Gadis Kretek
Judul : Gadis Kretek
Penulis : Ratih Kumala
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2012
ISBN : 9789792281415
Tebal : 284 Halaman
Tebal : 284 Halaman
Burb :
Perjalanan itu bagai napak tilas bisnis dan rahasia keluarga. Lebas, Karim dan Tegar bertemu dengan buruh bathil (pelinting) tua dan menguak asal-usul Kretek Djagad Raja hingga menjadi kretek nomor 1 di Indonesia. Lebih dari itu, ketiganya juga mengetahui kisah cinta ayah mereka dengan Jeng Yah, yang ternyata adalah pemilik Kretek Gadis, kretek lokal Kota M yang terkenal pada zamannya.
Apakah Lebas, Karim dan Tegar akhirnya berhasil menemukan Jeng Yah?
Gadis Kretek tidak sekadar bercerita tentang cinta dan pencarian jati diri para tokohnya. Dengan latar Kota M, Kudus, Jakarta, dari periode penjajahan Belanda hingga kemerdekaan, Gadis Kretek akan membawa pembaca berkenalan dengan perkembangan industri kretek di Indonesia. Kaya akan wangi tembakau. Sarat dengan aroma cinta.
MENGANDUNG SPOILER!!!
A. Bu, Impy pengin Fantasi, Bu!
Pembaca Budiman yang wajahnya berseri-seri macam matahari dikasih senter. Kalian ingat Bu Guru yang kemarin meminjamkanku novel 86? Belio ternyata punya hobi baru yaitu MEMINJAMKAN NOVEL KE IMPY! Hey, hey, hey ... jangan salah, aku senang mendapatkan pinjaman buku gratisss! Tapi eh tetapi, buku Fantasi dong, Bu. Jangan buku serius terus, ihiks ... ihiks ....
Kemarin belio memaksaku (pengen banget dipaksa nih, ye ....) untuk membaca 86, dan aku melakukannya. Terus belio meminjamkanku novel Pulang karya Leila S Chudori. Aku juga sudah membaca novel tersebut, cuma MALAS mau review. Kemudian belum kelar aku napas, udeh disodorin lagi novel Gadis Kretek. Yang anehnya langsung kubaca juga.
"Kalau tidak suka, kenapa tidak kau tolak saja, Impy!" Aku dengar kalian bertanyea-tanyea.
Sekarang aku balik pertanyaan itu ke kalian. Bisakah? Bisakah aku, bahkan kalian menolak permintaa Bu Guru? Yang wajahnya terlihat seperti ini ....
Lagi pula, sebenarnya aku memang sudah lama tertarik membaca Gadis Kretek, lantaran kepopulerannya di khalayak ramai, bahkan sampai dijadikan series Netpliks dengan visual yang menjanjikan. Mendapatkan reviw bagus juga dari beberapa sumber terpercaya. Ekhem ... aku belum nonton, tapi marilah kita Judge dulu by it's Trailer.
Sampul novel Gadis Kretek yang dipinjamkan Bu Guru lagi-lagi bukan sampul original terbitan pertama, tapi aku tetap sukak. That is pure art, meskipun latar belakangnya agak keramean, warna background-nya juga kurang sreg di hate. Kalau disuruh memilih, aku lebih suka sampul terbitan pertama.
Menurutku sampul versi pertama terkesan lebih klasik, autentik, dan cocok dengan tema yang diangkat. Bisa dilihat dari warna keseluruhan yang seperti bungkus rokok, atau harus kubilang "Kretek". Perpaduan warna yang singkron dan enak dilihat, serta font jadul itu, pokoknya perfek.
Nah, mari kita STOP membicarakan judul, dan mulai masuk ke cerita Gadis Kretek!
B. Plot
Secara garis besar, Blurb sudah menjelaskan isi cerita. Untuk selanjutnya kita mengikuti perjalanan kakak beradik Tegar, Karim, dan Lebas mencari sosok bernama Jeng Yah yang diigaukan sang ayah di masa-masa sekarat. Namun, aku mulai bingung saat fokus cerita lebih sering membahas seorang pria bernama Idroes Moeria. Yang mana namanya harus selalu disebut Idroes Moeria!!!
Serius, Dasiyah boleh dipanggil Jeng Yah, Sodjagad boleh dipanggil djagad, Roemaisa boleh dipanggil Roem. Kenapa Idroes Moeria tidak boleh dipanggil Idroes saja??? Literally cuma dia yang punya nama dengan lima suku kata, dan harus disebut semuanya tanpa kurang secuil pun!
