Matahari Minor


Judul : Matahari Minor

Penulis : Tere Liye (DKK)

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

ISBN : 9786239987893

Tebal : 361 Halaman

Blurb :

Namaku Seli, dan aku bisa mengeluarkan petir.

Apa yang akan kalian lakukan jika teman kalian dalam bahaya besar? Apakah menolongnya? Atau diam saja tidak bisa melakukan apapun? Aku tahu apa yang akan aku lakukan: berangkat bertarung membantunya.

Kali ini kami bertualang ke Klan yang malam-malamnya adalah horor panjang. Kekuatan gelap menyelimuti separuh Klan, dan aku harus memecahkan misteri pesan yang dikirimkan lewat teknologi mimpi. Petualangan ini tidak kalah seru, tidak kalah menegangkan. Dan sungguh, aku mohon maaf, kalian mungkin berteriak kesal saat tiba di halaman terakhir buku ini.

Buku ini adalah buku ke-14 dari serial BUMI.
MENGANDUNG SPOILER!!!

A. Cobalah Konsisten Sekali Saja!

Bukan, itu bukan kalimat yang ditujukan untuk Pacc Tere, meskipun bisa dianggap demikian melihat kita masih mengalami penderitaan ini sampai sekarang. Kalimat itu ditujukan lebih kepada diriku sendiri. Kalian ingat kemarin aku menjanjikan review sequel The Bookaholic Club, alias Hantu-hantu Masa Lalu.

BUT HERE WE ARE!

Lagi-lagi tidak melakukan apa yang sudah dijanjikan, dan malah menjelajahi dunia Pacc Tere Tell Liye padahal jelas-jelas kita hanya akan menjulid daripada mereview. Ekhem ... jujur saja itu yang kalian tunggu-tunggu, bukan? Di sisi lain, aku juga penasaran setiap kali serial ini terbit.

Bukan penasaran dengan petualangan dan sains fiksi epik, tapi penasaran dengan cara apa lagi Tere Tell Liye membuatku kesal kali ini. Percayalah, belio masih punya ribuan cara untuk melakukan itu. Namun, kita padamkan sejenak kekesalan pada Pacc Tere demi mewujudkan review objektif. Toh, selain ngeselin, tak jarang ide-ide Pacc Tere membuatku terkesan.

Dari segi sampul? Ayolah, satu-satunya unsur yang membuat novel ini layak diikuti dan dikoleksi memanglah sampul. Jadi kita tidak perlu berlama-lama di segmen pembuka! Capcus menuju review!

B. Plot

Sebelumnya harus kukatakan, tidak pernah aku menemukan blurb novel yang menggembar-gembor isi cerita secara harfiah. Segala penekanan bahwa petualangan di novel ini 'tidak kalah seru' dan 'tidak kalah menegangkan'. Ditambah disclaimer kalau ending novel ini akan membuat pembaca kesal. Lebih parah lagi di halaman pertama si tokoh utama sudah wanti-wanti kalau cerita ini akan melompat-lompat, karena dia bukan pencerita yang baik.

Entahlah dengan kalian, tapi aku melihat hal tersebut sebagai Tameng Anti Kritik. Supaya tukang review sepertiku akan 'memaklumi' gaya bahasa brekele sebab dari awal sudah dikasih tau kalau ceritanya bakal lompat-lompat akibat Seli yang brekele. Jujurlly, itu menyedihkan dan sangat tidak profesional. Mengingat novel ini ditulis oleh belio.

Terbukti cara itu berhasil. Kalau kalian baca di Goodreads hampir semua review mengatakan alurnya lompat-lompat, tapi mereka memaklumi sebab dari awal sudah diwanti-wanti. Begitu juga komentar tentang ending yang 'mengesalkan'. Orang-orang tidak berkomentar lebih lanjut, sebab dari awal memang ada pemberitahuan kalau endingnya bakal mengesalkan.

Tere Liye be Like : "Kecewa nih ye ... kan dari awal udah dikasih tau, jangan mengharap yang bukan-bukan duoooong!"

O-ho-ho, kalimat-kalimat pemberitahuan seperti itu tidak serta-merta mengendorkan kritik pribadiku terhadap novel aduhai ini. Sebab kau tidak cuma melakukan hal-hal tersebut di novel ini, Pacc Tere! Tapi kau memberi disclaimer khusus di novel ini saja. Karena apa?

