lain, mungkin ada pada pemilihan judul di setiap Bab. Ada judul dan Sub-judul. Penerapan seperti itu sangat tricky, hit or miss. Kalau brekele jadinya norak, tapi kalau berhasil bisa bagus. Harus aku akui penerapannya di sini tidak terlalu buruk. Setiap judul dan Sub-judul sesuai dengan isi bab tersebut.
E. Gaya Bahasa
Seperti yang kukatakan di atas. Novel ini tertolong dari porsi dialog dan narasi yang seimbang sehingga proses penyiksaan tidak terjadi secara terus-menerus. Kalau dibandingkan dialognya, narasi di novel ini cukup baik. Sebagian besar mengambil sudut pandang orang pertama lewat Angelica. Di satu sisi Angelica bukan orang baik, tapi di sisi lain dia mampu membuat banyak alibi sehingga pembaca mau bersimpati padanya.Sayang beribu sayang, pemakaian sudut pandang di novel ini tidak konsisten. Beberapa kali sudut pandang berubah dari Angelica ke Suzie dengan masih mengambil POV1. Namun, di beberapa bagian malah berubah ke sudut pandang orang ketiga sampai harus ada pemberitahuan dulu ada di pov siapa narasi saat ini.
Misalnya Angelica POV, Suzie POV, Author POV. Oh, Neptune knows how much I hate that kind of writing!
Kalau aku harus menyebutkan kelebihan lain, mungkin ada pada pemilihan judul di setiap Bab. Ada judul dan Sub-judul. Penerapan seperti itu sangat tricky, hit or miss. Kalau brekele jadinya norak, tapi kalau berhasil bisa bagus. Harus aku akui penerapannya di sini tidak terlalu buruk. Setiap judul dan Sub-judul sesuai dengan isi bab tersebut.
Namun, penulis tidak bisa mengambil kredit sepenuhnya atas kelebihan itu, sebab Judul dan Sub-judul dalam novel ini mengambil dari lirik lagu Rugrats Theory-nya Vocaloid.
Plot : 3,5
Penokohan : 3
Dialog : 1
Gaya Bahasa : 2,5
Total : 2,5 Bintang
Namun, tidak bisa disalahkan juga, karena berhasil menyelesaikan naskah novel untuk pertama kali adalah pencapaian luar biasa seorang penulis. Setiap penulis pemula akan merasa sangat bangga dengan pencapaian itu, dan pastinya ingin memerkan mahakarya tersebut ke seluruh dunia. Toh, tanpa ke-cringe-an naskah pertama, penulis tidak mungkin bisa membuat naskah yang lebih baik.
Orang bijak pernah mengatakan ... “Kalau kau belum merasa cringe dengan tulisan lamamu, itu tandanya kau belum berkembang.”
Biar bagaimanapun My Perfect World adalah anak pertamaku. Aku sangat bangga saat dia lahir, bahkan sampai sekarang. Hanya saja setiap anak tidak sempurna, manusia tidak pernah puas, semakin banyak kita belajar, semakin sedikit yang kita tahu. Kalimat-kalimat itu menunjukkan bahwa perkembangan akan selalu ada, dan perbandingan pasti terjadi. Itulah arti sesungguhnya dari peralihan menuju lebih baik.
Kalau kalian penisirin ingin membaca novel My Perfect World yang kagak perfek-perfek amat ini, kalian bisa membacanya di Gugel Buk. Berikan review dan rating juga ya!
Sejauh ini belum ada yang memberiku review julid yang benar-benar julid. Makanya aku bikin sendiri (Idiiih nelongso banget!)
Nah, sampai jumpa di review selanjutnya. Mungkin akan ada kejutan berfaedah, karena aku bakal baca novel yang sedang tren zaman now ^o^/
F. Penilaian
Cover : 4Plot : 3,5
Penokohan : 3
Dialog : 1
Gaya Bahasa : 2,5
Total : 2,5 Bintang
G. Penutup
Aku rasa setiap penulis setuju kalau naskah pertama seharusnya tidak langsung dijadikan novel terbit, apa lagi terbit cetak. Sebab inilah yang akan terjadi. Rasa bangga terlalu menggebu-gebu, berujung cringe setengah mati. Kalau bahasa kerennya sih Age like Milk!Namun, tidak bisa disalahkan juga, karena berhasil menyelesaikan naskah novel untuk pertama kali adalah pencapaian luar biasa seorang penulis. Setiap penulis pemula akan merasa sangat bangga dengan pencapaian itu, dan pastinya ingin memerkan mahakarya tersebut ke seluruh dunia. Toh, tanpa ke-cringe-an naskah pertama, penulis tidak mungkin bisa membuat naskah yang lebih baik.
Orang bijak pernah mengatakan ... “Kalau kau belum merasa cringe dengan tulisan lamamu, itu tandanya kau belum berkembang.”
Biar bagaimanapun My Perfect World adalah anak pertamaku. Aku sangat bangga saat dia lahir, bahkan sampai sekarang. Hanya saja setiap anak tidak sempurna, manusia tidak pernah puas, semakin banyak kita belajar, semakin sedikit yang kita tahu. Kalimat-kalimat itu menunjukkan bahwa perkembangan akan selalu ada, dan perbandingan pasti terjadi. Itulah arti sesungguhnya dari peralihan menuju lebih baik.
Kalau kalian penisirin ingin membaca novel My Perfect World yang kagak perfek-perfek amat ini, kalian bisa membacanya di Gugel Buk. Berikan review dan rating juga ya!
Sejauh ini belum ada yang memberiku review julid yang benar-benar julid. Makanya aku bikin sendiri (Idiiih nelongso banget!)
Nah, sampai jumpa di review selanjutnya. Mungkin akan ada kejutan berfaedah, karena aku bakal baca novel yang sedang tren zaman now ^o^/
Comments
Post a Comment