Loh, malah jadi ke mana-mana ....
Novel ini mengambil Alur maju-mundur sehingga kita mendapatkan beberapa latar belakang cerita, selain plot utama. Tepatnya ada tiga fokus cerita, sudah termasuk kisah pencarian Trio Kretek (Tegar, Karim, Lebas) pada Jeng Yah. Marilah kita bahas plot-plot tersebut secara rinci.
Pertama, di masa sekarang ada perselisihan antara Tegar dan Lebas yang selalu berbeda pendapat, selalu bertengkar seperti Tom and Jerry. Memblenya, mereka malah berujung jalan berdua dalam misi pencarian Jeng Yah. Jadilah perjalanan itu berantakan. Mereka selalu berargumen, berselisih paham, tanpa ada yang mau mengalah.
Suasana baru enak ketika Karim akhirnya bergabung sebagai anak tengah yang juga menjadi penengah antar kedua saudaranya. Aku suka dinamika dan kepribadian mereka sebagai saudara. Kadang mereka bertingkah agak terlalu kekanakkan, tapi aku bisa memaklumi sifat tersebut, karena mereka begitu saat sedang bertiga saja. Di depan orang lain, mereka bertingkah sebagaimana orang dewasa.
Berbeda dari trio bersaudara lain yang sifat kekanakkannya udah sampe di taraf keterbelakangan mental (Buktikan sendiri di sini dan di sini)
Beberapa Review bilang kalau perjalanan Trio Kretek tidak terlalu penting untuk cerita, tapi sebenarnya malah sangat penting. Sebab sepanjang perjalanan Trio ini selalu membanggakan Kretek Djagad Raja milik keluarga mereka sebagai Sigaret Super Elit. Yah, meskipun itu fakta, Trio ini berkata seolah leluhur mereka adalah orang-orang genius yang bisa menciptakan resep kretek sempurna.
Namun, fakta itu juga akan menjadi tonjokkan rasa malu untuk mereka ketika kita sampai di Twist akhir. Twist yang sangat barokah kalau boleh kubilang. Sebab awalnya terdengar sepele, padahal sama sekali tidak, dan kita benar-benar bisa menjustifikasi tindakan Jeng Yah maupun Raja pada akhirnya.
Nah, kisah kedua terjadi di masa lalu. Sayangnya kita harus balik lagi ke si Idroes Moeria yang namanya mungkin menghabiskan 50 halaman sendiri! (JK JK). Kisah Idroes ternyata berhubungan juga dengan Soejagad, yang mana mereka pernah bersahabat, sampai akhirnya jadi musuh bebuyutan (klasik ....)
Yang aku suka di sini, penulis tidak pernah menggiring narasi antara kedua orang ini. Idroes tidak pernah disebut baik, pun Djagad tidak pernah dikatakan jahat. Penulis hanya menjabarkan tindakan, perilaku, serta interaksi mereka sehingga pembaca bebas memilih siapa yang didukung.
Well, sebanarnya tetap Idroes yang porsi ceritanya lebih banyak sehingga pembaca diharuskan untuk mendukungnya. Namun, setidaknya Djagad juga idak terlalu dijelek-jelekan narasinya, dan perilakunya masih terbilang normal untuk orang-orang yang memang tengah bersaing di luar sana.
Idroes dan Djagad bersaing dalam ilmu, bisnis, dan tentunya cinta. Memperebutkan gadis cantik, pintar, dan aduhai bernama Roemaisa. Ternyata eh ternyata, Roem memilih Idroes, bahkan memberi kunci rahasia supaya sang ayah mau menyetujui lamarannya.
Sayang beribu sayang Djagad masih menyimpa dendam sehingga untuk seterusnya Idroes dan Roem tidak pernah benar-benar tenang dalam pernikahan mereka. Mulai dari Idroes diculik Jepun, ari-ari bayi hilang, bisnis kretek yang selalu ditiru. THEY CAN'T HAVE A BREAK!
Jujur dari tiga cerita yang diangkat novel ini, kisah Idroes dan Roem barangkali menjadi favoritku. Penuh drama, penuh persaingan, penuh perjuangan. Namun, adegan kesukaanku adalah saat Roem mendatangi Djagad, demi memberi pria itu pelajaran yang akan diingatnya seumur hidup. She is so badass, I love her!