Aku yakin kau pun lelah mendengar kritik yang sama lagi dan lagi, tapi kau juga ogah memperbaikinya. Maka kau buat kalimat-kalimat disclaimer seperti itu, berharap para tukang review akan tutup mulut.

BUT NOT ME, TERE LIYE! NOT ME!!!

Ekhem ... segmen Plot ini malah jadi ke mana-mana, sebaiknya kita beralih ke Plot sebenarnya! Sudut pandang kali ini diambil alih oleh Seli, jadi perbedaannya adalah? TIDAK ADA!

Bercanda, deng .... sebenarnya dibanding Raib, Seli lebih bisa membuat cerita ini terasa hangat, dalam artian kepribadian yang memang bubbly dan supel. Dia sering membuka percakapan, bicara paling banyak, dan untungnya tidak lagi selalu mengeluarkan pertanyaan. Bandingkan dengan novel Komet yang nyaris seluruh dialog Seli adalah pertanyaan sepele.

Intinya, Seli punya kepribadian. Bukan seperti Raib yang kebanyakan mengobservasi lingkungan daripada benar-benar masuk ke dalamnya. Itu dari segi pembawaan cerita, dari segi alur di sisi lain ... tidak ada bedanya dari novel Bumi. Bangun tidur, kegiatan sekolah, naik angkot, ke kantin, hal-hal brekele seperti itu diulang setidaknya tiga kali.

Hal yang membuatnya lain adalah mimpi-mimpi misterius Seli, yang bahkan penyampaiannya seolah diulang dengan format sama. Aku sebagai pembaca jadi merasa Deja Vu. Jadi begini formatnya : Seli mimpi >>> Listrik mati >>> mama ngomel >>> Papa ke kamar minta nyalahin lampu >>> Seli nyalahin lampu dan siap-siap sekolah. Benar-benar begitu urutannya sebanyak tiga kali!

Nah, dari situ saja aku menemukan sesuatu yang janggal. Mama Seli mengomel akibat kegiatan paginya terganggu listrik mati. BUT! Bukankah mama Seli juga punya kekuatan listrik? Itulah alasan dia jadi dokter karena dia bisa melakukan CPR kejut listrik pada orang-orang sekarat (ada di novel Bumi).

Pertanyaanku, kenapa dia harus ngomel dan terganggu dengan listrik mati padahal dia BISA MENYALAKAN LISTRIK SENDIRI? Mungkin tidak sekuat tenaga Seli, karena dia bukan Petarung Klan Matahari Terhebat, tapi sekadar menyalakan kompor listrik atau lampu di sekitar dapur masa iya gak bisa?

Kemungkinan lain Pacc Tere atau Ghost Writernya lupa kalau mama Seli juga bisa megeluarkan listrik. Yah, itu memang resiko kalau sebuah proyek dikerjakan oleh banyak kepala.

My God! Kita bahkan belum sampi ke bagian petualangan!

Mimpi-mimpi menakutkan yang dialami Seli itu ternyata berhubungan dengan Ily. Sebuah pesan yang disampaikan lewat telepati bahwa Ily mungkin tidak benar-benar meninggal di festival bunga matahari. Maka Raib dan Seli melakukan penyelidikan sendiri tentang nasib Ily.

Ali tidak ikut ke dalam petualangan di novel ini, sebab ia memilih tinggal bersama ibunya, as he should! Itu keputusan yang masuk akal untuk Ali, meskipun di adegan ini penulis maksa banget membuat adegan UwU antar Raib dan Ali, pakai segala memberikan jepit rambut tiba-tiba berkah. Lalu Raib galau berbulan-bulan karena kangen Ali. (muter bola mata)

Stop trying to make Raib x Ali happen. It's not going to happen!

Gimana, ye ... aku gak pernah merasakan kemistri natural antara Raib dan Ali selama 10 buku. Seringnya kemistri itu ada karena paksaan penulis, bukan kehendak si tokoh sendiri. Jadi saat mereka memaksakan kemistri natural, kesannya malah kayak out of character. Maybe it's just me ... buktinya banyak Raib-Ali Shipper di luar sana. Menjadi minoritas memang ihiks-ihiks banget.

Petualangan di novel ini boleh kubilang paling memble dari seluruh seri. Lebih kayak menjelajahi masa lalu, karena kita diajak ke tempat-tempat dari buku terdahulu. Kita diajak main-main ke Klan Bulan, Klan Matahari, Klan Bintang, Bor-O-budr tempat Ceros sebelum benar-benar ke Matahari Minor.

Jadi sepertinya pemilihan judul novel ini kurang tepat. Alih-alih Matahari Minor, harusnya Perjalanan Menuju Matahari Minor. Percayalah, mereka tidak benar-benar ada di Matahari Minor hingga di lima puluh halaman terakhir.

Dan kalian tahu apa saja yang Raib, Seli, dan Si Putih lakukan di hampir setiap tempat? MAKAN!

Serius, ada apa dengan Pacc Tere dan adegan makan? Mereka makan di Ceros, mereka makan di kapsul ILY, mereka makan di rumah Ilo, mereka bahkan makan di KUBURAN!!!! Aku paham makan adalah kebutuhan primer manusia, tapi menampilkan adegan makan setiap kali ada kesempatan, padahal BANYAK SEKALI hal berfaedah yang bisa digali dari dunia antar klan ini?

Ya, sudah saatnya Serial Bumi pindah menejemen. Secara keseluruhan novel ini bisa se-epik Star Wars atau Star Trek, tapi Pacc Tere dan Tim gagal memberikan keadilan hingga novel ini terkesan murahan, dipanjang-panjangin doang.

Bahkan ada satu adegan Raib dan Seli mengejar ayam liar sampai memakan nyaris DUA BAB!!! Well ... untuk yang satu ini masih bisa aku maafkan, karena secara teknis menunjukkan kelebihan dari sebuah Klan. Alias gravitasi berubah-ubah sesuai warna rumput. Lagi pula ini adalah cara Batozar melatih mereka.

Tapi dua bab disuguhi adegan mengejar ayam. Aku bisa stress dibuatnya!!!

Sampai sini kalian mungkin bertanya-tanya, "Kenapa dari tadi membahas hal random? Jadi apa sebenarnya poin utama novel ini?"

Itulah masalahnya! Novel ini ingin menceritakan penyelidikan Raib dan Seli terhadap nasib Ily. Kemungkinan Ily masih hidup, dan mereka ingin tahu ada di mana dia sekarang. Namun, sebelum sampai ke sana, kita disuguhi filler yang terlampau banyak. Seharusnya novel ini tidak perlu ada, sebab tidak ada kesimpulan yang bisa diambil.

Sudut pandang pindah ke Seli pun tidak benar-benar menggali kepribadian Seli atau latar belakangnya lebih dalam. Novel ini tidak akan berubah meskipun sudut pandangnya pindah ke Raib, bahkan sudut pandang orang ketiga.

Kesimpulannya, novel ini cuma selingan. Fun and game. Juga supaya Pacc Tere bisa memenuhi target novel terbitnya tahun ini. We don't know, Sis ... Intinya, novel ini bisa dijadikan beberapa bab pembuka alih-alih satu buku yang berisi filler tidak jelas hingga ending-nya harus menyebalkan.

Oh, kalian mau tahu ending menyebalkan itu seperti apa? Menyebalkan karena twist cerdas? Atau sebuah kesimpulan bercabang yang mempengaruhi seluruh cerita? Atau ada perkembangan karakter tak terduga? Twist Villain? Deus Ex Machina bahkan? No, My Darling.

Kita mendapat ending TO BE CONTIUNED pas adegan lagi seru-serunya seperti sinetron (bruuh).

Same ol' Pacc Tere Tell Liye. Kita sudah melihat ending seperti ini di Selena, Komet, dan Si Putih. Jadi kenapa yang satu ini harus ada peringatan di blurb? INI MEMANG CIRI KHAS DIRIMU SEBAGAI PENULIS YANG TIDAK MAMPU MEMBUAT ENDING BAROKAH!

Seperti yang kukatakan berkali-kali. Fun and game and slighty boring. Itulah review keseluruhan novel ini. Kebanyakan adegan di novel ini membawa kita mengingat-ingat masa lalu dari buku-buku sebelumnya. Mungkin Pacc Tere khawatir pembaca bakal lupa, atau malah dia sendiri yang lupa. Seperti dia lupa kalau mama Seli juga punya kekuatan listrik.