Untung beribu untung, Idroes dan Roem juga beberapa kali dikaruniai kebahagiaan. Bisnis Kretek yang selalu laku, punya nama baik. Namun, hadiah terbesar bagi keluarga mereka adalah kelahiran anak pertama mereka (Dasiyah). Terutama, setelah tahu kalau Dasiyah juga menyukai dunia kretek seperti sang ayah. Bahkan, anak keduanya (Rukayah) juga menyukai dunia Kretek, walaupun tidak seaktif sang kakak.
Nah, dengan keterlibatan Dasiyah dalam bisnis kretek Idroes, cerita ketiga pun dimulai. Dasiyah mulai disebut sebagai Gadis Kretek, sebab kretek yang dibuatnya selalu terasa manis. Kenapa bisa begitu? Sebab Dasiyah menggunakan liurnya untuk merekatkan kertas linting (iyuuuh). Dan para tokoh mulai mengatakan kalau Dasiyah punya liur yang manis (IYUUUHH!!!)
Aku tidak paham "Liur Dasiyah manis" itu kiasan atau harfiah, tapi setiap ada kalimat itu, ekspresi yang kukeluarkan adalah ....
Selain berliur manis, Dasiyah juga pandai meramu saus yang terasa unik dan enak untuk variasi kretek sang ayah. Sampai suatu hari Idroes memutuskan Dasiyah punya brand-nya sendiri yang diberi nama Kretek Gadis. Dasiyah pun berjualan di pasar malam, di mana dia bertemu seorang pria bernama Raja (dibaca "Raya" karena pake ejaan dulu?)
Dasiyah melihat Raja yang ulet dan selalu punya cerita menarik pun akhirnya jatuh hati. Perasaan itu juga berbalas baik. Keduanya pekerja keras, mereka punya ambisi besar bukan cuma untuk bisnis, tapi juga masa depan. Namun oh nenamun, sebagaimana trope Cowok Miskin dan Cewek Kaya, Raja mulai kehilangan kepercayaan diri sebagai lelaki.
"Masa cewek lebih sukses daripada cowok! Yang bener aje, RUGI, DONG!" Begitulah pikir Raja kurang-lebih. Padahal sebenarnya tidak masalah, toh Raja juga bukan cowok useless. BUT! Ini masalah ego seorang lelaki!
Raja pun berusaha menjadi independen dengan meminta modal ke partai .... problematik. Huru-hara terjadi sampai Raja terpaksa meninggalkan Dasiyah untuk waktu yang lama. Alih-alih kembali, Raja malah berkerja sama dengan pesaing Idroes alias Soedjagad. Mereka melakukan hal-hal brekele yang membuat Dasiyah begitu marah hingga meninggalkan luka (secara harfiah) pada Raja di hari pernikahannya.
Sumpah, adegan akhir itu benar-benar satisfying. Adegan yang membuat tindakan Dasiyah maupun Raja jadi masuk akal. Sisi romantinya mungkin jadi agak hilang, tapi untuk alasan sebab-akibat tentu sangat masuk akal. Dan aku sangat suka itu.
Aku rasa novel ini akan sangat berbeda dengan versi Netpliks, karena di Netpliks jelas konfliknya adalah stereotipikal kedudukan wanita yang lebih rendah dari laku-laki dalam dunia Kretek. Padahal di novel ini Dasiyah jelas punya kuasa penuh atas dirinya maupun bisnisnya. Tidak pernah ada orang yang meremehkan Dasiyah perihal bisnis kreteknya. Bahkan malah lebih banyak pujian.
Baik plot di novel maupun di Netpliks tetap akan relevan, cuma aku jelas lebih suka plot yang ada di novel ini. Setiap tokoh perempuan punya sisi Badass dan Independen tanpa harus menjadi korban terlebih dahulu, tanpa harus jadi arogan, tanpa harus jadi tomboy atau meniru laki-laki. Itulah cara tepat dalam membuat tokoh Independent Women!
Beberapa hal problematik dalam novel ini, mungkin normalisasi Kretek pada anak-anak. Namun, itu masih bisa dijustifikasi, karena zaman yang berbeda, dan lingkungan hidup yang berbeda barangkali? Mungkin anak juragan kretek ingin anaknya menghisap kretek sejak orok supaya tahu mana kretek yang berkualitas dan mana yang bukan.
Novel ini juga membuatku penasaran, bener gak sih merokok seenak itu? 👁️👄👁️
C. Penokohan
Tegar, Karim, Lebas. Aku menulis mereka sesuai urutan lahir. Anak tertua Raja (Tegar) akan menjadi pewaris pabrik Kretek Djagad Raja seutuhnya. Sifatnya tegas, tapi rada kekanakkan dan sensian, terutama pada Lebas. Tapi eh tetapi, perilaku seperti itu ternyata didasari perasaan iri. Hidup Tegar sudah diatur, dididik sebagai Pangeran Mahkota, bahkan sudah harus belajar bekerja di usia sekolah.
Sedangkan Lebas bisa bebas melakukan segala hal yang dia suka. Namun (lagi) Tegar juga tidak paham kalau Lebas menyimpan rasa iri juga padanya. Bagi Lebas, Tegar adalah anak emas, kesayangan, paling dikagumi, sementara dirinya berkebalikan. Anak bawang, tidak dianggap, aib keluarga. Di satu kesempatan bahkan namanya dihapus sebagai ahli waris.
Karim di sisi lain, sebagaimana stereotipikal anak tengah. Sering tidak diperhatikan, tidak terlihat, tapi berusaha menjadi yang terbaik. Sudah ada anak kesayangan, sudah ada anak yang dianggap aib, tinggallah Karim menjadi anak normal yang tidak baik, tapi tidak buruk juga. I just love them ... setiap adegan mereka selalu kubaca dengan sepenuh hati.
Idroes Moeria. Aku setuju dengan beberapa review yang bilang kalau Idroes terlalu mencuri spotlight. Maksudku ... judul buku ini Gadis Kretek. Menceritakan saudagar kretek yang kesengsem dengan cintanya di masa lalu. Seharusnya kisah Raja dan Jeng Yah mendominasi novel ini. Bukannya malah Idroes Moeria, yang namanya kudu ditulis Idroes Moeria! (masih kesel).
Tapi eh tetapi ... jujur kisah Idroes memang seru. Seandainya novel ini berjudul "Idroes Moeria and Friends" atau "Idroes Moeria The Explorer" atau malah "Curious Idroes Moeria" mungkin aku tidak akan protes bagaimana-bagaimana, ya ges ya.
Roemaisa. SHE IS THE I-T G-I-R-L!!! Dia memilih, dia membuat keputusan, dia membuat janji, dia menepati janji, dia menyerukan pendapat, dia tidak takut, dia tidak peduli, dia sayang suami, dia sayang anak, dia sayang keluarga, dia cerdas, dia santun, dia hancur, tapi kemudian memperbaiki dirinya sendiri. Kalian tahulah aku sudah jadi fans nombor uno-nya Roemaisa!!!
Dasiyah. Gorl I'm dissapointed ... atau aku seharusnya kecewa pada penulis. Helooowww, ini kisah Gadis Kretek, seharusnya penokohan Jeng Yah bisa setara atau bahkan melebihi Roemaisa (ibunya). Kalau sebelumnya aku sudah dibuat kagum pada Roem, seharusnya Jeng Yah bisa membuatku lebih kagum lagi. Sayangnya tidak demikian. Padahal aku sangat ingin melihat Jeng Yah being a Badass Gorl!
Rukayah. Jeng Yah II, tidak terlalu berperan untuk cerita, hubungan kakak-beradiknya dengan Dasiyah juga tidak terlalu digali. I don't know ....
Soedjagad. Di awal aku bilang kalau penulis tidak pernah terang-terangan menyebut bahwa Soedjaga adalah orang jahat. Namun, dari caranya menceritakan kisah menurut versinya sendiri kita semua tahu orang seperti apa Soedjagad ini. Makanya aku memberi tepuk tangan kepada penulis, sebab beginilah teknik Show yang paling tepat.
Raja dan Istri (lupa namanya!). Mereka seharusnya ikut menjadi juru kunci pada cerita. Namun, aku masih merasa porsi cerita Raja, atau andilnya dalam cerita masih kurang epic dibandingkan Idroes Moeria. Apa lagi tidak ada refleksi dari dirinya di versi tua.
Ya, aku tahu dia sedang sekarat, tapi minimal ada sesuatu dari tindakan atau ucapannya yang membuat pembaca bisa memahami tokoh Raja lebih dalam, terutama di masa tua. Daripada cuma menyebut nama Jeng Yah berkali-kali. Istrinya juga, daripada selalu marah dan cemburu, apakah tidak ada perasaan lain semacam iba atau maklum? Apa lagi setelah tahu kebenarannya.