C. Penokohan

Seli. Aku senang novel ini mengambil sudut pandang Seli yang memang menjadi tokoh kesukaanku. Terbukti novel ini lebih 'hidup' karena Seli memang memiliki kepribadian yang wholesome. Sayangnya, hanya itu sisi positif dari novel ini.

Raib. Ratu Melotot. Serius Pacc Tere ... saat aku bilang ingin melihat tokoh melakukan gestur selain mengusap wajah, yang aku maksud bukan melotot setiap saat juga! Coba hitung berapa kali Raib melotot di sini, hasilnya mengejutkan.

Literally Raib every one second

Si Putih. Pengganti Ali, dan berperan besar membujuk Bibi Gill supaya mau membantu Duo Kwek-kwek.

Tokoh-tokoh lain dari seri sebelumnya. Supaya membantu Duo Kwek-kwek dalm penyelidikan Ily

April. ANAK MANA LO??? Serius tokoh ini gak ada ujan, gak ada angin muncul sekali, terus gak muncul-muncul lagi sampai buku abis. Nyeh, paling-paling ternyata dia juga orang klan lain, dan punya novel sendiri. Hey, kita tidak pernah tahu apa yang akan dilakukan Pacc Tere. Barang kali supir angkot ceriwis pun akan punya novel sendiri nantinya.

Sheet ... i just give Pacc Tere another freaking idea!

D. Dialog

Sampai saat ini aku belum yakin kalau Raib dan Seli bersahabat sejati banget kalau melihat dari cra mereka berkomunikasi. Kenapa setiap mereka berdialog selalu hanya tanya-jawab? Ini juga yang terjadi di novel Selena dan Nebula.

Penulis maksa lewat narasi kalau para tokohnya bersahabat sejati banget dan rela mengorbankan diri satu sama lain. Namun, penulis tidak bisa membutikannya dari cara mereka bercakap-cakap. Bukan ... aku bukan pecinta dialog filler atau dialog ping-pong, karena dialog dalam novel ini memang ping-pong! Dan aku benci itu!

Padahal ini saat paling tepat untuk menunjukkan betapa akrabnya Raib dan Seli (juga Ali). Mereka bisa membicarakan Ali secara lebih serius, daripada cuma Seli meledek Raib, lalu dibalas melotot oleh Raib!

In fact, aku akan buat adegan yang lebih barokah ... Berikut adegan bonding antar Raib dan Seli yang tidak ada dalam novel.

Mereka duduk berdua saling diam di kapsul bersama Si Putih juga. Kebingungan harus ke mana, suasana kapsul sedang lengang, lalu Seli menyeletuk. "Aku jadi kangen Ali."

Alih-alih Raib cuma MELOTOT, dia bisa diam sejenak sebelum merespon setengah berbisik. "Aku juga." Untuk pertama kalinya mengakui kalau dia juga merindukan sahabat sejati bangetnya itu.

Lalu Seli daripada MELEDEK, akan melanjutkan. "Sepi ya tidak ada dia. Padahal biasanya dia yang selalu mengoceh, mengeluh lapar. Dia juga yang selalu kita jahili. Lucu melihat dia marah-marah."

Lalu Raib diam-diam tersenyum dan mengangguk setuju, tapi Seli tidak bisa lihat karena dia sedang menyetir. Buat mata mereka berkaca-kaca barang kali. Mengingat masa-masa indah di petualangan lalu.

Kemudian Seli bisa mencairkan suasana. "Aku yakin dia senang bertemu ibunya. Pasti mereka sedang bermanja-manja sekarang. Bisa jadi bahan ledekan kita kalau ketemu lagi. Iya, 'kan?"

Raib terkekeh. "Tuan Muda Ali yang nakal bermanja-manja sama mamanya."

Mereka pun tertawa bersama, dan  memutuskan untuk tidak membahasnya lagi, karena mereka harus menghargai keputusan Ali. Suasana kapsul pun kembali hangat, sebelum Si Putih mengeong, menginterupsi mereka karena dia melihat sebuah petunjuk. 

ITU AKAN JADI ADEGAN YANG SANGAT MENYENTUH!!! Plot tetap berjalan, tapi bonding antar tokoh juga ada.