D. Dialog
Dialog dalam novel ini sesuai porsi, sesuai zaman, dan terasa natural. Itu pendapatku pribadi tentu saja ... aku tidak tahu juga bagaimana cara bicara lumrah orang-orang Jawa entah di abad 20 maupun 21. Namun, di setiap flashback dialognya terasa kuni, di setiap alur zaman sekarang, dialognya terasa lebih modern dan santai. Jadi aku rasa itu berhasil.
Walaupun aku agak bermasalah pada terjemahan yang selalu diletakkan di akhir Bab. Otakku tidak bisa mengingat kalimat-kalimat itu terlalu lama sampai tahu artinya! Akhirnya aku cuma bisa meraba-raba apa yang mereka katakan sampai semua terjawab di akhir bab.
Aku lebih memilih terjemahan di footnote atau langsung dimasukkan ke dalam narasi setelah dialog itu diucapkan. Novel ini beberapa kali melakukan itu, tapi seringnya diletakkan di akhir bab. Rasanya jadi kurang konsisten, tapi itu kembali lagi ke penerbitnya.
E. Gaya Bahasa
Seperti dialognya, gaya bahasa novel ini juga sesuai pada zaman masing-masing. Dalam flashback bahasa yang digunakan sedikit kuno, pakai ejaan lama untuk beberapa hal. Sedangkan di alur sekarang bahasa yang digunakan lebih santai, ada bahasa-bahasa modern juga. Perpindahan alur dari maju ke mundur juga smooth, tidak yang asal pindah.
Aku cuma tidak mengerti kenapa di alur zaman sekarang, POV yang digunakan adalah orang pertama lewat Lebas. Padahal Lebas tidak penting-penting amat sebagai narator. Dia bukan penggerak cerita, dia juga bukan fokus utama cerita. Mungkin akan lebih enak kalau POV yang digunakan tetap orang ketiga.
Dengan begitu porsi penokohan Tegar, Karim, dan Lebas bisa lebih seimbang. Masing-masing punya penjabaran detail sendiri gitu. Ada juga beberapa deskripsi yang terasa diulang, padahal bukan diulang tapi diceritakan kembali dalam sudut pandang berbeda. Menurutku perpindahan itu terasa kurang halus.
Misalnya, di satu paragraf ada informasi sebagai berikut ....
"Sejak usia delapan tahun Tegar sudah diajak Romo ke pabrik untuk mulai mempelajari cara mengurus pabrik kretek."
Nah, di beberapa paragraf selanjutnya ada lagi paragraf begini ....
"Tegar sudah diajak Romo ke pabrik sejak usia delapan tahun untuk mempelajari cara mengurus pabrik kretek."
Gitu loh ... jadi kayak dibulak-balik doang kalimatnya. Konteks dan sudut pandangnya memang berbeda, tapi permainan katanya kurang dikembangkan. Hal itu terjadi beberapa kali sepanjang novel, membuatku merasa Deja Vu.
F. Penilaian
Cover : 2,5
Plot : 3,5
Penokohan : 3
Dialog : 3
Gaya Bahasa : 3
Total : 3 Bintang
G. Penutup
Caraku menceritakan novel ini mungkin terasa seperti bukan novel tentang dunia kretek sama sekali, padahal memang itu fokus utama novel Gadis Kretek. Tentang dunia kretek di Indonesia. Ada cuplikan-cuplikan adegan bersejarah yang untungnya tidak menjadi fokus utama cerita, tapi menyenangkan rasanya bisa tahu perkembangan dunia kretek di negeri ini.
Aku pribadi lebih suka novel-novel seperti ini, daripada yang benar-benar fokus membahas sebuah tragedi secara spesifik. Apa lagi tragedi politik. Aku ... tidak tertarik sama sekali. Apakah itu hal baik atau buruk? Whatever!!!
Nah, untuk selanjutnya Bu Guru ingin meminjamkanku satu novel lagi, yang katanya menjadi bahan skripsinya di masa kuliah dulu. NO, BU GURU TJUKUP!!!
Tapi aku tidak menolak, h3h3 .... (digampar)
Padahal aku belum membaca SGE buku terakhir. Rasanya aku belum siap berpisah dari serial tersebut, makanya tidak kubaca sampai sekarang. Aku takut tidak menemukan gantinya, ihiks, ihiks! Kalau begitu sekian review hari ini, yang boleh dibilang barokah.
Sampai jumpa di lain waktu ^o^/
Comments
Post a Comment