KENAPA PACC TERE TIDAK BISA MEMBUAT ADEGAN MEYENTUH SEPERTI ITU!!!

Ya, mereka memang berkali-kali mengungkit Ali yang tidak ikut ke dalam rombongan. Tapi tidak menyertakan perasaan di dalam adegan itu. Mereka cuma bilang kalau ada Ali dia pasti tahu harus ke mana, harus berbuat apa, karena dia genius banget. Kesannya jadi kayak Raib dan Seli melihat Ali sebagai otak saja, bukan sebagai teman.

AARRGGHH!!! Pacc Tere sudah kubilang pekerjakan saja aku sebagai penasehat adegan persahabatan UwU dalam novelmu! Aku ekspert dalam hal ini!

E. Gaya Bahasa

Novel ini mengambil sudut pandang Seli yang dari awal sudah mewanti-wanti kalau ceritanya mungkin melompat-lompat. Dan memang begitulah yang terjadi ... alur yang melompat-lompat. Dan aku tidak mau memakluminya, karena apa? Pacc Tere melakukan itu semata-mata supaya novelnya tidak dikritik. Mari bijara jujur!

Toh, alur melompat-lompat seperti ini sudah terjadi jauh dari novel-novel sebelum sudut pandang diambil alih Seli. Kenapa sekarang malah menyalahkan penokohan Seli untuk menutupi kekuranganmu? Penulis macam apa kao?

Siapa pun penulis novel ini juga telah melakukan dosa besar dalam pemakaian POV1 atau sudut pandang orang pertama, yaitu kebocoran POV. Misalnya darimna Seli tahu isi hati Si Tanpa Mahkota saat mereka bertemu di Bor-O-Bdur. Atau saat Si Putih bicara dengan Bibi Gill lewat telepati. Atau saat  isi hati para tokoh yang bukan Seli dijelaskan secara spesifik, padahal seharusnya Seli tidak tahu.

Helooww, ini POV orang pertama! Seli tidak seharusnya mengetahui hal yang bukan dari panca indranya sendiri. Itu sebabnya kenapa aku bilang POV Seli bisa diganti dengan POV mana saja, karena esensinya juga tidak ada, tidak ada keharusan kenapa POV harus diambil alih oleh Seli.

But at least ... kita dapat sedikit kehangatan dari cara Seli melihat sekitar. Aku akan menyebut itu terus, karena memang cuma itu hal positif yang bisa kusebut.

F. Penilaian

Sampul : 3

Plot : 1

Penokohan : 1

Dialog : 1

Gaya Bahasa : 1,5

Total : 1,5 Bintang

G. Penutup

"Ngapain masih ngikutin seri ini kalo emang gak suka!?"

Bekoz it is fun! Melihat dengan cara apa lagi Pacc Tere membuatku kesal. dan belio tidak pernah kehabisan cara. Itu sebenarnya juga sebuah kelebihan.

"Bilang aja dikau sebenarnya heters!"

Well ... mungkin aku sudah tergolong heters Pacc Tere pada poin ini, melihat perilaku belio yang wadidaw di sosial media. Namun, aku tidak pernah menilai buku dari sifat penulisnya. Itu dua hal berbeda. Ibaratnya novel A Man Called Ove akan tetap menjadi novel kesukaanku meskipun penulisnya Kim Jong Unch. Kalian paham maksudku?

Novel ini di sisi lain ... Not good at all.

Kalau kalian lihat dari review Goodreads pun banyak yang mengatakan kecewa dengan novel ini secara keseluruhan, tapi tetap memberi bintang empat atau lima. Mungkin karena mereka mentolerir novel ini, melihat penulisnya adalah SANG Tere Liye. Mungki bagi mereka terasa aneh memberi nilai rendah pada penulis yang punya nama.

Aku beritahu pada kalian. TIDAK SAMA SEKALI. Kalian sangat boleh kecewa pada sebuah novel meskipun itu ciptaan penulis paling terkenal dan punya nama di seluruh jagad raya sekali pun. Kalian juga sangat boleh memberi kritik, memberi nilai rendah, dan untuk sekali saja tidak memuja-muji novel yang memang tidak layak dipuja-puji.

Mungkin segitu dulu review kali ini. Novel selanjutnya kita tunggu, dan aku yakin akan lebih menarik dari ini. Jujur saja aku penasaran dengan apa yang akan dilakukan Pacc Tere pada tokoh Ily. Pasti mengecewakan, tapi tidak ada salahnya menunggu.

Sampai jumpa di review selanjutnya ^o^/ (Semoga itu Hantu-hantu Masa Lalu)

Pojok Nitpick Bersama Impy!

Siapa pun, tolong hilangkan ingatan Pacc Tere tentang Onomatope. Sebab, kalau sekali lagi aku membaca CTAR! Aku mungkin kehilangan akal sehat selamanya!

Novel ini maksa banget jadi Sains-fiksi di saat penjelasan sains-nya hanya seputar genetik, kemisteriusan alam semesta, dan kemungkinan evolusi ribuan tahun. Maksudku ... mungkin itu sains, entahlah. Terdengar terlalu basic.

Orang tua Seli sepertinya Sikopet. Mereka tidak memiliki empati atau kekhawatiran sedikit pun pada Seli bertualang di klan lain. Padahal anaknya pernah NYARIS MATI! Maksudku ... se-nggak penting itukah Seli di mata kalian?

Tentang nama Ilo, Vey, dan Ou yang digabung menjadi I Love You, dan Ily adalah singkatan I Love You. Itu memang manis, romantis, dan sebagainya, tapi bukankah itu agak aneh? Apakah Ilo sudah merencanakan akan menikahi orang bernama Vey? Katakanlah itu takdir. tapi Ily anak pertama sementara Ou anak kedua.

Logikanya, Ou seharusnya anak pertama, kemudian anak kedua baru bisa diberi nama Ily karena sudah ketahuan singkatannya, yekan? Tapi kalau Ily anak pertama ... dari mana mereka tahu bakal punya anak lagi supaya bisa diberi nama Ou? Bagaimana kalau mereka tidak punya anak lagi? Bagaimana kalau setelah Ily anak yang terlahir adalah kembar?

Sebenarnya ini tidak penting untuk cerita, tapi otakku tidak mau berhenti memikirkannya.

Di satu adegan personality Raib dan Seli ketuker. Sebab Seli seharusnya jadi si cengeng, bukan Raib. Adegannya juga masih ada di novel Matahari. Don't think i forget about that, Pacc Tere!

Are you telling me ... Si Putih bisa menggunakan ekornya untuk melakukan segala hal, tapi tidak ada yang terkejut akan hal itu? Ya, Si Putih bukan kucing biasa, tapi Raib dan Seli tidak tahu itu sebelumnya, 'kan? Setidaknya buat adegan mereka terkejut!

Aku tidak tahu kenapa Pasukan Bayangan segitu kebakaran jenggot melihat Si Putih masuk ke kuburan. Sekali lagi, dia memang kucing ajaib, tapi Pasukan Bayangan tidak tahu hal itu. Bukankah akan lebih masuk akal kalau mereka memklumi. Hey .. itu cuma KUCING! CHILL!

Tere Liye membuat meme dalam format tulisan. How edgy, Love!

Comments

  1. Yep, another bullshit dari Pak tere -_-
    Kak Impy, tolong beritahu kalau plot ini serial sudah kembali ke jalan yang benar

    ReplyDelete
  2. Kak review novel ILY yang udah terbit. Aku mau baca kejulidan Kakak di sini wkwkwk 🤣

    ReplyDelete

Post a Comment

Impy's all-time-fav book montage

The School for Good and Evil
A World Without Princes
The Last Ever After
Quests for Glory
House of Secrets
Battle of the Beasts
Clash of the Worlds
Peter Pan
A Man Called Ove
My Grandmother Asked Me to Tell You She's Sorry
The Book of Lost Things
The Fairy-Tale Detectives
The Unusual Suspects
The Problem Child
Once Upon a Crime
Tales From the Hood
The Everafter War
The Inside Story
The Council of Mirrors
And Every Morning the Way Home Gets Longer and Longer


Impy Island's favorite books »

Baca Review Lainnya!

Aku Menyerah pada Serial Omen-nya Lexie Xu

Novel-novel Terkutuk (Mostly Watpat)

Ily

Omen #1

Peter Pan

Laut Bercerita